MAKALAH INCEST


1
 
 



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Incest antara anak atau remaja dan pihak dewasa terkait telah diidentifikasi sebagai bentuk yang paling luas dari pelecehan seksual terhadap anak dengan kapasitas besar untuk kerusakan pada anak Satu peneliti menyatakan bahwa lebih dari 70% dari pelaku adalah anggota keluarga dekat atau seseorang yang sangat dekat dengan keluarga. Peneliti lain menyatakan bahwa sekitar 30% dari semua pelaku pelecehan seksual yang berkaitan dengan korban mereka, 60% dari pelaku adalah kenalan keluarga, seperti pengasuh, tetangga atau teman dan 10% dari pelaku dalam kasus-kasus pelecehan seksual anak orang asing. Pelanggar pelecehan seksual terhadap anak di mana pelaku berkaitan dengan anak, baik dengan darah atau perkawinan, adalah bentuk inses digambarkan sebagai pelecehan seksual anak intrafamilial.
Bentuk paling sering dilaporkan inses adalah ayah-anak dan inses ayah tiri-anak, dengan sebagian besar laporan yang tersisa terdiri dari inses ibu/ibu tiri-putri/anak laki-laki Inses antara ayah dan anak laki-laki dilaporkan lebih jarang, namun tidak diketahui apakah prevalensi kurang, karena berada di dalam laporan yangd dilaporkan oleh margin yang lebih besar. Demikian pula, beberapa pihak berpendapat bahwa inses antar saudara mungkin seperti biasa, atau lebih umum, dari inses jenis lain: Goldman dan Goldmanbahwa 57% dari saudara kandung yang terlibat inses; Finkelhor melaporkan bahwa lebih dari 90% dari keluarga inti yang terlibat inses saudara kandung;  sementara Cawson et al. menunjukkan bahwa inses antar saudara dilaporkan dua kali lebih sering daripada inses yang dilakukan oleh ayah/ayah tiri.
Prevalensi pelecehan seksual anak-anak oleh orang tua sulit untuk dinilai karena kerahasiaan dan privasi; beberapa perkiraan menunjukkan 20 juta orang Amerika telah menjadi korban inses orangtua sebagai anak.


 



