BAGAIMANA SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM
BERDARAH DILAKUKAN
1. PENDAHULUAN
Pengertian
Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemiologi.
Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus mennerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, Propinsi dan Pusat.
RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
TUJUAN
Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota Indonesia sehat 2010.
STRATEGI
1. Advokasi dan dukungan perundang-undangan
2. Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan program secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota, termasuk penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian lua biasa penyakit dan bencana
3. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi
4. Peningkatan profesionalisme tenaga epidemiologi
5. Pengembangan tim epidemiologi yang handal
6. Penguatan jejaring surveilans epidemiologi
7. Peningkatan surveilans epidemiologi setiap tenaga kesehatan
8. Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif
Manfaat Surveilans Epidemiologi :
1. Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3.Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat
4.Identifikasi factor risiko dan penyebab lainnya
5.Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi
6.Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
7.Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8.Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa datang
9.Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan.
Inti Kegiatan surveilans pada AKhirnya adalah bagaimana data yang sudah dikumpul, dianalisis, dan dilaporkan ke stakeholder atau pemegang kebijakan untuk ditindaklanjuti dalam pembuatan program intervensi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia.
SURVAILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lebih dikenal dengan DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Kota Semarang termasuk daerah endemis DBD. Kalau kita melihat Angka insidensi DBD di Kota Semarang, pada tahun 2005 jumlah penderita DBD mencapai 2.297 dengan CFR 1,7. Melihat kegawatan penyakit ini maka seharusnya sistem pencatatan dan pelaporan guna keperluan perencanaan, pencegahan dan pembarantasan penyakit DBD didukung oleh sistem yang handal, yakni suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi yang akurat, valid dan up to date. Namun sampai saat ini sistem surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Semarang masih dikerjakan secara manual. Dengan sistem seperti ini maka sering timbul masalah tentang keterlambatan pelaporan serta data yang disajikan tidak up to date, yang pada akhirnya akan menggangu proses perencanaan, pencegahan dan upaya-upaya pembarantasan. Maka untuk itu perlu dirancang suatu system surveilans yang didukung oleh teknologi informasi sehingga bisa diakses secara on line oleh petugas kesehatan (baik Puskemas maupun dinas kesehatan) serta masyarakat pada umumnya.
Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit (Ditjen P2M & PLP,
1992)
Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada preventif yaitu pencegahan preventif yang diaplikasikan di masyarakat belum dilaksanakan dengan benar. Diantaranya adalah wabah penyakit demam berdarah atau DBD. Sampai saat ini di tiap pelosok baik kota maupun desa selalu ada kematian yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus betina yang umumnya menyerang pada pada musim hujan dan musim panas. Virus itu menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan DBD dengue.
Secara umum 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD, Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama, penyebaran penyakit ini, diperkirakan terdapat 50 sampai 100 juta kasus per tahun, 500.000 kasus menuntut perawatan di Rumah Sakit, dan 90 % menyerang anak-anak dibawah 15 tahun, rata-rata angka kematian (Case Fatality Rate/CFR ) mencapai 5 %, secara epidemis bersifat siklis (terulang pada jangka waktu tertentu), dan belum ditemukan vaksin pencegahnya (Depkes RI, 2000).
2. PEMBAHASAN
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Definisi Demam Berdarah Denguev
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang akut yang disebabkan oleh virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk yaitu nyamuk aedes aegypti betina.
Penyebab Demam Berdarah Denguev
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termausk dalam group B Arthropod borne viruses (ARBOVIRUSES). Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga.
Gejalav
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38oC– 40oC).
b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk: uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran)
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang, tekanan sitolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000/mm.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual-mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala Pendarahan pada hidung dan gusi.
h. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Masa Inkubasiv
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.
Penularanv
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang spade webelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk aedes aegypti berasaldari Brasil dan Etiopia, dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun, dan sebagian besar inggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia.
Penyebaranv
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi si Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut:
- Tahun 1996 : Jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.234 orang.
- Tahun 1998 : Jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan).
- Tahun 1999 : Jumlah kasus 21.134 orang.
- Tahun 2000 : Jumlah kasus 33.443 orang.
- Tahun 2001 : Jumlah kasus 45.904 orang.
