BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang
semakin meningkat dengan pesat dewasa ini, penggunaan alat-alat lalu lintas
pembayaran giral (uang giral) seperti Cek, Bilyet Giro, Nota Kredit, dan
lain-lain sebagai alternatif pembayaran disamping uangkartal dalam transaksi
perdagangan dan jasa semakin lazim digunakan di Indonesia.
Kecenderungan para pelaku ekonomi dalam
melakukan penyelesaian transaksi perekonomian menggunakan dana yang tersimpan
di rekening bank melalui proses kliring dan penyelesaian akhir (setelmen) di
bank sentral (Bank Indonesia) antara lain disebabkan oleh adanya beberapa
keunggulan pembayaran dengan menggunakan alat lalu lintas giral dibandingkan
dengan uang tunai, antara lain faktor efektivitas, efisiensi dan keamanan.
Penyelenggaraan kliring antar bank tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah cara pembayaran dalam upaya memperlancar
transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan (bank peserta kliring) dan
Bank Indonesia yang bertindak sebagai penyelenggara kliring.
Di tempat yang lain, pengiriman uang (transfer)
merupakan salah satu jasa dalam dunia perbankan yang banyak digunakan oleh
masayarakat. Penggunaannya bermacam-macam, baik dilakukan melalui surat kawat
maupun secara tertulis. Karena transfer biasa dilakukan didalam negeri maupun
diluar negeri yang dapat dilaksanakan dalam bentuk valuta asing maupun dalam
bentuk rupiah.
Transfer merupakan jasa pengiriman uang baik
antar bank yang sama ataupun kepada Bank yang berbeda. Jasa transfer dapat
dibuat di dalam wilayah yang sama, ke daerah lain maupun ke Luar Negri. Sarana
yang digunakan dalam jasa transfer ini tergantung kemauan nasabah, dan hal
tersebut akan mempengaruhi kecepatan pengiriman dan besar kecilnya biaya
pengiriman.
Permasalahan yang terakhir yaitu tentang
sistem Real-Time Gross Settlement (RTGS). Selama beberapa
tahun belakangan ini hampir semua negara-negara maju yang tergabung
dalam G -10countries telah menerapkan sistem Real-Time
Gross Settlement (RTGS) untuk transaksi transfer antar bank. Penerapan
sistem BI-RTGS di Indonesia telah dimulai sejak tanggal 17 November
2000 dengan nama Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS). Kehadiran sistem BI-RTGS di
Indonesia dinilai sangat penting mengingat transaksi pembayaran
bernilai besar (High Value Payment System – HVPS) yang memiliki
potensi terjadinya risiko sistemik sebelum adanya sistem BI-RTGS,
menempati bagian mayoritas (hampir 2/3) dari seluruh transaksi
pembayaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KLIRING
1. Pengertian Kliring
Dalam pasal 16 UU No. 23 Tahun 1999, bahwa
Kliring adalah suatu kegiatan pertukaran warkat atau data keuangan elektronik
antarbank baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu.[1]
Dalam redaksi yang lain, pengertian kliring
ialah sarana perhitungan warkat antarbank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia
guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Hal ini termasuk
dalam tugas bank Indonesia dalam pembinaan perbankan di Indonesia guna
memperluas, memperlancar serta mengatur lalu lintas pembayaran giral antarbank
yaitu kegiatan bayar-membayar dengan warkat bank yang diperhitungkan atas beban
dan untuk kepentingan rekening nasabah bank yang telah ditetapkan.[2]
Secara umum manfaat yang dapat ditarik oleh berbagai pihak yang terkait dengan
sistem pembayaran dengan adanya penyelenggaraan kliring untuk transaksi antar
bank adalah:
a) Bagi
masyarakat, memberikan alternatif dalam melakukan suatu pembayaran (transfer
of value) efektif dan efisien dan aman.
b) Bagi bank,
merupakan salah satu advantage service kepada nasabah,
menjadi fee based income, juga dapat menjadi salah satu upaya dalam
menggalang dana pihak ketiga (nasabah) untuk kepentinganportfolio fund.
c) Bagi Bank Sentral sebagai
penyelenggara, dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu
bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat, baik antar nasabah
bank maupun antar bank sehingga dapat menentukan kebijakankebijakannya secara
lebih akurat dan tepat.[3]
2. Penyelenggaraan Kliring
Ketentuan khusus bagi bank pelaksana kliring sebagai berikut:
Berkewajiban untuk melaksanakan
penyelenggaraan kliring sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Menyampaikan laporan-laporan
tentang data-data kliring setiap minggu bersama-sama dengan laporang mingguan
kepada Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang bersangkutan
Untuk mempermudah bank
penyelenggara kliring dalam penyedian uang kartal, maka ditentukan bahwa hasil
kliring hari itu dapat diperhitungkan pada rekening bank tersebut pada bank
Indonesia.