2
 
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Tipe
       Pelecehan seksual terhadap anak mencakup berbagai pelanggaran seksual, termasuk:
  • Pelecehan seksual - istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana di mana seseorang yang telah dewasa menyentuh anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual, misalnya perkosaan (termasuk sodomi), dan penetrasi seksual dengan objek. Termasuk sebagian besar negara bagian Amerika Serikat dalam definisi mereka tentang kekerasan seksual, ada kontak penetratif tubuh di bawah umur, bagaimanapun sedikit, jika kontak dilakukan untuk tujuan kepuasan seksual.
  • Eksploitasi seksual - istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana di mana orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur untuk promosi, kepuasan seksual, atau keuntungan, misalnya melacurkan anak, dan menciptakan atau melakukan perdagangan pornografi anak.
  • Perawatan seksual - menentukan perilaku sosial dari pelaku seks anak yang potensial yang berusaha untuk membuat mereka menerima rayuan yang lebih sedikit, misalnya di ruang bincang-bincang daring.
  1. Pengungkapan
     Anak-anak yang menerima tanggapan yang mendukung diikuti dengan pengungkapan mengalami gejala traumatik yang lebih sedikit dan tindak pelecehan atau kekerasan untuk jangka waktu yang lebih singkat daripada anak-anak yang tidak menerima dukungan. Secara umum, studi telah menemukan bahwa anak-anak membutuhkan dukungan dan sumber daya untuk mengurangi stres setelah pengungkapan pelecehan seksual. Reaksi sosial yang negatif untuk pengungkapan benar-benar telah ditemukan dapat merusak kesejahteraan korban. Sebuah studi melaporkan bahwa anak-anak yang menerima reaksi buruk dari orang pertama yang mereka katakan mengenai pelecehan tersebut, terutama jika orang tersebut adalah anggota keluarga dekat, memiliki penilaian yang buruk sebagai orang dewasa pada gejala trauma umum, gejala gangguan stres pasca trauma, dan disosiasi. Studi lain menemukan bahwa dalam kebanyakan kasus ketika anak-anak mengungkapkan pelecehan yang mereka alami, orang yang mereka ajak bicara tidak merespons secara efektif, disalahkan atau menolak anak tersebut, dan mengambil tindakan yang sangat sedikit atau hampir tidak ada untuk menghentikan pelecehan tersebut. Meskipun mendengar pengungkapan korban mungkin tidak nyaman, akan tetapi demi kebaikan korban, penting untuk dapat merespon secara efektif.
Akademi Psikiatri Anak dan Remaja Amerika Serikat menyediakan pedoman apa yang harus katakan kepada korban dan apa yang harus dilakukan setelah mereka mengungkapkan apa yang terjadi pada mereka. Asa Don Brown telah menunjukkan: "Sebuah cara untuk meminimalkan trauma dan efek yang biasanya dengan memasukkan ke dalam gambaran cara pengasuh orang tua untuk melindungi dan menenangkan anak. Ini biasanya diasumsikan bahwa fokus pada isu-isu anak-anak terlalu lama akan berdampak negatif terhadap pemulihan mereka. Oleh karena itu, pola pengasuhan orangtua dapat mengajarkan anak untuk tidak menyembunyikan sesuatu atau masalah-masalahnya.
  1. Perawatan
Pendekatan awal untuk mengobati seseorang yang telah menjadi korban pelecehan seksual tergantung pada beberapa faktor penting:
  • Umur pada saat pemberian arahan
  • Keadaan pada saat pemberian arahan pada saat perawatan
  • Kondisi yang tidak wajar
Tujuan pengobatan tidak hanya untuk mengobati masalah-masalah kesehatan mental yang ada pada saat ini, tetapi juga untuk mencegah hal yang sama pada masa yang akan datang.
Anak-anak dan remaja
Anak-anak sering kali hadir untuk beberapa perawatan di salah satu dari beberapa keadaan termasuk investigasi tindak kriminal, perebutan perwalian, permasalahan pada perilaku, dan arahan dari CPS.
Tiga modalitas utama untuk terapi dengan anak-anak dan remaja yaitu terapi keluarga, terapi kelompok, dan terapi individu. Yang tentu saja digunakan tergantung pada berbagai faktor yang harus dinilai berdasarkan kasus per kasus. Misalnya, pengobatan anak-anak biasanya memerlukan keterlibatan orang tua yang kuat dan akan mendapatkan manfaat dari terapi keluarga. Remaja cenderung lebih mandiri dan bisa mendapatkan keuntungan dari terapi individu atau kelompok. Modalitas ini juga bergeser selama pengobatan, misalnya untuk terapi kelompok jarang digunakan dalam tahap awal sebagai subyek sangat pribadi dan/atau memalukan
Faktor utama yang mempengaruhi baik patologi dan respon terhadap pengobatan termasuk jenis dan tingkat keparahan dari tindakan seksual, frekuensi, usia di mana hal itu terjadi, dan keluarga asal anak.
Dewasa
Orang dewasa dengan riwayat pelecehan seksual sering datang untuk pengobatan dengan masalah kesehatan mental sekunder yang dapat mencakup penyalahgunaan obat-obatan, gangguan makan, gangguan kepribadian, depresi, dan konflik dalam hubungan romantis atau interpersonal.
Umumnya pendekatan ini hanya untuk masalah yang ada pada saat ini saja daripada masalah pelecehan itu sendiri. Pengobatan sangat bervariasi dan tergantung pada isu-isu spesifik orang tersebut. Misalnya, orang dengan sejarah menderita karena pelecehan seksual dari depresi berat akan dirawat karena depresi. Namun, sering terjadi penekanan pada restrukturisasi kognitif karena sifat mendalam trauma. Beberapa teknik baru seperti Gerakan Mata Desensitisasi dan pengolahan (Eye movement desensitization and reprocessing - EMDR) telah terbukti efektif.
Pelecehan seksual dikaitkan dengan banyak masalah perilaku sub-klinis juga, termasuk reviktimisasi pada tahun-tahun remaja, pemikiran bipolar seperti perpindahan paksaan seksual dan mematikan, dan distorsi pada subyek pelecehan seksual (misalnya, bahwa adalah umum dan terjadi pada semua orang). Ketika pertama kali hadir untuk pengobatan, pasien dapat sepenuhnya menyadari pelecehan mereka sebagai suatu kegiatan, tapi penilaian mereka sering terdistorsi, seperti percaya bahwa kegiatan ini biasa-biasa saja (suatu bentuk isolasi). Sering, korban tidak membuat hubungan antara pelecehan yang mereka alami dan patologi sekarang.
  1. Faktor penyebab
Faktor penyebab pelanggar seksual anak tidak diketahui secara meyakinkan.[116] Pengalaman pelecehan seksual sebagai seorang anak yang sebelumnya dianggap sebagai faktor risiko yang amat kuat, tetapi penelitian tidak menunjukkan hubungan kausal, karena sebagian besar anak-anak dilecehkan secara seksual tidak tumbuh menjadi seorang pelaku pada saat telah dewasa, juga tidak ada mayoritas pelaku dewasa yang dilaporkan mengalami pelecehan seksual masa kanak-kanak. Kantor Akuntabilitas Pemerintah Amerika Serikat menyimpulkan "adanya sebuah siklus pelecehan seksual yang tidak bisa dipungkiri." Sebelum tahun 1996, ada kepercayaan yang lebih besar dalam teori tentang "siklus kekerasan," karena sebagian besar yang dilakukan peneliti adalah retrospektif-pelaku ditanya apakah mereka pernah mengalami pelecehan sebelumnya. Bahkan sebagian besar studi menemukan bahwa sebagian besar pelaku seksual dewasa mengatakan mereka tidak mengalami kekerasan seksual selama masa kanak-kanak, namun studi menghasilkan hasil yang bervariasi dalam hal perkiraan mereka persentase pelaku seperti yang telah disalahgunakan dari 0 hingga 79 persen. Lebih baru prospektif longitudinal penelitian-mempelajari anak-anak dengan kasus-kasus pelecehan seksual didokumentasikan dari waktu ke waktu untuk menentukan berapa persen yang menjadi pelaku setelah dewasa-telah menunjukkan bahwa teori siklus kekerasan bukan penjelasan yang memadai untuk mengapa orang menganiaya anak-anak.
Pelanggaran dapat difasilitasi oleh distorsi kognitif pelaku, seperti minimalisasi pelecehan, menyalahkan korban, dan alasan.

