pengertian penyakit demam berdarah, gejala, dan penangananya serta mengetahui perkembangan pradewasa nyamuk Ae. Aegypti.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu penyakit  yang menyerang manusia adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau disebut juga Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Hampir setiap tahunnya di Indonesia ada saja orang yang terjangkit penyakit DBD. Hal ini membuktikan bahwa sebagian masyarakat masih kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan serta lambatnya pemerintah dalam mengantisipasi dan merespon terhadap merebaknya kasus DBD ini. Masyarakat seringkali salah dalam mendiagnosis penyakit DBD ini dengan penyakit lain seperti flu atau typhus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bersifat asistomatik atau tidak jelas gejalanya. Pasien DBD biasanya atau seringkali menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual maupun diare. Oleh karena itu, permasalahan DBD masih belum mencapai titik terang hingga sekarang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses bertelur nyamuk antara lain adalah jenis wadah, warna wadah, air, suhu, kelembaban dan kondisi lingkungan setempat. Pengamatan nyamuk vektor Ae. aegypti sangat penting terutama untuk mengetahui penyebaran, habitat utama larva, dugaan resiko terjadinya penularan dan memperioritaskan lokasi serta waktu pelaksanaan pengendalian. Nyamuk  Ae. aegypti berkembangnya  pada tempat-tempat yang tidak jernih, perlu diteliti secara seksama.
          Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui mengetahui tentang pengertian penyakit demam berdarah, gejala, dan penangananya serta mengetahui perkembangan pradewasa nyamuk Ae. Aegypti.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyakit Demam Berdarah         
1. Pengertian   
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. 
Penyakit demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus betina yang umumnya menyerang pada musim kemarau dan musim hujan.
empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperans sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk. Virus tersebut menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan pendarahan.
 Virus yang memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang menembus kulit. Aedes Aegypti betina bersifat intermittent feeder, yaitu melakukan pengisapan darah berulang kali sebelum merasa kenyang. Sifat inilah yang menjadi penyebab nyamuk Aedes Aegypti dalam saat yang sama dapat menginfeksi beberapa orang dalam satu keluarga atau dalam area yang berdekatan. Empat hari kemudian virus akan mereplikasi dirinya secara tepat. Apabila jumlahnya sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah, dan mulai saat itulah manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Namun reaksi tubuh manusia terhadap virus ini dpaat berbeda. Perbedaan reaksi ini juga akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.
B.    Gejala-Gejala Yang Ditimbulkan Oleh Demam Berdarah Dengue
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama.Penyakit demam berdarah didiagnosis dengan melihat gejala yang muncul, seperti ::
1.      Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 0C – 40 0C)
2.      Manifestasi pendarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
3.      Hepatomegali (pembesaran hati)
4.      Syok, tekan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
5.      Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 / mm3.
6.      Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit.
7.      Pendarahan hidung dan gusi.
8.      Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

C. Cara Penanganan Penyakit Demam Berdarah
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
1.             Lingkungan
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah, dan perbaikan desain rumah.
2.             Biologis
Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri.
3.             Kimiawi
Pengasapan (fogging) dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian bsubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk. Selain itu dapat juga digunakan larvasida.

