TEORI EFEK KOMUNIKASI MASSA

BAB I
PENDAHULUAN

Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan  psikologis. Mengenai efek komunikasi ini telah disinggung dimuka, yakni diklasifikasikan sebagai efek kognitif (Cognitive Effect) tidak efektif (Affective Effect) atau efek konatif yang sering disebut efek behavioral (Behavioral Effect)
Efk kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel, acara penerangan, acara pendidikan dan sebagainya.
Efek efektif berkaitan dengan perasaan, akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi, atau film bioskop, timbul perasaan tertentu pada khalayak. perasaaan akibat terpaan media massa itu bisa bermacam-macam, senang sehingga tertawa terbahak-bahak, sedih sehingga mencucurkan ait mata, takut sampai merinding dan lain-lain perasaan yang hanya bergejolak dalam hati, misalnya perasaan marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, gemas, sinis, kecul dan sebagainya.  Contoh rubrik atau acara media massa yang dapat menimbulkan efek efektif antara lain, pojok, sajak, foto, cerita bergambar, cerita bersambung, sandiwara radio, drama, televisi, cerita film, dan lain-lain.[1]
Efek konatif bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas efek konatif sering disebut juga efek behavioral.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Stimulus Respons
Teori Stimulus Respon ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dari teori ini adalah : (a) pesan (Stimulus); (b) seorang penerima atau receiver (organisme); dan (c) efek (Respon).
Prinsip stimulus respon ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori jarum hipodermik memandang bahwa sebuah pemberitaan media massa diibaratkan sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah audience, yang kemudian audience akan bereaksi seperti yang diharapkan. Dalam masyarakat massa, dimana prinsip Stimulus-Respons mengasumsikan bahwa pesan informasi dipersiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dan dalam keadaan luas. Sehingga diterima oleh jumlah besar individu, buka ditujukan pada orang per orang dan memaksimalkan jumlah penerima dan Respons oleh Audience, sekaligus meningkatkan respons oleh audience.[2]
Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori Stimulus-Respons dengan teorinya  yang dikenal sebagai perbedaan individu  dalam komunikasi massa (Individual differences). Disini diasumsikan, bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota (audience). Teori DeFleur ini secara eksplisit telah mengakui adanya intervensi variabel-variabel psikologis yang berinteraksi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek. Esensi dari model ini fokusnya dengan individu sebagai penerima pesan dari asumsi sebab akibat, dan mendasarkan pada perubahan sikap sebagai ukuran bagi perubahan perilaku.
B.     Teori Inovasi
Salah satu persoalan empiris komunikasi massa adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakat maj, karena terdapat kebutuhan yang terus menerus dalam perubahan sosial dan teknologi, untuk mengganti cara-cara lama dengan teknik-teknik baru.
Everett M. Rogers (1983:165) mengatakan, merumuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dala suatu proses disfusi inovasi, yaitu pertama, pengetahuan: kesadaran individu akan adanya inovasi tersebut berfungsi, kedua, Persuasi: individu membentuk/memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Ketiga, Keputusan: individu terlibat dalam aktivitas pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Keempat, Pelaksanaan: individu melaksanakan keputusannya itu sesuai dengan pilihan-pilihannya.kelima, Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya.
Mengacu kepada penjelasan Sendjaja (2002:2:17), bahwa teori ini mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi  inovasi sebagai berikut:
1.      Teori ini membedakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan anteseden, proses dan konsekuensi. Tahapan yang pertama yang mengacu kepada situasi. Misalnya adopsi inovasi biasanya lebih mudah terjadi pada mereka yang terbuka terhadap perubahan, menghargai kebutuhan akan informasi.
2.      Perlu dipisahkannya fungsi-fungsi yang berbedadari “:pengetahuan”, “persuasi” dan “konfirmasi”,yang biasanya terjadi dalam tahapan proses, meskipun tahapan tersebut tidak harus selesai sepenuhnya/lengkap. Misalnya, beberapa karakteristik yang berhubungan dengan tungkat persuasi. Orang yang tahu lebih awal tidak harus para pemuka pendapat, beberapa penelitian menunjukkan, bahwa ‘tahu lebih awal’ atau ‘tahu belakangan/tertinggal’ berkaitan dengan tingkat sosial-sosial tertentu.
3.      Difusi inovasi biasanya melibatkan berbagai sumber komunikasi yang berbeda (media massa, advertensi atau promosi, penyuluhan atau kontak-kontak sosial yang informal), dan efektivitas sumber-sumber tersebut akan berbeda pada tiap tahap.
4.      Teori ini melihat adanya ‘variabel-variabel penerima’ yang berfungsi pada tahap pertama (pengetahuan), karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel penerima disfusi inovasi.

C.     Komunikasi Dua Tahap
Lazarsfeld mengajukan gagasan mengenai ‘komunikasi dua tahap’ (two step flow) dan kosep ‘pemuka pendapat’.  Sendjaja (2002:5.16), teori komunikasi dua tahap dan konsep pemuka pendapat memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:
a.       Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
b.      Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut.
c.       Ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi.
d.      Individu tidak bersikap sama terhadap pesan media.
e.       Indiviu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar tingkat pergaulan yang lebih tinggi.


BAB III
KESIMPULAN

Komunikasi massa adalah efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi.
Karena efek kognitif  juga berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa tidak jelas.
Dengan demikian seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori jarum hipodermik memandang bahwa sebuah  pemberitaan media massa diibaratkan sebagai obat yang disuntikkan kedalam pembuluh darah audience, yang kemudian audience akan bereaksi seperti yang diharapkan.
Salah satu persoalan empiris komunikasi massa adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi yang mengatakan atau merumuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam suatu proses difusi inovasi yaitu:
1.      Pengetahuan
2.      Persuasi
3.      Keputusan
4.      Pelaksanaa
5.      konfirmasi


DAFTAR PUSTAKA


Prof. Onong Uchjana Efendy, M.A., Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993)

Prof. Dr. H M. Burhan Bungin, S.Sos.,M.Si, Teori, paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Sosiologi Komunikasi), (Jakarta: Kencana, 2007)


[1] Prof. Onong Uchjana Efendy, M.A., Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 318
[2]Prof. Dr. H M. Burhan Bungin, S.Sos.,M.Si, Teori, paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Sosiologi Komunikasi), (Jakarta: Kencana, 2007), ed.1,Cet.2, hal. 277.

No comments:

Post a Comment