Gambar poster: “Stop Kekerasan Seksual Pada Anak”.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/c3/Poster_Stop_Kekerasan_Seks_Anak.jpg/450px-Poster_Stop_Kekerasan_Seks_Anak.jpg






https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrPBENKziy8-l9vwg-6ZqTTgG2awMnWRun_hgvv1aHwTwXmklUgQHVqRDiEBWpeiaP7F60LfX1O_wIVfK-PVQtRyfRhehakuvqga_GEPhnjE4OFxMswi6VjNMWjQQAAYp2idKg8iClqjUG/s320/freesex.jpg







Penyebab perilaku seks bebas sangat beragam. Pemicunya bisa karena pengaruh lingkungan, sosial budaya, penghayatan keagamaan, penerapan nilai-nilai, faktor psikologis hingga faktor ekonomi.
Adapun beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas menurut Hyde (1990) yaitu:
  • Usia
Makin dewasa seseorang, makin besar kemungkinan remaja untuk melakukan hubungan seks bebas. Hal ini dikarenakan pada usia ini adalah potensial aktif bagi mereka untuk melakukan perilaku seks bebas.
  • Usia yang muda saat berhubungan seksual pertama
Semakin muda usia pada hubungan seksual yang pertama cenderung untuk lebih permisif daripada mereka yang lebih dewasa pada hubungan seksualnya yang pertama.
  • Usia saat menstruasi pertama
Makin muda saat usia menstruasi pertama, makin mungkin terjadinya hubungan seks pada remaja. Perubahan pada hormon yang terjadi seiring dengan menstruasi berkontribusi pada meningkatkatnya keterlibatan seksual pada sikap dan hubungan dengan lawan jenis.
  • Agama
Kereligiusan dan rendahnya sikap serba boleh dalam perilaku seks berjalan sejajar seiringan. Clayton & Bokemier meneliti bahwa sikap permisif terhadap hubungan seks bebas dapat dilihat dari aktivitas keagamaan dan religiusitas (Rice, 1990).
  • Pacar
Remaja yang memiliki pacar lebih mungkin untuk melakukan seks bebas daripada remaja yang belum memiliki pacar.
  • Kencan yang lebih awal
Remaja yang memiliki kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang seumurannya memiliki kemungkinan untuk bersikap permisif dalam hubungan seks bebas. Untuk menjadi lebih aktif secara seksual dan untuk memiliki hubungan dengan lebih banyak pasangan daripada mereka yang mulai pacaran pada usia yang lebih lanjut.

  • Pengalaman pacaran/kencan (hubungan afeksi)
Individu yang menjalin hubungan afeksi/pacaran dari umur yang lebih dini, cenderung lebih permisif terhadap perilaku seks bebas begitu juga halnya dengan individu yang telah lebih banyak berpacaran dari individu yang berusia sebaya dengannya.
  • Orang tua
Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukkan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka pada anak, malah cenderung membuat jarak pada anak mengenai masalah seks.
  • Teman sebaya (peers group)
Remaja cenderung untuk membuat standar seksual sesuai dengan standar teman sebaya secara umum, remaja cenderung untuk menjadi lebih aktif secara seksual apabila memiliki kelompok teman sebaya yang demikian, serta apabila mereka mempercayai bahwa teman sebayanya aktif secara seksual (disamping kenyataan bahwa teman sebayanya sebenarnya memang aktif atau tidak secara seksual) pengaruh kelompok teman sebaya pada aktivitas seksual remaja terjadi melalui dua cara yang berbeda, namun saling mendukung, pertama, ketika kelompok teman sebaya aktif secara seksual, mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa hubungan seks bebas adalah suatu yang dapat diterima, kedua, teman sebaya menyebabkan perilaku seksual satu sama lainnya secara langsung, baik melalui komunikasi diantara teman ataupun dengan pasangan seksualnya.
  • Kebebasan
Kebebasan sosial dan seksual yang tinggi berkorelasi dengan sikap permisif dalam seks yang tinggi.
  • Daya tarik seksual
Mereka yang merasa paling menarik secara seksual dan sosial ternyata memiliki tingkat yang paling tinggi dalam sikap permisif dalam melakukan seks bebas.
  • Standar orang tua vs standar teman
Remaja yang orangtuanya konservatif dan menjadikan orangtua sebagai acuan yang utama lebih kurang kemungkinannya untuk melakukan seks bebas daripada mereka yang menjadikan teman sebaya sebagai acuan utama.