Sedangkan Syarat-syarat bank untuk dapat
menyelenggarakan kliring lokal antara lain:
a) Kemampuan
Administrasi
b) Tenaga Pimpinan
danPelaksanaan
c) Ruang Kantor
d) Peralatan Komunikasi
e) Ditunjuk oleh
BI
Peserta kliring adalah bank-bank umum untuk
pemerintah atau swasta yang berada di wilayah kliring tertentu yang
dikoordinator oleh bank Indonesia atau bank yang telah ditunjuk. Wakil Peserta
kliring ditunjuk oleh bank peserta sekurang-kurangnya dua orang wakil tetap
pada lembaga kliring.
Wakil golongan “A” berwenang untuk membuat,
mengubah, memberikan tanda terima tanda terima dan menandatanganin daftar rekafitulasi.
Neraca dan Bilyet saldo kliring.Wakil golongan “B” berwenang sama dengan
golongan A serta mengubah dan menambah serta menandatangani surat penolakan
kliring.
Pada dasarnya kegiatan ini bertujuan untuk
Memperlancar lalu lintas pembayaran giral, Pelayanan terhadap nasabah, dan
Perhitungan / penyelesaian utang piutang diharapkan menjadi lebih mudah cepat
dan aman juga efisien
3. Jenis Transaksi Kliring
Setoran Kliring; yaitu Warkat Bank
lain yang disetorkan kerekening nasabah.
Tarikan KLiring; yaitu Warkat yang
ditagihkan penarik dari Bank lain kepada rekening tertarik.
Kiriman Uang Masuk; Pemindahan dana
dari Bank lain.
Kiriman Uang Keluar; yaitu
Pemindahan dana ke Bank kain.
Tolakan Keluar; yaitu Warkat
penarikan kliring yang ditolak pembayarannya atau tidak memenuhi syarat baku.
(saldo,tanggal,tanda tangan,pengisian dll)
Tolakan Masuk; yaitu Warkat setoran
kliring yang ditolak pembayarannya oleh Bank lain.
a) Sistem Manual
Sistem manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilihan warkat
dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses sistem manual,
perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta
kliring.
b) Sistem Semi
Otomasi
Yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan
dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan
pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
c) Sistem otomasi
Yaitu penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo kliring dan pemilahan warkat
dilakukan penyelenggara secara otomasi. Pada proses sistem otomasi, perhitungan
kliring akan didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta kliring sesuai
dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
d) sistem kliring
nasional
sistem kliring nasional bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI adalah
sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit
yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.[5]
5. Warkat
– Warkat Kliring
Warkat adalah alat lalu lintas pembayaran giral
yang diperhitungkan dalam kliring. Sesuai SEBI No. 14/8/UPBB tgl.10
September 1981 yang terdiri dari:
a) Cek
b) Bilyet Giro
c) Surat Bukti
Penerimaan Transfer
d) Wesel Bank untuk
Transfer
e) Nota Debet
f) Nota
Kredit
Yang dinyatakan dalam uang rupiah dan bernilai
nominal penuh, serta telah jatuh tempo pada waktu di kliringkan.
Warkat yang tidak tersebut diatas hanya dapat diperhitungkan sebagai
lampiran nota debet/kredit yang dikeluarkan oleh peserta yang
bersangkutan.Surat -surat berharga dalam kliring misalnya:cek, wesel, bilyet
giro, nota kredit dan surat lainnya yang kesemuanya dinyatakan dalam uang
rupiah dan menurut pimpinan kliring dapat diperhitungkan melalui kliring.