D. Penelitian Jentik-Jentik Nyamuk
Penelitian jentik-jentik nyamuk dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeliharaan nyamuk Ae. aegypti di laboratorium
Telur nyamuk Ae. aegypti yang diperoleh dari Laboratorium Entomologi Kesehatan, ditetaskan di dalam nampan plastik yang berisi air 500 ml. Setelah telur menetas menjadi larva selanjutnya larva diberi pakan hati ayam rebus yang dihaluskan. Setelah larva berkembang menjadi pupa selanjutnya dimasukan ke dalam kurungan nyamuk dewasa dan diberi air gula dengan konsentrasi 10 % pada kapas sebagai makanan untuk nyamuk jantan. Nyamuk betina diberi pakan darah dari hewan marmot. Di dalam kurungan nyamuk disiapkan tempat peletakan telur yaitu gelas plastik yang diisi dengan bagian air dan bagian tepinya diberi kertas saring secara melingkar. Setelah telur-telur F1 terkumpul kemudian dengan cara yang sama telur-telur ditetaskan sampai menjadi nyamuk dewasa F1. Nyamuk F1 inilah yang kemudian digunakan untuk tahap eksperimen penetasan telur dalam berbagai media telur. Nyamuk dewasa berumur 3-5 hari dipuasakan kemudian dibiarkan menghisap darah marmut hingga jenuh darah, setelah itu disiapksan untuk dilepas dalam Peet Grady Chamber yang telah diberi media telur berupa wadah berisi berbagai jenis air agar nyamuk bertelunr.
b. Penyediaan Tempat Berkembangbiak
Penyediaan media selain berfungsi sebagai tempat peletakan telur juga sebagai habitat pradewasa nyamuk. Media terdiri atas dua kategori yaitu media berisi polutan dan media berisi campuran polutan. Media berisi polutan adalah campuran air sumur dan masing-masing bahan percobaan yaitu:
(1) air sumur,
(2) campuran air sumur dan kaporit,
(3) campuran air sumur dan detergen masing-masing dengan konsentrasi 10 ppm, 2.7 ppm dan 1 ppm, sedangkan
(4) campuran air sumur dan feses ayam, serta ;
(5) campuran air sumur dan tanah dibuat dengan konsentrasi 50 gr, 30 gr dan 10 gr dalam 500 ml air. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik (media telur) dan masing-masing konsentrasi disiapkan dengan tiga kali ulangan.

Media berisi campuran polutan adalah air sumur yang dicampur dengan beberapa macam bahan percobaan diatas yaitu :
(1) campuran kaporit, detergen dan tanah.
(2) campuran feses ayam, tanah dan detergen.
(3) campuran detergen, kaporit, dan feses ayam, serta ;
(4) campuran tanah, detergen, kaporit dan feses ayam.
Disamping itu dilakukan pengukuran beberapa parameter fisik dan kimia air dan pengumpulan plankton.

c. Pengamatan preferensi bertelur
 Pengamatan preferensi nyamuk betina meletakkan telur dilakukan di laboratorium. Setiap media telur di sekelilingnya diberi kertas saring. Selanjutnya wadah-wadah plastik tersebut dimasukkan ke dalam ruangan Peet Grady Chamber, kemudian sebanyak 200 ekor nyamuk dewasa Ae. aegypti (F1) yang telah jenuh darah dilepaskan ke dalam ruangan tersebut. Setelah tiga hari periode bertelur, jumlah telur pada masing-masing media telur tersebut dihitung.

d. Pengamatan perkembangan larva dan pupa
 Pengamatan perkembangan larva dan pupa Ae. aegypti pada berbagai berbagai media telur setelah jumlah telur dihitung, telur tersebut ditetaskan dalam wadah nampan dengan air yang sama. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap daya tetas telur, persentase telur menjadi larva, persentase larva menjadi pupa dan pupa menjadi nyamuk dewasa.

e. Analisis Kualitas Air
 Analisis kualitas air media yang dilakukan adalah pH, kekeruhan, salinitas, detergen, klorin, karbon dioksida, nitrat dan fosfat, klorida, amonia dan plankton.  

E. Pengaruh Jenis Media Terhadap Perkembangan Pradewasa Nyamuk Ae. aegypti
a. Air Terpolusi Kaporiti
 Hasil analisis air pada media dan perkembangan telur menjadi dewasa pada air terpolusi kaporit menunjukkan telur yang menetas pada media air sumur dan kaporit sangat sedikit. Hasil identifikasi plankton pada media kaporit ditemukan dua genus yaitu Notolca dan Philodina. sedangkan pada air sumur ditemukan tiga genus yaitu Bacteriastrum, Notolca dan Monostylla. Suhu dan kelembaban menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan danpenetasan telur.  Pada suhu antara 23ºC - 27ºC telur akan menetas selama satu sampai dua hari setelah berkontak dengan air (Christopher 1960). Selain itu lama penyimpanan telur juga berpengaruh bagi daya tetas telur. Ada indikasi pula bahwa lama waktu pengeringan telur berdampak bagi lamanya telur menetas. Semakin cepat telur ditetaskan, semakin banyak jentik yang dihasilkan karena telur masih dalam keadaan kondisi baik dan segar. Hasil analisis air menunjukkan kadar klorine pada media kaporit berkisar antara <0.005 – 1.200 mg/l. Diduga klorine yang terdapat pada media berisi kaporit juga dapat menganggu proses perkembangan dan penetasan telur. Umumnya persentase jentik menjadi pupa cukup tinggi diduga ada kaitannya dengan jumlah jentik yang sedikit sehingga tidak ada kompetisi dalam mendapatkan makanan. Jentik A. aegypti dapat bertahan hidup pada airden gan kandungan kadar garam pada konsentrasi 10.0 – 59.5 mg klor/liter.