- Tahun 2002 : Jumlah kasus 40.377 orang.
- Tahun 2003 : Jumlah kasus 50.131 orang.
- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai
26.15 ang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
B. Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
a. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang- kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
c. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
d. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik.
e. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.
f. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.Ø
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.Ø
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakanplus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
C. Program-program untuk DBD
langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah penderita DBD di Indonesia, mulai dari program pencegahan sampai program case management untuk masyarakat yang telah terjangkit oleh virus dengue ini, tahapan-tahapan program tersebut, antara lain :
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
• Pengertian PSN DBD
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya.
• Tujuan PSN DBD
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
• Sasaran PSN DBD
Sasaran pemberantasan sarang nyamuk DBD yaitu semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari(non-TPA).
c. Tempat penampungan air alamiah.(Depkes RI, 2005).
• Ukuran Keberhasilan PSN DBD
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
• Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
1. 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
Menguras:ü
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
Menutup:ü
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-lain.
Mengubur:ü
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung air hujan.
3. Larvasiding
Larvasiding adalah pemberantasan jentik dengan bahan kimia dengan menaburkan bubuk larvasida. Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan bahan kimia terbatas untuk wadah (peralatan) rumah tangga yang tidak dapat dimusnahkan, dibersihkan,dikurangi atau diatur. Dalam jangka panjang penerapan kegiatan larvasiding sulit dilakukan dan mahal. Kegiatan ini tepat digunakan apabila survelans penyakit dan vector menunjukkan adanya periode berisiko tinggi dan di lokasi dimana wabah mungkin timbul. Menentukan waktu dan tempat yang tepat untuk pelaksanaan larvasiding sangat penting untuk memaksimalkan efektifitasnya.
Terdapat 2 jenis larvasida yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai untuk menampung air minum (TPA) yakni: temephos (Abate 1%) dan Insect growth regulators (pengatur pertumbuhan serangga) Untuk pemberantasan larva dapat digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasanya digunakan dengan menaburkan abate kedalam bejana tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan. Kegiatan larvasiding meliputi:
a) .Abatisasi selektif
Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air (TPA) baik didalam maupun diluar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadik dan penaburan bubuk abate (larvasida) pada TPA yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali setahun. Pelaksana abatisasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.Tujuan pelaksanaan abatisasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD.
b) Abatisasi massal
Abatisasi massal adalah penaburan abate atau altosid (larvasida) secara serentak diseluruh wilayah/daerah tertentu disemua TPA baik terdapat jentik maupun tidak ada jentik di seluruh rumah/bangunan. Kegiatan abatisasi massal ini dilaksanakan dilokasi terjadinya KLB DBD. Dalam kegiatan abatisasi massal masyarakat diminta partisipasinya untuk melaksanakan pemberantasan Aedes aegypti di wilayah masing-masing. Tenaga di beri latihan dahulu sebelum melaksanakan abatisasi, agar tidak mengalami kesalahan.
4. Fogging
Fogging merupakan suatu kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN-DBD serta penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter, dilaksanakan 2 siklus dengan interval 7 hari oleh petugas. Biasanya Fogging diadakan 2 kali di suatu tempat menggunakan malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml malathion 96%technical grade/ha).
Sasaran adalah rumah serta bangunan di pinggir jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi. Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV untuk perumahan. Waktu pengasapan pagi dan sore ini dengan memperhatikan kecepatan angin dan suhu udara. Fogging dilakukan oleh tim yang terlatih dari Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar. Penanggulangan fogging fokus ini dilakukan dengan maksud untuk mencegah/membatasi penularan penyakit. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic.
Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging], yaitu:
1) Adanya pasien yang meninggal di suatu daerah akibat DBD.
2) Tercatat dua orang yang positif terkena DBD di daerah tersebut.
3) Lebih dari tiga orang di daerah yang sama, mengalami demam.Plus adanya jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau puskesmas di suatu daerah, maka pihak rumah sakit harus segera melaporkan dalam waktu 24 jam, setelah itu akan langsung diadakan penyelidikan epidemiologi kemudian baru fogging fokus.
5. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
6. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
Gunakan sarung klambu waktu tidur.