Warkat-Warkat yang dapat di kliringkan adalah :
a) Cek
b) Bilyet Giro
c) Wesel Bank
d) LLG
e) Surat Bukti
Transfer
f)
Sertifikat Deposito[6]
B. TRANSFER
1. Pengertian Transfer
Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk
memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat
yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima
transfer. Baik transfer uang keluar atau masuk akan mengakibatkan adanya
hubungan antar cabang yang bersifat timbal balik, artinya bila satu cabang mendebet
cabang lain mengkredit.
Pengiriman uang dibagi menjadi dua yaitu :
·
Pengiriman uang keluar (transfer keluar)
·
Pengiriman uang masuk (transfer masuk
2. Jenis Transfer
A. Transfer Keluar
Salah satu jenis pengiriman uang yang dapat
menyederhanakan lalu lintas pembayaran adalah dengan pengiriman uang keluar.
Media untuk melakukan transfer ini adalah secara tertulis ataupun melalui
kawat. Adalah salah satu jenis pengiriman uang yang dapat menyederhanakan lalu
lintas pembayaran adalah dengan pengiriman uang keluar (transfer keluar). Media
untuk melakukan transfer ini adalah dengan secara tertulis (Mail Transfer)
ataupun melalui surat kawat (Wire Transfer).
Keuntungan bagi bank yang melakukan transfer
keluar adalah sebagai sarana untuk menciptakan pendapatan dalam bentuk komisi,
peningkatan pelayanan kepada para nasabah, peningkatan pangsa pasar bank, dan
segi promosi lainnya.
Pengiriman oleh bank dilakukan dengan cara
memerintahkan cabang lain untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada
beneficiary (orang yang berhak menerima transfer) yang berdomisili di kota
tertentu.dengan demikian terjadi hubungan antar kantor antar cabang pemberi
amanat dan pembayar transfer.
Contoh : Seorang nasabah Bank XYZ Cabang Jakarta
Tn. Sadino hendak mengirmkan uang dengan kawat kepada rekannya nasabah giro
bank XYZ Cabang Bandung sebesar Rp 10.000.000,- untuk jasa in Nn. Neyzha
dikenakan komisi transfer Rp 10.000,- dan ongkos kawat sebesar Rp 15.000,-
pembayaran dilakukan dengan menarik selembaran cek giro termasuk seluruh biaya
dan komisi. Pada saat menerima amanat ini bank XYZ-Jakarata akan membukukan :
D : Giro rekening Tn. Sadino …………………. Rp
10.000.000,-
K : Pendapatan komisi Transfer………………… Rp 10.000,-
K : Pendapatan Ongkos Kawat…………………..Rp 15.000,-
K : RAK Cabang Bandung………………………Rp 10.000.000,-
@ Pembatalan Transfer keluar
K : Pendapatan komisi Transfer………………… Rp 10.000,-
K : Pendapatan Ongkos Kawat…………………..Rp 15.000,-
K : RAK Cabang Bandung………………………Rp 10.000.000,-
@ Pembatalan Transfer keluar
Pembatalan transfer keluar hanya bisa dilakukan
apabila transfer keluar belum dibayarkan kepada si peneriama uang, untuk itu
bank pemberi amanat harus memberi perintah “Stop Payment” kepada cabang
pembayar. Pembayaran pembatalan ini baru dapat dilakukan oleh bank pemberi
amanat apabila telah terima berita konfirmasi dari bank pembayar bahwa memang
transfer yang dimaksud belum dibayarkan.
Contoh : Tn. Mujahid yang telah memberikan amanat kepada bank ABC – Jakara
dua minggu yang lalu untuk mengirimkan uang dengan kawat kepada rekannya di
cabang Bandung sebesar Rp 2.000.000,- datang kembali untuk membatalkan
transfernya, untuk itu ia dikenakan ongkos kawat sebesar Rp 15.000,- yang dibayarnya
tunai. Hasil pembatalan transfer agar disetorkan untuk
keuntungan rekening tabungan.
Pada saat menerima amanat ini, bnak ABC-Jakarta
akan membukukan :
D : KAS………………………………Rp 15.000,-
K : RAK-Cabang Bandung…………...Rp 15.000,-
K : RAK-Cabang Bandung…………...Rp 15.000,-
Setelah bank ABC-Jakarta menerima konfirmasi
berita bahwa transfer tersebut memang belum dibayarkan kepada beneficiary yang
berhak menerima transfer tersebut, maka bank ABC-Jakarta membukukan sebagai
berikut :
D : RAK Cabang Bandung……………Rp 1.000.000,-
K : Tabungan-rekening Tn. Mujahid………Rp 1.000.000,-
B. Transfer Masuk
K : Tabungan-rekening Tn. Mujahid………Rp 1.000.000,-
B. Transfer Masuk
Transfer masuk, dimana bank menerima amanat dari
salah satu cabang untuk membayar sejumlah uang kepada seseorang beneficiary.
