TRANSAKSI
JUAL BELI PUPUK KANDANG
MENURUT
PANDANGAN MPU KOTA
LANGSA
A.
Latar Belakang Masalah
Allah
SWT mengatur hubungan lahir antara manusia dengan Allah dalam rangka menegakkan
hablum min Allah dan hubungan antara
sesama manusia dalam rangka menegakkkan hablum
min an-Nas. Yang keduanya merupakan misi kehidupan manusia yang diciptakan
sebagai khalifah di atas bumi.[1]
Dalam hubungan antara sesama
manusia, sangatlah berkaitan dengan harta. Karena ia termasuk salah satu sendi
bagi kehidupan manusia di dunia. Karena tanpa harta atau secara khusus adalah
makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, Allah SWT menyuruh manusia untuk
memperolehnya, memilikinya dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia.
Sebagaimana firman Allah yang
terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 168: “Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,...”
Untuk dapatnya manusia memakan apa
yang terdapat di permukaan bumi ini Allah menyuruh manusia bertebaran di
permukaan bumi ini dan berusaha untuk memperolehnya.[2]
Dalam hal ini harta dapat
diperoleh dalam dua bentuk. Pertama,
memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui suatu transaksi,
seperti jual beli. Kedua, memperoleh
harta secara langsung sebelum dimiliki oleh siapa pun, seperti menghidupkan
(menggarap) tanah mati yang belum ada pemiliknya. Yang mana tanah itu dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki dengan cara bercocok tanam
karena tanah memiliki peranan penting bagi semua kehidupan di permukaan bumi. Misalnya,
untuk lahan perkebunan, lahan pertanian, dan sebagainya.
Dan Islam pun sangat menganjurkan
kaum muslimin untuk bercocok tanam karena manusia akan memperoleh
kebutuhan-kebutuhan pangan dengan jalan bercocok tanam. Anjuran ini tampak dari
hadist Rasulullah SAW:
“Tak seorang muslim pun yang menanam satu tanaman, lalu dimakan oleh
seekor burung atau manusia atau hewan, kecuali baginya merupakan shadaqah”[3]
Upaya para petani untuk menjaga
kesuburan tanah guna memperoleh hasil yang baik. Maka sangatlah penting bagi
para petani memupuk lahannya. Pada umumnya para petani menggunakan pupuk
kandang untuk lahannya dikarenakan pupuk kandang mempunyai manfaat yang sangat
besar dalam menyuburkan tanah.
Pupuk kandang merupakan pupuk yang
berasal dari kotoran hewan, seperti kotoran kambing, sapi dan sebagainya. Pupuk
kandang tidaklah selalu bisa didapatkan sendiri oleh petani, sehingga mereka
sering kali harus membelinya dari pihak lain yang menyediakan pupuk tersebut.
Seperti yang diketahui bahwa pupuk
kandang berasal dari kotoran hewan, yang mana kotoran itu merupakan najis dan
termasuk bagian dari najis mutawassithah
(sedang).[4]
Dan setiap benda najis dilarang oleh Allah SWT untuk diperjualbelikan
karena jual beli merupakan suatu akad
dan dipandang sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun dan
syarat jual beli, yaitu:
a.
Orang
yang beraqad (penjual dan pembeli)
b.
Sighat
(lafal ijab dan kabul)
c.
Ada
barang yang dibeli
d.
Ada
nilai tukar pengganti barang[5]
Dan syarat barang yang
diperjualbelikan, diantaranya:
a. Barang yang
diperjualbelikan mestilah bersih (suci) materinya.
b. Barang yang
diperjualbelikan adalah sesuatu yang bermanfaat.
c. Barang yang dijadikan
objek transaksi merupakan milik orang yang melakukan transaksi.
d. Barang yang
diperjualbelikan berada di tangannya atau dalam kekuasaan dan dapat diserahkan
sewaktu terjadi transaksi, dan tidak mesti berada dalam majlis akad. Umpamanya
tersimpan di gudang penyimpanan yang berjauhan letaknya.
e. Barang yang dijadikan
objek transaksi itu mestilah sesuatu yang diketahui secara transparan, baik
kuantitas maupun jumlahnya; bila dalam bentuk sesuatu yang ditimbang jelas
timbangannya dan bila sesuatu yang ditakar jelas takarannya.[6]
Berdasarkan rukun dan syarat jual
beli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pupuk kandang merupakan benda yang
tidak suci (najis) dikarenakan ia berasal dari kotoran binatang, namun ia dapat
membawa manfaat terhadap kesuburan tanah. Dalam hal ini, masyarakat khususnya
petani mendapatkan pupuk kandang dengan cara membeli pada pihak yang menyediakan
pupuk tersebut.