b. Air Terpolusi Detergen
Pada media detergen banyak telur yang tidak menetas, jentik dan pupa yang terhambat perkembangannya serta tingkat kematian yang cukup tinggi. Jumlah telur yang menetas pada media terpolusi detergen sangat bervariasi tergantung pada konsentrasi detergen. Pada detergen dengan konsentrasi 2.7 ppm telur yang menetas sangat
sedikit, diduga terkait dengan pH yang asam dan kondisi telur yang tidak berkembang dengan baik.

c. Air Terpolusi Feses Aya
 Pada media feses ayam tercatat rataan pH 7 yang menjadi media bagi plankton unutk hidup dengan subur. Jentik pada media ini dapat berkembang dengan baik yang ditunjukkan dengan keberhasilan hidup jentik yang tinggi. Kandungan 2 CO pada media feses ayam tampak paling tinggi (107.87–479.40 gr/ml) di bandingkan media sumur (49.94 gr/ml). Hal ini menunjukkkan bahwa banyak mikroorganisme dan bahan organik terdapat di dalam media ini, karena CO2 merupakan hasil respirasi mikroorganisme aquatic. Pada media feses ayam menunjukkan tingkat kekeruhan paling tinggi, berkisar antara 20.0 sampai 87.0 NTU. Hal ini didukung oleh besarnya persentase jentik yang menjadi pupa pada konsentrasi 30 gr/ml karena terkait dengan banyaknya sumber makanan yang tersedia.
Namun pada konsentrasi 10 gr/ml persentase pupasi sedikit diduga berkaitan dengan faktorkompetisi makanan mengingat jumlah jentik yang cukup banyak. Tingkat kekeruhan yang
tinggi menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam kolom air menjadi kurang atau terhambatnya penetrasi cahaya kedalam air. Hal ini menyebabkan jentik menjadi aktif di habitat seperti ini karena sesuai bagi jentik Ae. aegypti yang bersifat fototaksis negatif.

d. Air Terpolusi Tanah.       
Hasil identifikasi pada media tanah ditemukan plankton dari kelas Cyanophyceae dan Protozoa. Pada kelas Chlorophyceae hanya satu genus yang ditemukan yaitu Ankistrodesmus. Kelas ini merupakan tumbuhan bersel tunggal, berkoloni dan berfilamen.
e. Air Terpolusi Campuran Polutan.
Media campuran ini adalah campuran dari berbagai macam polutan yaitu kaporit 10 ppm, detergen 2.7 ppm, feses ayam 10 gr dan tanah 30 gr.
1)              Media Air + Campuran 1.
Telur yang menetas pada media campuran 1 yang terdiri atas campuran kaporit (10 ppm), detergen (2.7 ppm) dan tanah (30 gr) cukup tinggi dibandingkan dengan media air sumur (26.9%). Pada air + campuran 1 mengandung kaporit yang bersifat membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam media menyebabkan semakin terbatasnya sumber makanan bagi jentik. Penambahan kaporit 2 ppm cukup untuk membunuh organisme air. Pada media campuran 1 dan air sumur tercatat pH bersifat asam sehingga keberhasilan hidup jentik dan pupa sangat sedikit. Diduga pH asam menghambat pertumbuhan plankton sebagai sumber makanan bagi jentik. Adapun plankton yang ditemukan pada media ini adalah dari kelas Rotifera dengan genus Notolca. Genus Notolcha umumnya ditemukan di lingkungan air tawar seperti kolam dan aliran air tenang.
2)             Media Air + Campuran 2
Media ini terdiri atas feses ayam (10 gr), tanah (30 gr) dan detergen (2.7 ppm) menunjukkan telur yang menetas sangat tinggi. Pada media campuran ini persentase keberhasilan hidup pupa menjadi dewasa tinggi, ini diduga terkait dengan jumlah jentik yang berhasil hidup semakin sedikit sehingga ketersediaan sumber makanan cukup memadai. pH pada campuran 2 adalah 7.0 atau netral. Plankton yang ditemukan pada media ini adalah dari kelas Chlorophyceae yaitu Rotifera dan Protozoa.