Dalam hal ini bank pembayar akan membukukan hasil transfer kepada rekening
nasabah beneficiary bila ia memiliki rekening di bank pembayar. Transfer masuk
tidak dikenakan lagi komisi karena si nasabah pemberi amanat telah dibebankan
sejumlah komisi pada saat memberikan amanat transfer.
Selain transfer keluar juga ada transfer masuk
dimana bank menerima amanat dari salah satu cabang untuk membayar sejumlah uang
kepada seseorang (beneficiary). Dalam hal ini bank pembayar akan membukukan
hasil transfer kepada rekening nasabah beneficiary bila ia memiliki rekening di
bank pembayar.
Dalam hal transfer masuk ditujukan kepada bukan
nasabah bnak pembayar, hasail transfer akan ditampung dalam rekening “ Hasil
Transfer Yang dapat Dibayar “. Rekening ini akan tetap outstanding hingga hasil
transfer dibayarkan kepada beneficiary.
Contoh : Bank ABC cabang Bandung menerima
transfer masuk dari bnak ABC cabang Jakarta sebesar Rp 8.000.000,- unutk
keuntungan rekening giro nasabahnya Tn. Mujahid, pada saat menerima transfer
masuk ini, bank ABC_Bandung membukukan sebagai berikut :
D : RAK-Cabang Jakarta………………………..Rp 8.000.000,-
K : Giro-keuntungan Tn. Mujahid……………..…….Rp 8.000.000,-
K : Giro-keuntungan Tn. Mujahid……………..…….Rp 8.000.000,-
Pada saat orang yang menerima transfer datang
hendak mencairkan transfers secara tunai, oleh bank ABC cabang Jakarta akan
dibukukan sebagai berikut :
D : Hasil transfer yang dapat dibayar……………Rp
8.000.000,-
K : Kas…………………………………………...Rp 8.000.000,-
K : Kas…………………………………………...Rp 8.000.000,-
Transfer masuk dikenakan lagi komisi sebab
kepada nasabah si pemberi amanat telah dibebankan komisi pada saatmemberikan
amanat transfer.
Keuntungan yang diharapakan adalah dari lamanya
dana yang mengendap : yaitu selisih waktu antara penerima perintah untuk
membayar hingga hasil transfer dibayarkan.
@ Pembatalan Transfer Masuk
Seperti halnya transfer keluar, transfer
masukpun dapat terjadi pembatalan. Jika terjadi pembatalan hal pertama yang
harus dilakukan adalah memeriksa apakah hasil transfer telah dibayarkan kepada
beneficiary. Bila ternyata belum akan diblokir dan dibatalkan untuk kemudian
dikembalikan kepada cabang pemberi amanat melalui pemindah-bukuan.
Jika terjadi pembatalan, pertama – tama yang
harus dilakukan adalah memeriksa apakah hasil transfer telah dibayarkan kepada
beneficiary. Bila ternyata belum, akan diblokir dan dibatalkan untuk kemudian
dikembalikan kepada cabang pemberi amanat melalui pemindahbukuan.
Contoh : Bank Abang Ijo- Yogyakarta telah menerima transfer masuk sebesar
Rp 500.000,- untuk seseorang beneficiary yang bukan nasabah bank Abang Ijo,
kemudian advis pembatalan dari cabang pemberi amanat di Surabaya, maka oleh
Bank Abang Ijo-Yogyakarta akan dibukukan dengan ayat jurnal sebagai berikut :
D : Hasil transfer yang dapat
dibayar………………………..Rp 500.000,-
K : RAK Cabang Surabaya…………………………………..Rp 500.000,-
K : RAK Cabang Surabaya…………………………………..Rp 500.000,-
Khusus transfer masuk kepada nasabah yang langsung dimasukkan kedalam
rekening yang bersangkutan, tidak dapat dibatalkan karena etis perbankan tidak
dapat mengurangi tau mendebit rekening seseorang tanpa persetujuan si pemilik
rekening yang bersangkutan. Pembatalan transfer masuk hanya dapat dilakukan apabila transfer dibayarkan
yang lazim dilakukan pada beneficiary yang bukan nasabah bank.
