BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini terdapat 2 macam mekanisme penyelesaian transaksi antar
bank, yaitu
melalui kliring atau sistem BI-RTGS. Berbeda dengan sistem BI-RTGS
yang
menggunakan metode gross
settlement dimana setiap transaksi diperhitungkan secara
individual, maka kliring menggunakan metoda net settlement dalam rangka penyelesaian
akhir. Net settlement adalah
proses penyelesaian akhir transaksi-transaksi pembayaran
yang dilakukan pada akhir suatu periode dengan melakukan offsetting
antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan sehingga hanya
ada 1 net hak atau
kewajiban yang akan disettle untuk masing-masing rekening bank.
Dalam sistem kliring terdapat risiko pada akhir hari bahwa suatu
bank akan
mengalami kekalahan kliring dalam jumlah yang cukup besar karena
sebelum
diimplementasikannya sistem BI-RTGS seluruh transaksi antar bank
baik yang bersifat
retail transactions maupun large value transactions dilaksanakan
melalui kliring. Apabila
jumlah kekalahan kliring ini melampaui saldo rekeningnya di Bank
Indonesia, maka saldo
bank tersebut di Bank Indonesia akan menjadi negatif (overdraft)
yang pada gilirannya
nanti akan menyulitkan Bank Indonesia apabila bank tersebut tidak
mampu menutup
overdraft keesokan harinya
Latar Belakang
Perkembangan system transfer pembayaran perbankan semakin berkembang pesat,
terutama dalam pengiriman jumlah yang besar yaitu di atas Rp. 100.000.000.
Transfer jumlah uang di atas 100.000.000 tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan system BI- RTGS.
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap
transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank
Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau
transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta keatas dan bersifat segera
(urgent). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh
transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem
pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan (Systemically
Important Payment System).
Agar system pembayaran ini dapat kita fahami secara mendalam maka
penulisakan menjelasakan dan memaparkannya dalan makalah ini dengan judul
“Akuntansi BI-RTGS Syariah.
B. Pembatasan Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang pengertian BI-RTGS, dasar hukumnya,
manfaat dan tujuan BI –RTGS, mekanisme BI- RTGS, peserta atau anggota BI-RTGS
serta biaya yang ditetapkan oleh BI-RTGS untuk pelaksanaan proses stransfer.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian BI- RTGS
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4357);memutuskan “Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika pertransaksi secara individual”. Sistem BI-RTGS adalah proses
penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per
transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), dimana rekening peserta dapat didebit/dikredit
berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.[[1]]
Dengan sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya
mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS
(RTGS Central Computer /RCC) di Bank Indonesia untuk
proses settlement. Jika proses settlement berhasil,
transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis
kepadapeserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung
dari kecukupan saldo pesertapengirim karena dalam sistem BI-RTGS peserta hanya
diperbolehkan untuk mengkreditpeserta lain. Dengan kata lain, peserta BI-RTGS
harus meyakinkan bahwa saldorekeningnya di Bank Indonesia cukup sebelum peserta
tersebut melaksanakan transfer keperserta BI-RTGS lainnya.
B. Dasar Hukum
1. Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip
syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
Bank syariah, antara lain mengatur tentang jasa-jasa .termaktup di dalamnya
dasar hukum syariah tentang BI – RTGS diqiyaskan kepada dasar hukum wakalah.
Wakalah (Akad Perwakilan) yaitu penyerahan atau pendelegasian atau pemberian
mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai
dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.Sesuai dengan pengertian BI
–RTGS di atas bahwa produk BI ini merupakan pemberian mandat dari antar peserta
mata uang rupiah.
Sesuai dengan Fatwa DSN No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah (akad
Perwakilan yang dapat digunakan untuk transaksi kliring, Transfer (BI-RTGS),
lalu lintas giro dan inkaso seta akan perwakilan lainnya.
Dasar hukum wakalah terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi (18:19) :
Artinya : “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling
bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka:
Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita
berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi):
"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.”
Dari
ayat di atas jelaslah bahwa wakalah tersebut merupakan penyerahan suatu
kepercayaan untuk melakukan sesuatu hal.Begitu juga halnya dengan BI – RTGS
yang merupakan produk perbankan Indonesia yang memilki hukum syariah yang
diqiyaskan kepada akad wakalah tersebut.maka BI – RTGS merupakan produk yang
telah sesuai dengan syariah Islam.