Contoh kasus surveilans Demam Berdarah
MATERI DAN METODE
Penelitian yang akan dilakukan merupakan suatu riset operational karena didalamnya dilakukan pengembangan sistem untuk dapat memecahkan kelemahan-kelemahan sistem yang berjalan saat ini.
Obyek penelitian ini adalah sistem surveilans DBD yang ada di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sedangkan subyek penelitian ini adalah petugas pengelola data pada seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit bersumber binatang di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Data diperoleh dengan cara melakukan wawancara pada pengelola data penyakit DBD dan observasi pada sistem surveilans DBD yang berjalan saat ini. Analisis data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah penyusunan sistem secara terkomputerisasi. Adapun langkah-langkah tersebut adalah 1) Survey, 2) Analisa Sistem , 3) Desain, mengimplementasikan model yang diinginkan pemakai 4) Implementasi, mempresentasikan hasil desain ke dalam pemrograman, 5) Uji coba desain, 6) Testing akhir, 7) Deskripsi prosedur, pembuatan laporan teknis tertulis seperti petunjuk pemakaian dan pengoperasian. 8) Konversi database, 9) Instalasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari analisis sistem yang dilakukan diperoleh informasi yang uraiannya sebagai berikut. Data kasus atau penderita diperoleh dari laporan rumah sakit, laporan disampaikan tiap satu bulan. Bila laporan disampaikan dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan, maka akan ditindak lanjuti dengan Penyelidikan Epidemiologi (PE) oleh Puskesmas terkait untuk mengetahui sumber kasus / penderita dan radius penyebaran. Kendala yang dialami selama ini adalah penyampaian informasi hasil PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih dari 1 minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK, yaitu fogging atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD seharusnya dilaksanakan dalam kurun waktu 1 x 24 jam, namun pada kenyataanya lebih dari itu. Alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / rumah sakit ataupun klinik lainnya, kemudian dilanjutkan dengan pelaporan ke Puskesmas, dari Puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis sistem terhadap system surveilans dan cara pencatatan dan pelaporan penyakit demam berdarah mulai dari masyarakat, Puskesmas dan kemudian ke Dinas Kesehatan, maka system yang akan dikembangkan adalah suatu sistem informasi surveilans epidemiologi yang bersifat multi-user dengan model modular. Adapun modul tersebut mencakup modul pemasukan kasus / penderita, modul masukan pengamatan jentik berkala, modul penyelidikan epidemiologi (PE), modul pencatatan fogging, modul Pokja DBD, modul pemasukan data jumlah penduduk dan modul pelaporan.
Modul pemasukan data penderita ini digunakan untuk mencatat tanggal sakit, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, kode kelurahan, tempat perawatan, tanggal masuk, jenis penyakit (Demam Dengue, Dengue Shock Syndrom, Demam Berdarah Dengue), status kasus (penderita atau meninggal). Data yang dihasilkan akan digunakan untuk melihat perkembangan kasus serta penyebaran kasus di wilayah kelurahan, kecamatan maupun secara keseluruhan di Kota Semarang. Data-data ini selanjutnya digunakan untuk proses perencanaan dan penanggulangan pemberantasan DBD.
Modul pemasukan pemantauan jentik berkala memuat tentang tanggal pemeriksaan jentik, kode kelurahan, nama Dasa Wisma, ada tidaknya jentik pada tempat-tempat penampungan air. Data pada modul ini digunakan sebagai salah satu data faktor resiko pada penyakit demam berdarah, yakni untuk menghitung angka bebas jentik. Apabila pada wilayah kelurahan tertentu mempunyai angka bebas jentik yang rendah, maka wilayah kelurahan ini mempunyai resiko kejadian DBD yang lebih tinggi dibanding dengan wilayah yang lain. Pada modul penyelidikan epidemiologi akan dicatatkan tanggal pelaksanaan PE, lokasi kelurahan yang diobservasi, hasil PE (yang meliputi jumlah penderita, jumlah rumah yang di-PE, jumlah rumah yang positif jentik nyamuk, jumlah rumah yang melakukan pemberantasan sarang nyamuk). Hasil pencatatan digunakan untuk membuat laporan pelaksaan PE. Laporan PE ini merupakan dasar bagi tindak lanjut pemberantasan DBD diwilayah lokasi PE maupun dalam proses perencanaan penanggulangan secara umum se-Kota Semarang.