C. “SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS
SETTLEMENT (BI-RTGS)
1. Pengertian BI-RTGS
“Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual”.
Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross
settlement) dan bersifat real time (electronically processed), dimana rekening
peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.[7]
Dengan sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui
terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat
pengolahan sistem RTGS (RTGS Central Computer/RCC) di Bank
Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil,
transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta
penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari
kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam sistem BI-RTGS
peserta hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan
kata lain, peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya
di Bank Indonesia cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke perserta
BI-RTGS lainnya
2. Tujuan BI-RTGS
Menyediakan sarana transfer dana
antar peserta yang lebih cepat, efisien, andal dan aman.
Kepastian settlement dapat
diperoleh dengan lebih segera (irrevocable dan unconditional).
Menyediakan informasi rekening
peserta secara real time dan menyeluruh.
Meningkatkan disiplin dan
profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya.
Mengurangi risiko-risiko settlement.[8]
3. Manfaat BI-RTGS
Pengiriman transfer dana lebih
aman, dengan jaminan keamanan sistem penyelenggaraan.
Pengiriman transfer dana lebih
cepat dengan jaminan dapat diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.[9]
4. Mekanisme Settlement
Mekanisme penyelesaian transaksi antar bank saat
ini terdapat dua mekanisme yaitu melalui sistem kliring dan BI_RTGS. Sistem
kliring menggunakan metode net settlement yaitu proses penyelsaian akhir
transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir priode dengan
melakukan offsetting antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak
penerimaan sehingga hanya ada 1 net hak atau kewajiban yang akan disettle untuk
masing-masing rekening bank.. BI-RTGS menggunakan sistem gross settlement yaitu
setiap transaksi diperhitungkan secara individual.
Dalam transaksi tersebut antara sistem kliring
dan sistem BI-RTGS juga memiliki perbedaan dalam nominal. Jumlah nominal yang
kurang dari Rp.100.000.000 maka transaksi tersebut melelui sistem
kliring, untuk transaksi yang lebih dari Rp.100.000.000 maka melalui sistem
BI-RTGS.[10]
Dalam sistem kliring terdapat risiko pada akhir
hari bahwa suatu bank akan mengalami kekalahan kliring dalam jumlah yang cukup
besar karena sebelum diimplementasikannya sistem BI-RTGS seluruh transaksi
antar bank baik yang bersifat retail transactions maupun large
value transactions dilaksanakan melalui kliring. Apabila jumlah
kekalahan kliring ini melampaui saldo rekeningnya di Bank Indonesia, maka saldo
bank tersebut di Bank Indonesia akan menjadi negatif (overdraft) yang pada
gilirannya nanti akan menyulitkan Bank Indonesia apabila bank tersebut tidak
mampu menutup overdraft keesokan harinya.[11]
5. Peserta BI-RTGS
Peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank yang
dikelompokan dalam peserta langsung dan peserta tidak langsung. Peserta lansung
adalah peserta yang dapat secara lansung melakukan transaksi dengan menggunakan
sistem milik bank peserta sendiri. Peserta tidak langsung tidak dapat melakukan
transaksi melalui sistem RTGS milik peserta melainkan melalui RTGS milik Bank
Indonesia.
Status peserta BI-RTGS :
a) Peserta aktif
Yaitu pesrta yang dapat mengirim keluar,
menerima masuk dan melakukan seluruh fungsi lainnya dalam RTGS Terminal.
b) Peserta
ditangguhkan
Yaitu peserta yang dapat menerima transfer
masuk, melakukan seluruh fungsi laian dalam RTGS Terminal namun tidak dapat
mengirim transfer keluar. Hal biasanya disebabkan karena saldo rekening tidak
mencukupi sampai dengan cut off time, adanya permintaan tertulis dari pihak
yang berwenang dalam melakukan pengawasan peserta.
c) Peserta
dibekukan
Yaitu peserta yang tidak dapat mengirim transfer
keluar dan tidak dapat menerima namun dapat melakukan fasilitas enquiry. Salah
satu penyebabnya adalah adanya permintaan dari pihak yang berwenang dalam
pengawasan peserta.
d) Peserta ditutup
Peserta yang tidak dapat melakukan transaksi,
seluruh transaksi ditolak oleh RCC. Karena permintaan dari pihak berwenang dan
keputusan merger, akuisisi, konsolidasi atau pencabutan izin usaha Bank.