Dasar hukum tentang BI- RTGS ini juga terdapat di dalam Al-Qur’an surat An-
Nisaa’ ayat 35.
2. Hukum Konvensional [[2]]
|
Ringkasan :
- Peraturan
Bank Indonesia ini mencabut ketentuan sebelumnya, yaitu Peraturan Bank
Indonesia No. 6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.
6/13/PBI/2004.
- Penyesuaian
yang dilakukan dalam Peraturan Bank Indonesia ini antara lain terkait
dengan:
- penegasan
fungsi Bank Indonesia sebagai pembuat kebijakan, pengatur dan pengawas,
serta Penyelenggara dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS; dan
- penjelasan
mengenai risiko yang dihadapi dan pengelolaan risiko tersebut dalam
Sistem BI-RTGS
- Peraturan
Bank Indonesia ini antara lain memuat pengaturan umum mengenai:
- Landasan
Hukum
- Ketentuan
dan Prosedur
- Pengelolaan
Risiko Sistem Pembayaran
- Dana
yang digunakan dalam Penyelesaian Akhir (Finality of Settlement)
- Keamanan
dan Kehandalan Sistem BI-RTGS
- Efisiensi
Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
- Kepesertaan
- Tata
Kelola yang Baik (Good Governance) dalam Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
- Pengawasan
Sistem BI-RTGS (Oversight)
- Sanksi
- Ketentuan
teknis pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia ini antara lain dimuat dalam:
- Surat
Edaran perihal Prinsip-prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI
RTGS (SE Regulator);
- Surat
Edaran perihal Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS (SE Operator);
- Surat
Edaran perihal Pelaksanaan Transaksi Melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka
Perlindungan kepada Nasabah Peserta Sistem BI-RTGS; dan
- Penetapan
Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury
Single Account.
- Sanksi
pada pasal 41 menyebutkan berupa surat teguran tertulis dan uang sebesar
Rp 20.000.000
- PBI
Nomor : 6/8/2004 pada Bab IX Pasal 54 Untuk Bank Syariah dan unit
usaha syariah dari Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang juga melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, ketentuan pengenaan bunga dan kompensasi dalam Peraturan Bank
Indonesia ini disesuaikan dengan prinsip syariah yang berlaku. Penjelsan
pada ayat 3 yaitu Unit usaha syariah adalah unit kerja di kantor pusat
Bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk. dari kantor cabang syariah dan atau unit
syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan atau unit syariah
C. Manfaat dan Tujuan BI-RTGS
Pelaksanaan atau penyelenggaraan produk BI-RTGS adalah bank sentral ( Bank
Indonesia), yang memiliki manfaat serta tujuan. Adapun manfaatnya adalah sebagai
berikut :[[3]]
1. Pengiriman transfer dana lebih aman,
dengan jaminan keamanan sistem penyelenggaraan.
2. Pengiriman transfer dana lebih cepat
dengan jaminan dapat diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.
Kemudian tujuan dari pelaksanaan BI-RTGS yaitu sebagai berikut :[[4]]
1. Menyediakan sarana transfer dana
antar peserta yang lebih cepat, efisien, andal dan aman.
2. Kepastian settlement dapat diperoleh
dengan lebih segera (irrevocable dan unconditional).
3. Menyediakan informasi rekening
peserta secara real time dan menyeluruh.
4. Meningkatkan disiplin dan
profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya.
5. Mengurangi risiko-risiko settlement.
D. Mekanisme BI –RTGS
Secara umum mekanisme transfer dana antar peserta BI-RTGS sebagai berikut :
1. Nasabah pengirim memberi instruksi
transfer kepada bank pengirim untuk melakukan transfer sejumlah dana ke Nasabah
penerima di bank penerima.
2. Bank pengirim memproses transfer pada
komputer RTGS Terminal (RT), selanjutnya ditransmisikan ke RTGS Central
Computer (RCC) yang merupakan pusat komputer RTGS di Bank Indonesia.