3)             Media Air + Campuran 3
Penetasan telur pada media ini (detergen 2.7 ppm + kaporit 10 ppm dan feses ayam 10 gr) sangat tinggi. Diduga tingginya penetasan ini terkait dengan kandungan feses ayam yang banyak mengandung bahan organik dan mikroorganisme yang merangsang penetasan. Kematian jentik pada media ini terkait dengan kandungan kaporit yang dapat mengurangi miroorganisme yang menjadi sumber makanan sehingga menyebabkan terjadinya kompetisi dan juga adanya detergen yang menggangu proses pengambilan oksigen. Hasil pengukuran pH pada campuran 3 adalah netral (7.0) pH ini berpengaruh terhadap pertumbuhan plakton. Plankton yang terdapat dalam media ini adalah dari kelas Rotifera dengan genus Notolca dan Philodina. Plankton adalah sumber makanan bagi jentik dan berfungsi sebagai faktor pembatas kepadatan jentik. Persentase eklosi yang tinggi disebabkan cadangan energi yang tersimpan selama jentik cukup tersedia.

4)             Media Air + Campuran 4.
Media ini adalah media yang perkembangan pradewasa cukup baik dibandingkan dengan media campuran lainnya. Media ini terdiri atas campuran tanah 30 gr + detergen 2.7 ppm + kaporit 10 ppm + feses ayam 10 gr. Penetasan telur yang tinggi dan tingkat kematian jentik yang rendah pada media ini dibandingkan dengan media lainnya diduga terkait dengan banyaknya kandungan organik dan mikroorganisme yang tersedia (feses ayam dan tanah). Pada media ini ditemukan plankton dari kelas Bacillariophyceae dan Rotifera. Kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan hidup yang tinggi, bahkan dalam keadaan buruk dengan cara memperbanyak lendir di permukaan tubuhnya (Sachlan 1972 dalam Sari 2003). Menurut Raymont (1963) dalam Setiyorini (2002) kelas Bacillariophyceae dalam kondisi optimal dapat berkembang cepat dengan laju penggandaan maksimal kurang dari 10 jam. Russel et al. (1963) menyatakan bahwa klorofil yang dihasilkan oleh ganggang bersel satu, terutama dari Desmidiaceae dan Bacillariophyceae merupakan sumber makanan dalam proses perkembangan jentik.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus betina yang umumnya menyerang pada musim kemarau dan musim hujan. Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu lingkungan, biologis, kimiawi.
 Air terpolusi dapat menjadi tempat perindukan dan berkembangbiaknya nyamuk Ae.aegypti. Peletakan telur Ae. aegypti tertinggi pada media telur berisi polutan yang mengandung tanah dan terendah pada media telur yang mengandung kaporit. Sedangkan pada media telur berisi campuran polutan, peletakan telur tertinggi pada campuran 2 yaitu campuran antara feses ayam, tanah dengan detergen dan terendah pada media telur air sumur. Perkembangan nyamuk pradewasa yang cukup baik terdapat pada media telur yang mengandung feses ayam dan campuran 4 terdiri atas campuran tanah, detergen, kaporit dan feses ayam.

B. Saran
Tak bisa dipungkiri ini adalah penyakit terjangkit begitu musim penghujan tiba. Bersihkan Lingkungan sekitar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubur semua benda yang bias menjadi tempat jentik berkembang seperti kaleng bekas, pot tanaman bekas, dan benda benda lain yang bias menampung air hujan dan dapat menjadi tempat air tergenang, mengganti air pada jambangan bunga, maupun membersihkan tempat minum hewan peliharaan


           

No comments:

Post a Comment