Di Kota Langsa Pupuk kandang
diperjualbelikan, padahal di dalam hukum Islam kotoran hewan (najis) tidak sah
untuk diperjualbelikan, karena tidak tercukupi oleh syarat daripada barang yang
diperjualbelikan. Ini merupakan permasalahan mu’amalah, namun di Kota Langsa
terdapat salah satu lembaga yang otoritasnya mengatur, memberi arahan, serta
bimbingan kepada masyarakat mengenai
masalah keagamaan, kebijakan daerah, serta ekonomi umat. Lembaga tersebut ialah Majelis Permusyawaratan Ulama
(MPU).
Berdasarkan latar belakang di
atas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang berkaitan dengan jual
beli pupuk kandang dengan judul “TRANSAKSI JUAL BELI PUPUK KANDANG MENURUT
PANDANGAN MPU KOTA LANGSA”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pandangan MPU
Kota Langsa terhadap transaksi jual beli pupuk kandang?
2. Apakah ada cara mendapatkan pupuk
kandang selain dengan akad jual beli?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pandangan
MPU Kota Langsa terhadap transaksi jual beli pupuk kandang
2. Untuk mengetahui cara
mendapatkan pupuk kandang selain dengan akad jual beli.
b. Kegunaan Penelitian:
Adapun kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai rujukan atau
pengetahuan mengenai jual beli pupuk kandang.
2. Secara praktis
Penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa/i atau masyarakat sebagai tolak ukur dalam
mendapatkan pupuk kandang.
D.
Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadi
kesalahpahaman dan kekeliruan para pembaca, penulis perlu menjelaskan maksud
dan pengertian istilah-istilah yang terdapat dalam judul proposal ini.
Adapun yang perlu penulis jelaskan
antara lain adalah:
1.
Transaksi
Transaksi adalah
peralihan hak dan kepemilikan dari satu tangan ke tangan orang lain.[7] Transaksi (‘Aqad)
yaitu pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan
menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada objek
perikatan.[8]
Secara umum transaksi
dapat diartikan sebagai kejadian ekonomi/keuangan yang melibatkan dua pihak
(seseorang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan
pertukaran, melibatkan diri dalam perikatan usaha, pinjam meminjam atas dasar
sama-sama suka ataupun atas dasar suatu ketetapan hukum atau syariah yang
berlaku.[9]
2.
Jual
beli
Menurut
bahasa jual beli ialah mengambil sesuatu dan memberi sesuatu. Sedangkan menurut
syari’at jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan
untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan.[10]
3.
Pupuk
kandang
Pupuk
kandang adalah olahan kotoran hewan yang biasanya ternak dan diberikan pada
lahan pertanian untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah.[11] Pupuk
kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya
sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh
masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam. Selain berbentuk
padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing
(urine) hewan.[12]
4.
MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Kota Langsa
MPU Kota Langsa yang penulis
maksud adalah sebuah lembaga yang
di dalamnya terdapat kumpulan ulama-ulama baik dari dayah maupun non-dayah yang bertugas mengatur
pelaksanaan dakwah, memberi arahan/bimbingan terhadap masyarakat.
E.