Masukan data pelaksanaan fogging dicatatkan pada modul masukan fogging. Data yang dimasukkan antara lain tanggal fogging, kode kelurahan, volume obat yang digunakan serta jumlah rumah yang di-fogging. Data wilayah dan jumlah rumah yang disemprot ini akan digunakan untuk mengamati wilayahwilayah mana yang telah dilakukan penyemprotan dan mana yang belum. Pada modul Pokja DBD digunakan untuk mencatat keberadaan kelompokkelompok kerja DBD, yang mana salah satu tugas Pokja DBD ini adalah untuk melakukan pengamatan jentik secara berkala. Dengan adanya data keberadaan dan keaktifan Pokja ini bisa digunakan untuk merencanakan pembinaanpembinaan pada wilayah yang Pokjanya tidak aktif. Yang tidak kalah pentingnya dalam sistem informasi surveilans DBD ini adalah data tentang jumlah penduduk per wilayah kelurahan per tahun. Data ini nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat hitungan-hitungan tentang angka kejadian demam berdarah dan proporsi jumlah penduduk yang sakit dan bentuk laporan lainnya.
Hasil pemasukan data dari modul-modul diatas akan menghasilkan laporan-laporan yaitu: angka bebas jentik (ABJ), proporsi penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per golongan umur, laporan House Index , laporan Incidence Rate DBD, laporan Case Fatality Rate (CFR), laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE, laporan pelaksanaan fogging. Laporanlaporan ini digunakan oleh seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit bersumber binatang di Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk : pemantauan situasi penyakit DBD mingguan, laporan mingguan kejadian luar biasa (KLB), laporan bulanan program pemberantasan penyakit DBD (P2 DBD), pemantauan desa / kelurahan rawan, untuk mengetahui distribusi kasus DBD / tersangka DBD per wilayah, penentuan musim penularan, untuk mengetahui kecenderungan situasi penyakit.
1. PENDAHULUAN
Pengertian
Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemiologi.
Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus mennerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, Propinsi dan Pusat.
RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
TUJUAN
Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota Indonesia sehat 2010.
STRATEGI
1. Advokasi dan dukungan perundang-undangan
2. Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan program secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota, termasuk penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian lua biasa penyakit dan bencana
3. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi
4. Peningkatan profesionalisme tenaga epidemiologi
5. Pengembangan tim epidemiologi yang handal
6. Penguatan jejaring surveilans epidemiologi
7. Peningkatan surveilans epidemiologi setiap tenaga kesehatan
8. Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif
Manfaat Surveilans Epidemiologi :
1. Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3.Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat
4.Identifikasi factor risiko dan penyebab lainnya
5.Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi
6.Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
7.Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8.Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa datang
9.Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan.
Inti Kegiatan surveilans pada AKhirnya adalah bagaimana data yang sudah dikumpul, dianalisis, dan dilaporkan ke stakeholder atau pemegang kebijakan untuk ditindaklanjuti dalam pembuatan program intervensi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia.
SURVAILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lebih dikenal dengan DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Kota Semarang termasuk daerah endemis DBD. Kalau kita melihat Angka insidensi DBD di Kota Semarang, pada tahun 2005 jumlah penderita DBD mencapai 2.297 dengan CFR 1,7. Melihat kegawatan penyakit ini maka seharusnya sistem pencatatan dan pelaporan guna keperluan perencanaan, pencegahan dan pembarantasan penyakit DBD didukung oleh sistem yang handal, yakni suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi yang akurat, valid dan up to date. Namun sampai saat ini sistem surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Semarang masih dikerjakan secara manual. Dengan sistem seperti ini maka sering timbul masalah tentang keterlambatan pelaporan serta data yang disajikan tidak up to date, yang pada akhirnya akan menggangu proses perencanaan, pencegahan dan upaya-upaya pembarantasan. Maka untuk itu perlu dirancang suatu system surveilans yang didukung oleh teknologi informasi sehingga bisa diakses secara on line oleh petugas kesehatan (baik Puskemas maupun dinas kesehatan) serta masyarakat pada umumnya.
Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit (Ditjen P2M & PLP,
1992)
Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada preventif yaitu pencegahan preventif yang diaplikasikan di masyarakat belum dilaksanakan dengan benar. Diantaranya adalah wabah penyakit demam berdarah atau DBD. Sampai saat ini di tiap pelosok baik kota maupun desa selalu ada kematian yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus betina yang umumnya menyerang pada pada musim hujan dan musim panas. Virus itu menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan DBD dengue.
Secara umum 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD, Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama, penyebaran penyakit ini, diperkirakan terdapat 50 sampai 100 juta kasus per tahun, 500.000 kasus menuntut perawatan di Rumah Sakit, dan 90 % menyerang anak-anak dibawah 15 tahun, rata-rata angka kematian (Case Fatality Rate/CFR ) mencapai 5 %, secara epidemis bersifat siklis (terulang pada jangka waktu tertentu), dan belum ditemukan vaksin pencegahnya (Depkes RI, 2000).
2. PEMBAHASAN
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Definisi Demam Berdarah Denguev
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang akut yang disebabkan oleh virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk yaitu nyamuk aedes aegypti betina.
Penyebab Demam Berdarah Denguev
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termausk dalam group B Arthropod borne viruses (ARBOVIRUSES). Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga.
Gejalav
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38oC– 40oC).
b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk: uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran)
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang, tekanan sitolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000/mm.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual-mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala Pendarahan pada hidung dan gusi.
h. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Masa Inkubasiv
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.
Penularanv
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang spade webelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk aedes aegypti berasaldari Brasil dan Etiopia, dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun, dan sebagian besar inggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia.
Penyebaranv
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi si Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut:
- Tahun 1996 : Jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.234 orang.
- Tahun 1998 : Jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan).
- Tahun 1999 : Jumlah kasus 21.134 orang.
- Tahun 2000 : Jumlah kasus 33.443 orang.
- Tahun 2001 : Jumlah kasus 45.904 orang.
- Tahun 2002 : Jumlah kasus 40.377 orang.
- Tahun 2003 : Jumlah kasus 50.131 orang.
- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai
26.15 ang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
B. Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
a. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang- kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
c. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
d. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik.
e. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.
f. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.Ø
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.Ø
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakanplus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
C. Program-program untuk DBD
langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah penderita DBD di Indonesia, mulai dari program pencegahan sampai program case management untuk masyarakat yang telah terjangkit oleh virus dengue ini, tahapan-tahapan program tersebut, antara lain :
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
• Pengertian PSN DBD
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya.
• Tujuan PSN DBD
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
• Sasaran PSN DBD
Sasaran pemberantasan sarang nyamuk DBD yaitu semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari(non-TPA).
c. Tempat penampungan air alamiah.(Depkes RI, 2005).
• Ukuran Keberhasilan PSN DBD
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
• Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
1. 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
Menguras:ü
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
Menutup:ü
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-lain.
Mengubur:ü
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung air hujan.
3. Larvasiding
Larvasiding adalah pemberantasan jentik dengan bahan kimia dengan menaburkan bubuk larvasida. Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan bahan kimia terbatas untuk wadah (peralatan) rumah tangga yang tidak dapat dimusnahkan, dibersihkan,dikurangi atau diatur. Dalam jangka panjang penerapan kegiatan larvasiding sulit dilakukan dan mahal. Kegiatan ini tepat digunakan apabila survelans penyakit dan vector menunjukkan adanya periode berisiko tinggi dan di lokasi dimana wabah mungkin timbul. Menentukan waktu dan tempat yang tepat untuk pelaksanaan larvasiding sangat penting untuk memaksimalkan efektifitasnya.