  • Saudara kandung
Remaja, secara khusus remaja puteri dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku saudara kandung dengan jenis kelamin yang sama.
  • Gender
Remaja puteri cenderung bersikap permisif dalam hal seksual daripada remaja pria. Remaja puteri lebih menekankan pada kualitas hubungan yang sedang dijalin sebelum terjadinya seks bebas.
  • Ketidakhadiran ayah
Remaja secara khusus yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga tanpa ayah lebih mungkin untuk mencari hubungan seks bebas sebagai alat untuk menemukan afeksi dan persetujuan sosial daripada remaja yang tumbuh dengan adanya ayah.
  • Ketidakhadiran orang tua
Jika ada remaja yang berperilaku seks bebas, itu hanya bebasnya pergaulan, dan mungkin penyebabnya dari faktor bimbingan dan pola asuh dari orangtua di rumah yang tidak peduli atau tidak terbuka untuk membicarakan masalah seks pada anaknya, padahal disaat ini dunia remaja semakin bebas. Pada keluarga yang berada di kota besar, sudah merupakan suatu pola kehidupan yang wajar di mana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut seringkali mengakibatkan kehidupan anak-anak mereka kurang mendapatkan pengawasan orang tua dan memiliki kebebasan yang terlalu besar.
  • Kecenderungan pergaulan yang makin bebas
Di pihak lain, tidak dapat dipungkiri adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
  • Penyebaran Informasi Melalui Media Massa
      Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya tekhnologi yang semakin berkembang (video kaset, foto kopi, vcd, hp, internet) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perilaku seks bebas adalah dari dalam keluarga, media massa, dan dari pengaruh peers (teman sebaya).

§  Hubungan Seks Usia Muda
Hubungan atau kontak seksual pada usia di bawah 17 tahun merangsang tumbuhnya sel kanker pada alat kandungan perempuan, karena pada rentang usia 12 hingga 17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali.
Demikian diungkapkan seorang ahli kebidanan."Saat sel sedang membelah secara aktif (metaplasi) idealnya tidak terjadi kontaks atau rangsangan apa pun dari luar, termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan," kata dr Teti Ernawati dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, adanya benda asing, termasuk alat kelamin laki-laki dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah abnormal. Apalagi kalau sampai terjadi luka yang mengakibatkan infeksi dalam rahim.
Sel abnormal dalam mulut rahim itu dapat mengakibatkan kanker mulut rahim (serviks). Kanker serviks menyerang alat kandungan perempuan, berawal dari mulut rahim dan berisiko menyebar ke vagina hingga keluar di permukaan, katanya. Selain itu, kanker serviks juga berisiko menyebar ke organ lain di dalam tubuh, misalnya uterus, ovarium, tuba fallopi, ginjal, paru-paru, lever, tulang hingga otak, katanya."Jika telah mencapai stadium lanjut dan menyebar ke organ tubuh lain, maka kanker serviks dapat mengakibatkan kematian," ujarnya."Penderita stadium lanjut umumnya harus mengangkat organ alat kandungan dan kemungkinan mempunyai anak menjadi tidak mungkin," katanya.
           Di dunia, terdapat sekitar 100 jenis strain virus penyebab kanker serviks, yaitu virus HPV (Human Papilloma Virus). Dan strain terganas adalah tipe 16 dan 18.Gejala yang sering muncul pada penderita biasanya timbulnya keputihan yang berbau dan berulang-ulang serta terjadi pendarahan di bagian kemaluan saat tidak sedang haid. Karena itu, Teti menganjurkan bagi perempuan untuk menikah setelah berusia 17 tahun lebih dan menerapkan perilaku seksual yang sehat. "Hindari seks bebas dan gonta-ganti pasangan," katanya.