Kajian
Pustaka
Kajian pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa banyak orang lain yang sudah membahas permasalahan yang berkaitan
dengan jual beli. Dari pengamatan yang penulis lakukan dengan menelusuri
penelitian-terdahulu. Penulis
menemukan beberapa judul skripsi yang terkait dengan jual beli diantaranya:
a. Jual
beli darah dan problematika menurut hukum Islam. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa transfusi darah dibolehkan untuk menyelamatkan jiwa seseorang
yang kehabisan darah karena tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan jiwa orang
itu, kecuali dengan transfusi. Hukum mendonorkan darah adalah boleh dengan
syarat tidak menjual darahnya karena Rasulullah saw bersabda dalam hadits Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Sesungguhnya
jika Allah mengharamkan sebuah kaum untuk memakan sesuatu maka Allah akan
haramkan harganya”. Sedangkan darah termasuk dari hal-hal yang dilarang
untuk memakannya, sehingga harganya pun diharamkan untuk diperjualbelikan.[13]
b. Praktek
transaksi jual beli buah-buahan sebelum tampak islahya disimpulkan bahwa
transaksi jual beli buah-buahan sebelum tampak islahya menurut perspektif hukum
Islam hukumnya haram karena termasuk dalam transaksi jual beli gharar yaitu
jual beli barang yang tidak dapat dipegang/diraba. Hukum jual beli yang dipakai oleh masyarakat Desa
Tualang Kec. Seruway Kab. Aceh Tamiang tidak berdasarkan hokum Islam, tetapi
berdasarkan kebiasan yang telah dilakukan secara turun-temurun dari dahulu.[14]
c.
Hukum
Jual Beli Organ Tubuh manusia menurut Yusuf Qardhawi. Disimpulkan bahwa para
ulama fiqh (pakar hukum Islam) klasik sepakat bahwa donor organ tubuh manusia
dengan organ tubuh manusia boleh selama organ lainnya tidak didapatkan.
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi jual beli organ tubuh dengan alasan apapun
tidak dibenarkan dalam Islam, karena organ tubuh adalah pemberian Allah yang
sangat berharga jika dijual kepada orang lain, maka sulit untuk diperoleh lagi.[15]
Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
secara tekstual belum ada yang membahas
terkait permasalahan jual beli pupuk kandang. Oleh karena itu, disini penulis termotivasi
untuk meneliti permasalahan tersebut. Terkait dengan jual beli pupuk kandang,
dalam hukum fiqh jual beli ini tidak shah. Namun terdapat khilaf
(perbedaan pendapat) di kalangan ulama. Ada yang mengharamkannya
karena dianggap hina dan ada yang membolehkannya karena ada unsur manfaatnya. Jadi,
disini lebih jelasnya penulis ingin mengetahui bagaimana pendapat MPU terhadap
transaksi kual beli pupuk kandang.
F.
Metodologi
Penelitian
Metodologi penelitian adalah
sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu
disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan
analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang
sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha
yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang
memerlukan jawaban
a. Pendekatan Penelitian
Metode
pendekatan penelitian adalah pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif, dimana data yang dasarnya berusaha untuk
mendeskripsikan permasalahan secara berupa
dikumpulkan kata-kata tertulis, lisan dan perilaku yang dapat diamati.
b. Sumber Data
Adapun yang menjadi data dalam penelitian ini adalah data atau
informasi yang diperoleh dari informan yang dianggap paling mengetahui secara mendetail
dan jelas mengenai fokus permasalahan yang diteliti, yaitu transaksi jual beli
pupuk kandang menurut MPU Kota Langsa. Maka yang menjadi subyek atau informan
adalah pihak yang berada dalam ruang lingkup MPU Kota Langsa yang dianggap
mengetahui obyek yang diteliti.
Penentuan
informan dalam penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling, yakni
dengan memilih orang-orang yang diduga dan diyakini mengetahui permasalahan
penelitian.
c.
Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
dikumpulkan melalui dua cara yaitu:
1.
Wawancara
Wawancara
adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh
pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau
direkam. Teknik wawancara yang digunakan disini merupakan wawancara mendalam
dikarenakan wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaannya dan
susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara.[16]
2.
Penelitian
Kepustakaan
Teknik penelitian
kepustakaan ini digunakan dalam rangka memperoleh data sekunder, yaitu dengan
cara membaca, mengkaji dan mempelajari berbagai dokumen serta bahan-bahan yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
d.
Analisis Data
Sesuai
dengan pendekatan yang digunakan, maka analisis data dilakukan dengan teknik
sebagai berikut :
1. Reduksi data, yaitu proses berupa membuat singkatan, coding, memusatkan
tema, dan membuat batas-batas permasalahan. Reduksi data merupakan bagian dari
analisis yang mempertegas, memperpendek dan membuat focus sehingga kesimpulan
akhir dapat dilakukan.