6. Resiko-Resiko Sistem Pembayaran
Dari sisi pengelolaan risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat
multilateral netting, saat ini belum ada suatu mekanisme untuk mengantisipasi
kemungkinan kegagalan peserta dalam memenuhi kewajibannya pada penyelesaian
akhir atas hasil kliring.
Secara umum terdapat dua jenis risiko dalam
sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit
adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk
membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada saat sesudahnya.
Termasuk dalam kategori risiko ini adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak
yang gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih parah lagi
adalah risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara keseluruhan (principal
risk).
Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko dimana
counterparty tidak mampu membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo
melainkan membayar sesudah jatuh tempo. Hal ini tentu akan dapat menimbulkan
kesulitas likuiditas bagi peserta penerima yang pada gilirannya nanti mungkin
akan meningkatkan cost of fund dari peserta karena harus mencari dari money
market dengan cepat.
Selaku Bank penyelenggara, Indonesia harus
mengawasi jalannya sistem BI-RTGS untuk mengantisipasi adanya resiko
sebagaimana tersebut di atas. Bank Indonesia juga harus konsen terhadap
Systemic risk yang mungkin terjadi dalam lalu lintas pembayaran. Systemic risk
adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajibannya yang
jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan
likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya.karena dikhawatirkan hal tersebuit dapat memicu
kesulitas finansial yang dapat menggangu dalam lalu lintas pembayaran.
Sebagai akhir yang diharapkan dari adanya sistem
BI-RTGS ini yaitu
a) Dengan
adanya BI-RTGS diharapakan resiko-resiko dapat diminimalisir, dengan adanya
kemampuan melakukan transfer secara real time diharapakan mampu
mengurangi resiko dalam proses settlement karena trnsaksi dilaksanakan apibila
jumlah saldo mencukupi.
b) Dengan
adanya BI-RTGS diharapakan mampu mencukupi kebutuhan pihak yang dengan
tersedianya mekanisme pembyaran yang relatif sangat cepat. Biasanya hal ini
sangat dibutuhkan untuk transaksi jual beli saham/skuritas.
c) Dengan
implementasi BI-RTGS diharapkan mampu mengurangi systemic risk. Resiko ini
dapat dikurangi dengan tiga cara:
I. Pertama,
penurunan secara signifikan intraday interbank exposure akan dapat mengurangi
kemungkinan ketidakmampuan suatu peserta dalam menutup kerugian atau menutup
kekurangan likuiditas karena peserta lain tidak mampu memenuhi kewajibannya.
II. Kedua,
sistem BIRTGS akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya unwinding payment yang
dapat merupakan penyebab terjadinya systemic risk dalam net settlement.
III. Ketiga,
karena peserta dapat melakukan settlement setiap saat selama window time, maka
waktu settlement tidak lagi hanya terfokus pada suatu waktu tertentu saja. Hal
ini akan memberikan waktu yang cukup bagi peserta untuk menyelesaikan kesulitan
likuiditasnya dengan cara meminjam dari peserta lain atau menunggu incoming transfer
dari peserta lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Rimsky K. Judisseno, Sistem
Moneter dan Perbankan di Indonesia, ( Gramedia Pustaka Utama, 2002),
hlm. 190
[4] Dikutip dari http://soma28.wordpress.com/ diakses pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2011 pukul 22.36
[6] Dikutip dari http://ivancybercry.blogspot.com/p/makalah.html diakses pada hari Rabu tanggal 11 Oktober
2011 pukul 22.36
[7] Data dari Bank Indonesia, Biro
Pengembangan Jasa Sistem Pembayaran Nasional 2006, TentangSistem Bank
Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI – GTRS)
[8] Ibid
[11] Data dari Bank Indonesia, Biro
Pengembangan Jasa Sistem Pembayaran Nasional 2006, TentangSistem Bank
Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI – GTRS)
No comments:
Post a Comment