Selain itu, perlu dilakukan deteksi dini untuk mencegah terjadinya kanker serviks stadium lanjut, salah satunya dengan melakukan tes pap (pap smear).
§  Remaja dan Aspek Psikososial
      Banyak yang bilang masa remaja adalah masa yang paling indah (duh... seperti di dalam lagi ya) karena di masa remaja banyak perubahan yang kita alami, mulai dari perubahan fisik sampai psikologi. Dan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk masyarakat.
Segala macam aspek hubungan sosial dengan kawan, orangtua, ataupun guru bisa disebut dengan aspek psikososial.
Masa remaja yang kita alami ini merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia, mau atau tidak mau pasti kita mengalaminya. Pada masa ini, berlangsung proses-proses perubahan secara biologis juga perubahan psikologis yang dipengaruhi berbagai faktor, termasuk oleh masyarakat, teman sebaya, dan juga media massa. Kita yang berada di masa remaja ini juga belajar meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan pada saat yang bersamaan kita mempelajari perubahan pola perilaku dan sikap baru orang dewasa. Selain itu, kita yang remaja ini juga dihadapkan pada tuntutan yang terkadang bertentangan, baik dari orangtua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat di sekitar. Kita bisa-bisa menjadi bingung karena masing-masing memberikan tuntutan yang berbeda-beda tergantung pada nilai, norma, atau standar yang digunakan.
Intinya aspek psikososial bisa didefinisikan sebagai aspek yang ada hubungannya dengan kejiwaan kita dan sosial. Kejiwaan tentu saja berasal dari dalam diri kita, sedangkan aspek sosial berasal dari luar (eksternal). Kedua aspek ini sangat berpengaruh kala masa pertumbuhan kita.
Kadang yang lebih berpengaruh justru bukan aspek kejiwaan, melainkan aspek eksternal. Misalnya, media massa membangun imej remaja putri yang oke adalah yang berkulit putih, bertubuh langsing, dan berpayudara besar. Demi mengejar body image seperti itu, banyak yang termakan dan berusaha menjadi imej seperti yang dikatakan di media massa.
Sudah saatnya perubahan diri terjadi bukan dari luar, melainkan dari dalam diri kita sendiri karena seharusnya aspek psikososial berlangsung secara seimbang. Pengaruh dari luar harusnya mampu mengubah kita menjadi manusia yang lebih baik. Dengan kondisi ini, diharapkan interaksi aspek psikologi dan sosial dapat menjadi positif, yang pada akhirnya dapat berdampak positif pada pembentukan identitas diri kita.
§  Merawat Organ Kewanitaan
      Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh kita lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan berlipat.
Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan eksosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tak sedap serta infeksi. Untuk itulah kita perlu menjaga keseimbangan ekosistem vagina.
Ekosistem vagiana adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi.
Sebenarnya di dalam vagina terdapat bakteri, 95 persennya adalah bakteri yang baik sedang sisanya bakteri pathogen. Agar ekosistem seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman (pH balance) pada kisaran 3,8 - 4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut, laktobasilus akan subur dan bakteri pathogen mati.
Banyak faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem vagina, antara lain kontrasepsi oral, diabetes melitus, pemakaian antibiotik, darah haid, cairan mani, penyemprotan cairan ke dalam vagina (douching) dan gangguan hormon (pubertas, menopause atau kehamilan).
Dalam keadaan normal vagina mempunyai bau yang khas. Tetapi, bila ada infeksi atau keputihan yang tidak normal dapat menimbulkan bau yang mengganggu, seperti bau yang tidak sedap, menyengat, dan amis yang disebabkan jamur, bakteri atau kuman lainnya.  Jika infeksi yang terjadi di vagina ini dibiarkan, bisa masuk sampai ke dalam rahim.
Alaminya susu
Untuk menjaga kebersihan dan mematikan bakteri jahat di dalam vagina memang tersedia produk pembersih daerah intim wanita. Dari sekian banyak merek yang beredar rata-rata memiliki tiga bahan dasar.
Pertama, yang berasal dari ekstrak daun sirih (piper betle L) yang sangat efektif sebagai antiseptik,  membasmi jamur Candida Albicans dan mengurangi sekresi cairan pada vagina. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amir Syarif dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, penggunaan daun sirih pada pengobatan keputihan, 90,0 persen pasien dinyatakan sembuh.
Sayangnya, jika pembersih berbahan daun sirih ini digunakan dalam waktu lama, semua bakteri di vagina ikut mati, termasuk bakteri laktobasilus. Sehingga keseimbangan eksosistem menjadi terganggu.
Kedua, produk-produk pembersih kewanitaan yang mengandung bahan Povidone lodine. Bahan ini merupakan anti infeksi untuk terapi jamur dan berbagai bakteri. Efek samping produk yang mengandung bahan ini adalah dermatitis kontak sampai reaksi alergi yang berat.
Ketiga, produk yang merupakan kombinasi laktoserum dan asam laktat. Laktoserum ini berasal dari hasil fermentasi susu sapi dan mengandung senyawa laktat, laktose serta nutrisi yang diperlukan untuk ekosistem vagina. Sedangkan asam laktat berfungsi untuk menjaga tingkat pH di vagina.
Menurut dr. Junita Indarti, SpOG, dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dari RSCM, susu mengandung zat aktif yang bisa diekstrak menjadi asam laktat dan laktoserum, dan secara klinis terbukti mengurangi keluhan rasa gatal, rasa terbakar dan keputihan pada vagina.
"Sebanyak 70 persen pasien yang datang berobat, keluhannya hanya seputar keputihan. Setelah pasien dirawat dengan pemberian larutan asam laktat dan laktoserum dua kali sehari selama dua minggu, tingkat kesembuhannya mencapai 80 persen, hanya 5,4 persen yang mengalami efek samping berupa ruam kulit" katanya menjelaskan.
Kombinasi asam laktat dan laktoserum sebagai pembersih organ kewanitaan bersifat alami karena tidak membunuh bakteri laktobasilus melainkan meningkatkan pertumbuhannya. Salah satu produk yang pembersih wanita yang mengandung bahan ini adalah Lactacyd, yang saat ini sudah bisa dibeli di outlet toko obat.
Sebelum memutuskan memilih suatu produk, menurut Junita ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan, antara lain apa saja keluhan yang dirasakan saat ini dan sebisa mungkin memilih produk yang isinya mengandung zat-zat yang baik.
"Untuk pemakaian jangka panjang sebaiknya memilih produk yang bisa memelihara ekosistem alami vagina. Produk yang mengandung pembunuh bakteri sebaiknya hanya digunakan untuk jangka pendek atau ketika ada masalah saja," tambah Junita.
Kebisaan menjaga kebersihan, termasuk kebersihan organ-organ seksual atau reproduksi, merupakan awal dari usaha menjaga kesehatan kita. Jika ekosistem vagina terjaga seimbang, otomatis kita akan merasa lebih bersih dan segar dan tentu saja lebih nyaman melakukan aktivitas sehari-hari. ***
5.      Memperjuangkan kesetaraan
      Memperjuangkan kesetaraan bukanlah berarti mempertentangkan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Tetapi, ini lebih kepada membangun hubungan (relasi) yang setara. Kesempatan harus terbuka sama luasnya bagi cowok atau cewek, sama pentingnya, untuk mendapatkan pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, kesempatan kerja, termasuk terlibat aktif dalam organisasi sosial-politik dan proses-proses pengambilan keputusan.
Hal ini mungkin bisa terjadi jika mitos-mitos seputar citra (image) menjadi "cowok" dan "cewek" dapat diperbaiki. Memang enggak ada cara lain. Sebagai cowok ataupun cewek, kita harus menyadari bahwa kita adalah pemain dalam kondisi (hubungan) ini. Jadi, untuk bisa mengubah kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan ini, maka baik sebagai cowok ataupun cewek kita harus terlibat.
Meskipun banyak korban dari sistem yang ada sekarang adalah cewek, bukan berarti usaha-usaha untuk mengubahnya adalah tanggung jawab cewek semata. Karena ini menyangkut sistem sosial-budaya, tentu saja kesepakatan harus dibangun di antara kita dong, baik sebagai cewek ataupun cowok. Lalu bagaimana kita memulainya?
a.    Bangun kesadaran diri
Hal pertama yang mesti kita lakukan adalah membangun kesadaran diri. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan. Karena peran-peran yang menimbulkan relasi tak setara terjadi akibat pengajaran dan sosialisasi, cara mengubahnya juga melalui pengajaran dan sosialisasi baru. Kita bisa melakukan latihan atau diskusi secara kritis. Minta profesional, aktivis kesetaraan jender, atau siapa pun yang kita pandang mampu membantu untuk memandu pelatihan dan diskusi yang kita adakan bersama.
b.    Bukan urusan cewek semata
Kita harus membangun pemahaman dan pendekatan baru bahwa ini juga menyangkut cowok. Tidak mungkin akan terjadi perubahan jika cowok tidak terlibat dalam usaha ini. Cewek bisa dilatih untuk lebih aktif, berani, dan mampu mengambil keputusan, sedangkan cowok pun perlu dilatih untuk menghormati dan menghargai kemampuan cewek dan mau bermitra untuk maju.
c.    Bicarakan
Salah satu cara untuk memulai perubahan adalah dengan mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan tekanan atau diskriminasi. Cara terbaik adalah bersuara dan membicarakannya secara terbuka dan bersahabat. Harus ada media untuk membangun dialog untuk menyepakati cara-cara terbaik membangun relasi yang setara dan adil antarjenis kelamin. Bukankah ini jauh lebih membahagiakan?