2. Penyajian data, yaitu suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat penyajian data,
peneliti akan mengerti apa yang terjadi dalam bentuk yang utuh.
3. Penarikan kesimpulan. Dari awal pengumpulan data, peneliti harus sudah
mengerti apa arti dari hal-hal yang ia temui dengan melakukan
pencatatan-pencatatan data. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif
untuk ditarik suatu kesimpulan.
G.
Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan : Terdiri dari enam sub bab diantaranya memuat latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan istilah, sistematika
pembahasan.
BAB II Landasan Teori : Terdiri
dari empat sub bab, yaitu landasan teori berisi tentang pengertian jual beli,
dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, bentuk-bentuk jual beli,
serta transaksi jual beli pupuk kandang menurut hukum Islam.
BAB III Metodologi Penelitian : Terdiri dari lima sub bab yaitu, jenis data yang
diperlukan, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan pedoman
penulisan.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan :
Terdiri dari 4 sub bab, yaitu
gambaran umum MPU Kota Langsa, Pendapat MPU Kota Langsa mengenai transaksi jual
beli pupuk kandang, Cara mendapatkan Pupuk Kandang Selain dengan Akad Jual
Beli, dan analisis hasil penelitian.
BAB V Penutup : Terdiri
dari dua sub bab, yaitu kesimpulan mengenai transaksi jual beli pupuk kandang,
serta saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Assal, Ahmad Muhammad dan Abdul Karim, Fathi Ahmad., Sistem, Prinsip dan Tujuan
Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Ali
Hasan, M.,
Berbagai
Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Ed. 1, Cet. 2
Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2004.
Alu
Bassam, Abdullah
bin Abdurrahman.,
Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, Cet. 1 Jakarta: Darul Falah, 2002.
Aminah,
Siti., Hukum
Jual Beli Organ Tubuh manusia menurut Yusuf Qardhawi, Skripsi, STAIN ZCK, Langsa, 2012.
Distan, Pupuk-Kandang, http://distan.riau.go.id
(29 November 2013)
Ghazaly,
Abdul Rahman, et.al, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet. 1 Jakarta: Kencana,
2010.
Iqbal
Hasan, M., Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Cet.1 Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Marliani,
Juni., Praktek Transaksi Jual Beli
Buah-buahan sebelum tampak Islahnya di Desa Tualang Kec. Seruway Kab. Aceh
Tamiang, Skripsi, STAIN ZCK, Langsa, 2012.
Muzakir, Jual Beli Darah dan Prolematika Menurut
Hukum Islam, Skripsi, STAIN ZCK, Langsa, 2012.
Rifa’i,
Moh., Ilmu Fiqh Lengkap, Semarang: Toha Putra, 1978.
Soekanto,
Soerjono., Pengantar Penelitian
Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.
Syarifuddin,
Amir., Garis-Garis Besar Fiqh, Ed.1,
Cet. 2 Jakarta: Kencana, 2003.
Zulkifli,
Sunarto., Dasar-Dasar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2003.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Jual Beli
Jual
beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu.[17] (ilmu fiqh lgkp, h. 402)
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh
disebut al-ba’i yang menurut
etimologi berarti menjual atau mengganti. Kata al-ba’i dalam Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yaitu kata al-Syira’ (beli). Dengan
demikian kata al-ba’i berarti jual,
tetapi sekaligus juga berarti beli.[18] (fiqh muamalat,h.67)
Arti
kata al-ba'i dalam penggunaann
sehari-hari mengandung arti "saling tukar" atau tukar menukar. Dalam
al-Quran banyak terdapat kata baa'a dan
derivasinya dengan maksud yang sama dengan arti bahasa.