Terdapat 2 jenis larvasida yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai untuk menampung air minum (TPA) yakni: temephos (Abate 1%) dan Insect growth regulators (pengatur pertumbuhan serangga) Untuk pemberantasan larva dapat digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasanya digunakan dengan menaburkan abate kedalam bejana tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan. Kegiatan larvasiding meliputi:
a) .Abatisasi selektif
Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air (TPA) baik didalam maupun diluar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadik dan penaburan bubuk abate (larvasida) pada TPA yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali setahun. Pelaksana abatisasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.Tujuan pelaksanaan abatisasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD.
b) Abatisasi massal
Abatisasi massal adalah penaburan abate atau altosid (larvasida) secara serentak diseluruh wilayah/daerah tertentu disemua TPA baik terdapat jentik maupun tidak ada jentik di seluruh rumah/bangunan. Kegiatan abatisasi massal ini dilaksanakan dilokasi terjadinya KLB DBD. Dalam kegiatan abatisasi massal masyarakat diminta partisipasinya untuk melaksanakan pemberantasan Aedes aegypti di wilayah masing-masing. Tenaga di beri latihan dahulu sebelum melaksanakan abatisasi, agar tidak mengalami kesalahan.
4. Fogging
Fogging merupakan suatu kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN-DBD serta penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter, dilaksanakan 2 siklus dengan interval 7 hari oleh petugas. Biasanya Fogging diadakan 2 kali di suatu tempat menggunakan malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml malathion 96%technical grade/ha).
Sasaran adalah rumah serta bangunan di pinggir jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi. Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV untuk perumahan. Waktu pengasapan pagi dan sore ini dengan memperhatikan kecepatan angin dan suhu udara. Fogging dilakukan oleh tim yang terlatih dari Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar. Penanggulangan fogging fokus ini dilakukan dengan maksud untuk mencegah/membatasi penularan penyakit. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic.
Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging], yaitu:
1) Adanya pasien yang meninggal di suatu daerah akibat DBD.
2) Tercatat dua orang yang positif terkena DBD di daerah tersebut.
3) Lebih dari tiga orang di daerah yang sama, mengalami demam.Plus adanya jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau puskesmas di suatu daerah, maka pihak rumah sakit harus segera melaporkan dalam waktu 24 jam, setelah itu akan langsung diadakan penyelidikan epidemiologi kemudian baru fogging fokus.
5. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
6. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
Gunakan sarung klambu waktu tidur.
Contoh kasus surveilans Demam Berdarah
MATERI DAN METODE
Penelitian yang akan dilakukan merupakan suatu riset operational karena didalamnya dilakukan pengembangan sistem untuk dapat memecahkan kelemahan-kelemahan sistem yang berjalan saat ini.
Obyek penelitian ini adalah sistem surveilans DBD yang ada di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sedangkan subyek penelitian ini adalah petugas pengelola data pada seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit bersumber binatang di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Data diperoleh dengan cara melakukan wawancara pada pengelola data penyakit DBD dan observasi pada sistem surveilans DBD yang berjalan saat ini. Analisis data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah penyusunan sistem secara terkomputerisasi. Adapun langkah-langkah tersebut adalah 1) Survey, 2) Analisa Sistem , 3) Desain, mengimplementasikan model yang diinginkan pemakai 4) Implementasi, mempresentasikan hasil desain ke dalam pemrograman, 5) Uji coba desain, 6) Testing akhir, 7) Deskripsi prosedur, pembuatan laporan teknis tertulis seperti petunjuk pemakaian dan pengoperasian. 8) Konversi database, 9) Instalasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari analisis sistem yang dilakukan diperoleh informasi yang uraiannya sebagai berikut. Data kasus atau penderita diperoleh dari laporan rumah sakit, laporan disampaikan tiap satu bulan. Bila laporan disampaikan dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan, maka akan ditindak lanjuti dengan Penyelidikan Epidemiologi (PE) oleh Puskesmas terkait untuk mengetahui sumber kasus / penderita dan radius penyebaran. Kendala yang dialami selama ini adalah penyampaian informasi hasil PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih dari 1 minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK, yaitu fogging atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD seharusnya dilaksanakan dalam kurun waktu 1 x 24 jam, namun pada kenyataanya lebih dari itu. Alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / rumah sakit ataupun klinik lainnya, kemudian dilanjutkan dengan pelaporan ke Puskesmas, dari Puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis sistem terhadap system surveilans dan cara pencatatan dan pelaporan penyakit demam berdarah mulai dari masyarakat, Puskesmas dan kemudian ke Dinas Kesehatan, maka system yang akan dikembangkan adalah suatu sistem informasi surveilans epidemiologi yang bersifat multi-user dengan model modular. Adapun modul tersebut mencakup modul pemasukan kasus / penderita, modul masukan pengamatan jentik berkala, modul penyelidikan epidemiologi (PE), modul pencatatan fogging, modul Pokja DBD, modul pemasukan data jumlah penduduk dan modul pelaporan.