d.    Kampanyekan
Karena ini menyangkut sistem sosial-budaya yang besar, hasil dialog atau kesepakatan untuk perubahan yang lebih baik harus kita kampanyekan sehingga masyarakat dapat memahami idenya dan dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan. Termasuk di dalamnya mengubah cara pikir dan cara pandang masyarakat melihat "cowok" dan "cewek" dalam ukuran "kepantasan" yang mereka pahami. Masyarakat harus memahami bahwa beberapa sistem sosial-budaya yang merupakan produk cara berpikir sering kali enggak berpihak, menekan, dan menghambat peluang cewek untuk memiliki kesempatan yang sama dengan cowok. Jadi ini memang soal mengubah cara pikir.
e.    Terapkan dalam kehidupan sehari-hari
Tidak ada cara terbaik untuk merealisasikan kondisi yang lebih baik selain menerapkan pola relasi yang setara dalam kehidupan kita masing-masing. Tentu saja semua harus dimulai dari diri kita sendiri, lalu kemudian kita dorong orang terdekat kita untuk menerapkannya. Mudah-mudahan dampaknya akan lebih meluas.
Kanker Payudara Ancam Remaja Perokok
Wanita yang saat remaja diketahui menjadi penghisap rokok dikemudian hari akan mengalami resiko yang tinggi terkena kanker payudara. Menurut Dr Janet E Olson dari Mayo Clinic College of Medicine di Rochester Minnesota (AS) mengatakan bahwa resiko kanker payudara dimulai saat sang remaja wanita memutuskan untuk merokok atau tidak.

Penelitian yang dilakukan oleh Dr Olson juga menunjukan bahwa para wanita yang mulai merokok sebelum mengalami kehamilan pertama akan memiliki resiko terkena kanker payudara setelah masa menopause. Sementara bagi wanita yang mengawali kebiasaan merokok setelah melahirkan anak pertama tidak memiliki kecendrungan terkena kanker payudara bila dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah merokok.
"Hasil penelitian kami menunjukan bahwa kanker payudara bisa dicegah saat wanita memasuki masa remaja,' jelas Dr. Janet E. Olson.Dr Olson juga mencataan bahwa target untuk menanggulangi terjadinya kanker payudara pada waniat bisa dicegah saat masih remaja.

Riset juga memberikan hasil yang konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menyebut menunda kehamilan akan menaikan resio terkena kanker payudara.
Alasan utama dari konsistensi ini sangat erat kaitanya dengan perkembangan payudara selama kehamilan dan persalinan dimana biasanya wanita memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi mereka."Jika wanita menunda kehamilan maka resiko itu akan semakin besar dan bisa lebih merusak jika dikombinasikan dengan kebiasaan mereak merokok,' tandas Dr Olson.