•
Dasar Hukum Jual Beli
•
Rukun dan Syarat Jual Beli
•
Bentuk-bentuk Jual Beli
•
Transaksi Jual Beli Pupuk Kandang
Menurut Hukum Islam
a. Pengertian Jual Beli
Jual Beli menurut bahasa adalah mengambil sesuatu dan
memberi sesuatu. Menurut syari’at ialah tukar-menukar harta dengan harta yang
dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan
perbuatan.[19]
Ulama Hanafiyah mendefenisikan jual beli dengan “Saling
menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”, atau, “Tukar menukar sesuatu
yang diingini dengan yang sepadan melalui cara-cara tertentu yang bermanfaat.”[20]
Menurut Sayyid Sabiq, jual beli yaitu pertukaran harta
atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan.[21] Lain
halnya dengan Abu Qudamah yang memberi defenisi, jual beli adalah saling
menukar harta dengan harta dalam kbentuk pemindahan milik dan kepemilikan.[22]
Dalam
kitab Al-Bajuri, makna jual beli menurut syara’ yaitu memiliki harta benda (‘ain
maliyah) dengan imbalan dengan izin syara’ atau memiliki manfaat yang
dibolehkan atas selama-lama dengan harga
harta.[23]
Sedangkan
menurut pasal 1457 KUHPerdata, jual
beli adalah suatu persetujuan di mana pihak yang satu berjanji mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar harga
yang telah dijanjikan.[24]
b. Dasar
Hukum Jual Beli
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT. Berfirman :
-------------------------
“Allah
menghalalkan jual beli dan mengharam riba”. (Al-Baqarah:
275)
Sabda
Rasulullah saw. :
--------------------------------
“Dari
Rifa’ah bin Rafi’ ra. : Bahwasanya Nabi saw. Ditanya : Pencarian apakah yang
paling baik? Beliau menjawab : “Ialah
orang yang bekerja dengan tangan nya, dan tiap jual beli yang diberkati.” (HR. Al-Bazzar dan disahkan Hakim)[25]
c. Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli hanya satu,
yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan kabul (ungkapan menjual dari penjual).
Menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha/taradhi)
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena
unsur kerelaan itu merupakan unsure hati yang sulit untuk diindra sehingga
tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari
kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan kabul , atau melalui cara saling memberikan
barang dan harga barang.
Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual
beli itu ada empat, yaitu:
1)
Ada orang yang beraqad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).
2)
Ada sighat (lafal ijab
dan kabul ).
3)
Ada barang yang dibeli.
4)
Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang beraqad, barang
yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli,
bukan rukun jual beli.[26]
Menurut jumhur Ulama, syarat jual beli sesuai dengan
rukun jual beli yang telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
1)
Syarat
orang yang berakad
Ulama fikih sepakat, bahwa orang
yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat:
a) Berakal. Dengan demikian, jual beli yang
dilakukan anak kecil yang belum berakal
dan orang gila, hukumnya tidak sah.
b) Orang yang melakukan akad itu adalah orang
yang berbeda. Maksudnya, seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli dan
penjual dalam waktu yang bersamaan.
2)
Syarat
yang terkait dengan ijab kabul
Ulama fikih menyatakan bahwa syarat ijab dan kabul adalah sebagai berikut:
a) Orang yang mengucapkannya telah akil baligh
dan berakal
b) Kabul sesuai dengan ijab
c) Ijab dan Kabul
dilakukan dalam satu majelis[27]
3)
Syarat
yang diperjualbelikan
a) Barang itu ada, atau tidak ada di tempat,
tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi
manusia.
c) Milik seseorang.
d) Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung,
atau pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad berlangsung.[28]
4)
Syarat
nilai tukar (harga barang)
Ulama fikih mengemukakan syarat
harga barang sebagai berikut:
a) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus
jelas jumlahnya.
b) Dapat diserahkan pada saat waktu akad
(transaksi), sekali pun secara hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu
kredit. Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu
pembayarannya pun harus jel as waktunya.
c) Apabila jual beli itu dilakukan secara barter
maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara’
seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam
pandangan syara’.[29]
d. Bentuk-bentuk Jual Beli
e. Jual Beli Pupuk Kandang menurut Hukum Islam
2.
Kerangka
Teoritis
a.
Pedoman Penulisan
Pedoman
penyusunan dan penelitian ini berpedoman pada buku panduan penulisan karya
ilmiah yang diterbitkan oleh jurusan Syari’ah STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa
Tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Assal, Ahmad Muhammad dan Abdul Karim, Fathi Ahmad., 1999, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi
Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Al-Bajuri, Ibnu Qasim., Hasyiyah
al-Bajuri , Juz I Jeddah: Al-Haromain.