3. Selanjutnya, jika pesan dari bank
pengirim diterima RCC, maka RCC memproses transfer dana dengan mekanisme sebagi
berikut:
a) Mengecek kecukupan saldo giro bank
pengirim di Bank Indonesia. Jika saldo giro mencukupi untuk melakukan transfer,
dilakukan pembukuan simultan dengan mendebit rekening giro bank pengirim dan
mengkredit rekening giro bank penerima.
b) Jika saldo rekening giro bank
pengirim tidak mencukupi, transfer tersebut ditempatkan dalam antrian (queue)
sistem BI-RTGS.
4. Informasi transfer yang telah
diselesaikan (settled) ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke RT bank
pengirim dan RT Bank Penerima.
5. Bank penerima meneruskan perintah
transfer dana yang diterima dari RCC, dengan cara mengkredit dana yang sesuai
dengan yang dikirim oleh nasabah pengirim. Kecepatan proses ini bergantung
kondisi dan standar bank penerima (LEVEL NASABAH). RTGS diperlukan terutama
bagi transfer dana yang penting atau bernilai besar, yang umumnya dana tersebut
akan sesegera mungkin digunakan.
Dari mekanisme di atas, tampak bahwa transfer dan RTGS dapat terhambat jika
transaksi dalam antrian. Selain itu, hambatan bahkan retur/kegagalan transakasi
dapat terjadi sehingga transaksi dikembalikan oleh bank penerima, jika data
yang dapat diinput oleh nasabah pada formulir transfer dana RTGS keliru,
misalnya: nama dan nomor rekening tujuan transfer tidak cocok/salah.
Dari ilustrasi di atas nasabah diharapkan dapat memahami proses transaksi
RTGS dan dapat memperkirakan kapan RTGS diperlukan.Bank Indonesia melaksanakan
transaksi RTGS dengan penetapan jam pelayanan transfer RTGS antar peserta dalam
periode waktu yang seragam untuk 3 zona waktu di Indonesia (untuk kepentingan
nasabah saat ini dibatasi mulai pukul 06.30-16.30). Adapun jam pelayanan pada
masing-masing bank bergantung kondisi dan standar bank masing-masing.
Apabila anda sebagai nasabah memberi instruksi kepada bank untuk melakukan
transfer dana melalui sistem BI-RTGS dalam jam pelayanan bank, maka ketentuan
Bank Indonesia menjamin bahwa dana tersebut akan diterima oleh Nasabah penerima
paling lambat pada hari itu juga. Sedangkan jika anda memberi instruksi untuk
melakukan transfer dana melalui sistem BI-RTGS setelah jam pelayanan bank, maka
paling lambat dana akan diterima oleh nasabah penerima paling lambat pada hari
kerja berikutnya.
Bank Indonesia menetapkan biaya transaksi sistem BI-RTGS yang seragam
kepada seluruh peserta sistem BI-RTGS. Adapun biaya transaksi system BI-RTGS
yang dikenakan oleh bank kepada nasabahnya bergantung kepada kondisi dan
standar masing-masing bank. Bank Indonesia mewajibkan setiap bank mengumumkan
tarif biaya sistem BI-RTGS, baik yang dibebankan Bank Indonesia kepada bank,
maupun bank kepada nasabah disetiap kantor.
Bank Indonesia meminta auditor/pemeriksa Teknologi Informasi yang
independen secara berkala untuk mengaudit seluruh aplikasi maupun
jaringan/network yang digunakan dalam sistem BI-RTGS yang digunakan aman.
selain itu, Bank Indonesia memiliki sistem backup/cadangan di lokasi yang aman
dengan prosedur penaggulangannya jika menghadapi kondisi darurat. Selanjutnya
tehadap peseerta/bank juga diwajibkan agar memiliki sistem backup yang
memadai.Secara periodik seluruh peserta diwajibkan untuk melakukan uji coba
backup dan rencana penanggulangan kondisi darurat (DRP) untuk melakukan
sesuatunya agar berjalan dengan baik.
Bank Indonesia juga melakukan pengawasan kepada seluruh peserta/bank untuk
memastikan persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara RTGS
kepada peserta terkait dengan kegiatan operasional RTGS telah dipenuhi. Peserta
diwajibkan pula melakukan pemeriksaan internal terhada kegiatan operasional
RTGS yang kemudian dilaporkan kepada Bank Indonesia.Dengan sistem BI-RTGS
pengiriman transfer dana lebih aman, dengan jaminan keamanan sistem
penyelenggaraan dan pengiriman transfer dana lebih cepat dengan jaminan dapat
diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.
No comments:
Post a Comment