Modul pemasukan data penderita ini digunakan untuk mencatat tanggal sakit, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, kode kelurahan, tempat perawatan, tanggal masuk, jenis penyakit (Demam Dengue, Dengue Shock Syndrom, Demam Berdarah Dengue), status kasus (penderita atau meninggal). Data yang dihasilkan akan digunakan untuk melihat perkembangan kasus serta penyebaran kasus di wilayah kelurahan, kecamatan maupun secara keseluruhan di Kota Semarang. Data-data ini selanjutnya digunakan untuk proses perencanaan dan penanggulangan pemberantasan DBD.
Modul pemasukan pemantauan jentik berkala memuat tentang tanggal pemeriksaan jentik, kode kelurahan, nama Dasa Wisma, ada tidaknya jentik pada tempat-tempat penampungan air. Data pada modul ini digunakan sebagai salah satu data faktor resiko pada penyakit demam berdarah, yakni untuk menghitung angka bebas jentik. Apabila pada wilayah kelurahan tertentu mempunyai angka bebas jentik yang rendah, maka wilayah kelurahan ini mempunyai resiko kejadian DBD yang lebih tinggi dibanding dengan wilayah yang lain. Pada modul penyelidikan epidemiologi akan dicatatkan tanggal pelaksanaan PE, lokasi kelurahan yang diobservasi, hasil PE (yang meliputi jumlah penderita, jumlah rumah yang di-PE, jumlah rumah yang positif jentik nyamuk, jumlah rumah yang melakukan pemberantasan sarang nyamuk). Hasil pencatatan digunakan untuk membuat laporan pelaksaan PE. Laporan PE ini merupakan dasar bagi tindak lanjut pemberantasan DBD diwilayah lokasi PE maupun dalam proses perencanaan penanggulangan secara umum se-Kota Semarang.
Masukan data pelaksanaan fogging dicatatkan pada modul masukan fogging. Data yang dimasukkan antara lain tanggal fogging, kode kelurahan, volume obat yang digunakan serta jumlah rumah yang di-fogging. Data wilayah dan jumlah rumah yang disemprot ini akan digunakan untuk mengamati wilayahwilayah mana yang telah dilakukan penyemprotan dan mana yang belum. Pada modul Pokja DBD digunakan untuk mencatat keberadaan kelompokkelompok kerja DBD, yang mana salah satu tugas Pokja DBD ini adalah untuk melakukan pengamatan jentik secara berkala. Dengan adanya data keberadaan dan keaktifan Pokja ini bisa digunakan untuk merencanakan pembinaanpembinaan pada wilayah yang Pokjanya tidak aktif. Yang tidak kalah pentingnya dalam sistem informasi surveilans DBD ini adalah data tentang jumlah penduduk per wilayah kelurahan per tahun. Data ini nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat hitungan-hitungan tentang angka kejadian demam berdarah dan proporsi jumlah penduduk yang sakit dan bentuk laporan lainnya.
Hasil pemasukan data dari modul-modul diatas akan menghasilkan laporan-laporan yaitu: angka bebas jentik (ABJ), proporsi penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per golongan umur, laporan House Index , laporan Incidence Rate DBD, laporan Case Fatality Rate (CFR), laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE, laporan pelaksanaan fogging. Laporanlaporan ini digunakan oleh seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit bersumber binatang di Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk : pemantauan situasi penyakit DBD mingguan, laporan mingguan kejadian luar biasa (KLB), laporan bulanan program pemberantasan penyakit DBD (P2 DBD), pemantauan desa / kelurahan rawan, untuk mengetahui distribusi kasus DBD / tersangka DBD per wilayah, penentuan musim penularan, untuk mengetahui kecenderungan situasi penyakit.
No comments:
Post a Comment