Ali
Hasan, M.,
2004, Berbagai
Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Ed. 1, Cet. 2
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Alu
Bassam, Abdullah
bin Abdurrahman.,
2002, Syarah
Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, Cet. 1 Jakarta: Darul
Falah.
Distan,
Pupuk-Kandang, http://distan.riau.go.id (29 November 2013)
Djakfar,
Muhammad., 2009, Hukum Bisnis, Cet.1
Malang: UIN-Malang Press.
Ghazaly, Abdul Rahman,
et.al, 2010, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet. 1 Jakarta: Kencana,.
Rifa’i,
Moh.,
1978,
Ilmu
Fiqh Lengkap, Semarang: Toha Putra.
Sabiq, Sayyid., 1990, Fikih Sunnah, Jilid 12,
Cet. 2 Bandung :
Al-Ma’arif.
Soekanto, Soerjono., 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press.
Syarifuddin, Amir., 2003,
Garis-Garis
Besar Fiqh, Ed.1, Cet. 2 Jakarta: Kencana.
Zulkifli, Sunarto., 2003, Dasar-Dasar Akuntansi Syari’ah, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
mendeskripsikan ...................................
•
Jenis dan sumber data
• Sumber data primer
Sumber data primer merupakan keterangan yang diperoleh
secara langsung dari sumber pertama yaitu pihak-pihak yang dipandang mengetahui
obyek yang diteliti. Obyek yang diteliti disini ialah orang yang paling
mengetahui yaitu : Kepala MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Kota Langsa.
• Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya
mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder ini meliputi buku-buku,
jurnal, hasil penelitian, koran, artikel, majalah yang berhubungan dengan judul
penelitian ini seperti buku : Berbagai
Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Garis-Garis Besar Fiqh, Fiqh
Muamalah, Ilmu Fiqh Islam Lemgkap, dan sebagainya.
[1] Amir Syarifuddin, Garis-Garis
Besar Fiqh, Ed.1, Cet. 2 (Jakarta: Kencana, 2003), h. 175.
[2] Ibid., h. 177.
[3] Ahmad Muhammad Al-‘Assal dan
Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 1999), h. 54-55.
[4] Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqh
Lengkap, (Semarang: Toha Putra, 1978), h. 48.
[5] M. Ali Hasan, Berbagai Macam
Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2004), h. 118.
[6] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar
Fiqh,..., h. 196-198.
[7] Amir Syarifuddin, Garis-Garis
Besar Fiqh,..., h. 189.
[8] M. Ali Hasan, Berbagai Macam
Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),..., h. 101.
[9] Sunarto Zulkifli, Dasar-Dasar
Akuntansi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), h. 10
[10] Abdullah bin Abdurrahman Alu
Bassam, Syarah Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, Cet. 1 (Jakarta:
Darul Falah, 2002), h.
667.
[12] Distan, Pupuk-Kandang, http://distan.riau.go.id
(29 November 2013)
[13] Muzakir, Jual Beli Darah dan Prolematika Menurut Hukum Islam, (Skripsi,
STAIN ZCK, Langsa, 2012), h. 62.
[14] Juni Marliani, Praktek Transaksi Jual Beli Buah-buahan
sebelum tampak Islahnya di Desa Tualang Kec. Seruway Kab. Aceh Tamiang, (Skripsi,
STAIN ZCK, Langsa, 2012), h. 59.
[15] Siti Aminah, Hukum Jual Beli Organ Tubuh manusia menurut
Yusuf Qardhawi, (Skripsi, STAIN ZCK,
Langsa, 2012), h. 71.
[16] M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok
Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Cet.1 (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), h. 85.
[19] Abdullah bin Abdurrahman Alu
Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, Cet. 1 (Jakarta: Darul
Falah, 2002), h. 667.
[22] Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 12, Cet. 2 (Bandung: Al-Ma’arif, 1990), h.
48.
[23]
Ibnu Qasim Al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri , Juz I (Jeddah: Al-Haromain),
h. 339-340.
[26] Abdul
Rahman Ghazaly, et.al, Fiqh Muamalat, Ed. 1, Cet. 1 (Jakarta : Kencana, 2010), h. 71.
No comments:
Post a Comment