    Penelitian sebelumnya menyebut bahwa kebiasan merokok akan membuat seorang wanita memiliki resiko terkena kanker payudara setelah masa `postmenopausal`.
Meski untuk yang satu ini masih diperdebatkan karena penelitian lain menyebut tidak ada hubunganya antara merokok dengan resiko kanker payudara.
Dr Olson dan tim melakukan penyelidikan atas data dari `the Iowa Women's Health Study` dengan kisaran wanita berusia 55 hingga 69 tahun pada tahun 1986 dan kemudian diikuti
sampai 1999.
Secara keseluruhan 37,105 wanita diidentifikasi berisiko kanker payudara termasuk 7,095 wanita yang mulai merokok sebelm mereka mengalami kehamilan pertama. Sementara 4.186 diantaranya merokok setelah kehamilan pertama. Total dari 2,017 wanita diketahui terkena kanker payudara pada masa studi dilakukan.
Seorang wanita yang mengawali kegiatan merokok sebelum melahirkan pertama akan berisiko 21 persen terkena kanker payudara bila dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah merokok.Hasil penelitian Dr Olson dipublikasikan melalui `the journal, Mayo Clinic Proceedings`.Dr Olson memberikan penekanan bahwa hasil penelitian mereka tidak memberikan pengertian bahwa para wanita yang mulai merokok setelah melahirkan pertama akan masuk dalam kategori sehat.Karena menurut Dr Olson, merokok bisa menyebabkan banyak masalah pada kesehatan dan sebaiknya dihindari.
§  Pelajaran Seks Bantu Anak Laki-Laki Bilang "No to Sex"
Suatu program sekolah yang bertujuan mengubah sikap anak-anak terhadap seks, berhasil membantu anak laki-laki menunda berhubungan seks untuk yang pertama kali. Begitu laporan Dr. Karin K. Coyle dari ETR Associates, lembaga riset pendidikan yang bermarkas di Scotts Valley, California, dalam American Journal of Public Health edisi Mei.
Program yang disebut Draw the Line/Respect the Line itu diujicoba di 10 sekolah menengah di kawasan urban California. Sembilan sekolah yang setara juga dikaji sebagai pembanding. Periset mengikuti lebih dari 2.800 siswa kelas enam selama tiga tahun untuk mengetahui apakah sikap dan perilaku mereka berubah atau tidak bila menyangkut persoalan seks.
Diketahui, ketika berada di kelas sembilan, 19 persen anak laki-laki itu telah berhubungan seks. Angka ini lebih kecil daripada murid sekolah yang tidak ikut program, yaitu 27 persen.
Program itu ternyata tidak mempan bagi anak perempuan. Di sekolah yang mengikuti program, anak perempuan yang sudah berhubungan seks ketika mereka berada di kelas sembilan berjumlah 20 persen. Selisih sedikit dibanding anak perempuan dari sekolah yang tidak ikut program, yaitu 22 persen.
Dr. Kanin K. Coyle berpendapat, "perbedaan kekuatan" yang terdapat dalam relasi antara anak perempuan dengan pacarnya, yaitu anak laki-laki yang lebih tua, mungkin memegang peranan mengapa program itu kurang memberi efek pada mereka.
Di kelas delapan pada saat penelitian dilakukan, 30 persen dari anak perempuan itu mengaku sudah berpacaran dengan anak lelaki yang setidaknya berusia dua tahun lebih tua. Dan mereka, "jauh lebih mungkin" untuk berhubungan seks dibanding teman sebayanya.
Menurut Coyle, program itu dirancang guna memberi informasi dasar tentang cara menghindari seks sekaligus risiko akibat hubungan seks yang tidak aman. Para siswa diberi pemahaman tentang "batasan" seksual yang mereka tetapkan sendiri, juga diajak menghargai batasan seksual yang ditetapkan oleh teman mereka. Mereka juga mempelajari HIV dan penyakit menular seksual lain, serta bagaimana menghindarinya.
Tujuan pokok program itu yakni mengampanyekan bahwa menunda hubungan seks adalah pilihan terbaik bagi siswa. Hasil yang diperoleh tidak mengecewakan. Dibanding anak sebaya, mereka yang ikut program memiliki pengetahuan tentang HIV dan penggunaan kondom yang lebih tinggi, lebih memiliki sikap positif untuk menunda hubungan seks, dan lebih berani menetapkan batasan yang lebih ketat bagi diri sendiri dalam hal perilaku seksual
Remaja Membutuhkan Pendidikan Reproduksi
*MASA pancaroba bagi remaja disebut-sebut sebagai periode yang susah-susah gampang bagi orangtua untuk menanganinya. Kebanyakan orangtua mengakui bahwa memberi bekal untuk remaja putri agar mereka mampu menghadapi berbagai gejolak kehidupan sebenarnya tidaklah mudah.
Meski orangtua sudah bersusah payah menyediakan berbagai fasilitas, termasuk pendidikan yang terbaik untuk anak putri mereka, namun toh orangtua takkan sanggup menghindari godaan dunia yang semakin menghadang kehidupan remaja global sekarang ini.
Perkembangan teknologi komunikasi yang menyebar berbagai informasi dan hiburan budaya pop, kini semakin deras dan takkan mungkin bisa dibendung hanya dengan mengurng anak di rumah atau dengan menyediakan berbagai fasilitas canggih di rumah.
Sesuai dengan perkembangannya, anak-anak putri masa kini tak mungkin dipingit seperti cerita novel Siti Nurbaya, karena kehidupan menuntut mereka untuk tampil lebih luwes dan lebih bergaul dengan dunia luar. Dengan demikian, berbagai acara darmawisata, diskotik, nonton, ikut klub olahraga, sudah menjadi bagian acara rutin remaja.
Hampir semua remaja di belahan dunia mana pun sekarang ini berada dalam situasi yang penuh godaan dengan semakin banyaknya hiburan di media yang menyesatkan.
Dengan informasi yang terbatas dan perkembangan emosi yang masih labil, mereka sudah dihadapkan pada berbagai godaan seperti film-film Barat yang menawarkan nilai-nilai sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya Timur.
Itu sebabnya, seorang kepala SMU favorit di Jakarta sangat terperanjat ketika mengetahui ada siswi yang terlibat dalam 'transaksi seks' hanya karena dorongan seks semata bukan uang atau kebutuhan materi lainnya.
Namun yang jelas dari berbagai data empiris yang ada, sebenarnya anak-anak remaja putri itu sangat membutuhkan pendidikan seks yang benar. Diakui, sebagian besar masyarakat memang masih meragukan manfaat pendidikan seks itu bagi remaja putri, namun dengan melihat semakin membangkaknya jumlah remaja yang hamil di berbagai belahan dunia, maka pandangan yang masih ragu-ragu itu agaknya perlu segera menyadarinya.
Kehamilan tak diharapkan:
Data terakhir, sekitar 60 persen kelahiran anak di kalangan remaja di dunia adalah kehamilan yang tak diharapkan. Satu di antara remaja usia 19 tahun tidak mempunyai akses untuk mendapat kontrasepsi.
Lebih dari dua pertiga wanita di negara berkembang mendapat pendidikan kurang dari sembilan tahun, demikian laporan Alan Guttmacher Institute, suatu lembaga penelitian kesehatan nonprofit.
"Kehidupan anak-anak muda ini sungguh mengenaskan," ujar Jeannie Rosoff, presiden lembaga tersebut.
"Sebagian remaja outri itu terpaksa drop out, karena harus segera menikah, dan sebagian lagi mengalamai eksploitasi seks. Namun banyak diantaranya yang tidak ingin menyerah pada nasib, dan berusaha untuk bangkit mengatasi hidupnya," tambahnya.
Ia menyatakan temuannya itu sebagai hasil perbandingan statistik dari 53 negara di seluruh dunia dengan jumlah penduduk sekitar 75 persen dari seluruh penduduk dunia.
Ditemukan, bahwa remaja putri di negara berkembang yang terpaksa keluar dari sekolah, sudah melakukan hubungan seks di bawah usia 20 tahun, menikah muda dan tidak pernah menggunaakan kontrasepsi.
Oleh sebab itu, menurut para akhli, hanya dengan pendidikanlah untuk dapat menyelamatkan remaja putri di seluruh dunia. "Terbukti, anak-anak yang menikah muda ternyata menurun tajam di negara-negara yang dengan serius memperhatikan pendidikan dengan menyediakan akses cukup untuk mendapat pendidikan, sosial, kesehatan," demikian dilaporkan lembaga itu.
"Masih di negara berkembang, banyak wanita sudah mempunyai anak pertama pada usia di bawah 18 tahun, sementara wanita-wanita di desa-desa dengan pendidikan tidak menyukai kontrasepsi, dan hampir semuanya terpaksa melahirkan dan menemui risiko kehamilan yang cukup gawat," demikian laporan itu.
Namun masalah ini sebenarnya bukan urusan negara berkembang saja. Di Amerika Serikat, tujuh di antara 10 remaja yang melahirkan adalah kelahiran yang tak diinginkan.
Jika mereka mampu menunda beberapa tahun saja untuk punya anak atau keluarga, mungkin jumlah anak akan lebih sedikit dan dapat menghindari resiko kehamilan muda, bahkan mungkin mampu menjadi anggota masyarakat yang lebiuh produktif.
Bekal iman, pendidikan, pergaulan yang sehat, serta hubungan yang mesra antara orangtua dengan anak serta keterbukaan dalam ekeluarga merupakan bekal yang amat berharga bagi remaja putri agar mereka dapat meniti kehidupan dengan selamat. (anspek/O-1)



BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Secara umum, studi telah menemukan bahwa anak-anak membutuhkan dukungan dan sumber daya untuk mengurangi stres setelah pengungkapan pelecehan seksual. Reaksi sosial yang negatif untuk pengungkapan benar-benar telah ditemukan dapat merusak kesejahteraan korban. Sebuah studi melaporkan bahwa anak-anak yang menerima reaksi buruk dari orang pertama yang mereka katakan mengenai pelecehan tersebut, terutama jika orang tersebut adalah anggota keluarga dekat, memiliki penilaian yang buruk sebagai orang dewasa pada gejala trauma umum, gejala gangguan stres pasca trauma, dan disosiasi. Studi lain menemukan bahwa dalam kebanyakan kasus ketika anak-anak mengungkapkan pelecehan yang mereka alami, orang yang mereka ajak bicara tidak merespons secara efektif, disalahkan atau menolak anak tersebut, dan mengambil tindakan yang sangat sedikit atau hampir tidak ada untuk menghentikan pelecehan tersebut
  1. Saran

Sebuah cara untuk meminimalkan trauma dan efek yang biasanya dengan memasukkan ke dalam gambaran cara pengasuh orang tua untuk melindungi dan menenangkan anak. Ini biasanya diasumsikan bahwa fokus pada isu-isu anak-anak terlalu lama akan berdampak negatif terhadap pemulihan mereka. Oleh karena itu, pola pengasuhan orangtua dapat mengajarkan anak untuk tidak menyembunyikan sesuatu atau masalah-masalahnya.

No comments:

Post a Comment