BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada
posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi.
Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu
menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Seperti yang
disebutkan dalam UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, definisi KB yakni upaya meningkatan kepedulian
dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga
guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Berdasarkan data dari SDKI 2002 – 2003, angka pemakaian kontrasepsi
(contraceptive prevalence rate/CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun
1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya
mencapai 255,5 juta jiwa. Namun, jika terjadi penurunan angka satu persen saja,
jumlah penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih. Sedangkan jika pelayanan
KB bisa ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini sekitar 237,8
juta jiwa (Kusumaningrum dalam Andy, 2011).
Pada awal tahun 70-an seorang wanita di Indonesia rata-rata memiliki 5,6
anak selama masa reproduksinya. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) menunjukkan angka TFR (Total Fertility Rate) pada periode 2002 sebesar
2,6 artinya potensi rata–rata kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2-3
anak. Pada tahun 2007, angka TFR stagnan pada 2,6 anak. Sekarang ini di samping
keluarga muda yang ketat membatasi anak, banyak pula yang tidak mau menggunakan
KB dengan alasan masing-masing seperti anggapan banyak anak banyak rezeki.
Artinya ada dua pandangan yang berseberangan, yang akan berpengaruh pada
keturunan atau jumlah anak masing-masing (Kusumaningrum dalam Andy, 2011).
Menurut SDKI 2002-2003 Pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan
adalah metode suntikan (49,1 %), pil (23,3 %), IUD/spiral (10,9 %), implant
(7,6 %), MOW (6,5 %), kondom (1,6 %), dan MOP (0,7 %) (Kusumaningrum dalam
Andy, 2011).
Alat kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu
diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang.
Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk
dirinya. Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang
tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai
macam metode kontrasepsi yang tersedia.
Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara lain
faktor pasangan (umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman
dengan metode kontrasepsi yang lalu), faktor kesehatan (status kesehatan,
riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), faktor
metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping, biaya), tingkat pendidikan,
pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri.
Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal
ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki
efektivitas yang berbeda-beda.
B.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Askeb dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai evidence based KB,
macam- macam alat kontrasepsi, dan implementasi hak perempuan dalam keluarga
berencana (KB).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui
Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
b. Untuk mengetahui definisi Keluarga Berencana (KB)
c. Untuk mengetahui tujuan Keluarga Berencana (KB)
d. Untuk mengetahui
Program Keluarga Berencana di Indonesia
e. Untuk mengetahui Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
f. Untuk mengetahui macam – macam metode kontrasepsi
g. Untuk mengetahui
jenis- jenis alat kontrasepsi
h. Untuk mengetahui
keuntungan dan kerugian alat kontrasepsi
i. Untuk mengetahui Implementasi Hak Perempuan
Dalam Keluarga Berencana (KB)
C.
Manfaat Penulisan
a. Dapat mengetahui
Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
b. Dapat mengetahui definisi Keluarga Berencana (KB)
c. Dapat mengetahui tujuan Keluarga Berencana (KB)
d. Dapat mengetahui Program
Keluarga Berencana di Indonesia
e. Dapat mengetahui Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
f. Dapat mengetahui macam – macam metode kontrasepsi
g. Dapat mengetahui jenis-
jenis alat kontrasepsi
h. Dapat mengetahui
keuntungan dan kerugian alat kontrasepsi
i. Dapat mengetahui Implementasi Hak Perempuan
Dalam Keluarga Berencana (KB)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keluarga Berencana (KB)
1. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
Berawal dari pengertian harfiah kontrasepsi yang
terdiri dari dua kata, yaitu kontra (menolak) dan konsepsi (pertemuan antara
sel telur yang telah matang dengan sel sperma), maka kontrasepsi dapat
diartikan secara sederhana sebagai cara untuk mencegah pertemuan antara sel
telur dan sel sperma sehingga tidak terjadi pembuahan dan kehamilan.
Konsep ini sepertinya belum dipahami di era sebelum abad ke-20, namun
konsep pengaturan kehamilan sepertinya sudah dilakukan dengan penerjemahan
cara/metode yang beragam dan unik. Misalkan perempuan China secara sukarela
meminum timbal dan merkuri untuk mengontrol fertilitasnya yang sering berujung
pada kejadian infertilitas (kemandulan) bahkan kematian.
Di abad pertengahan di Eropa dimana pengaruh
penyihir masih sangat kuat dan sangat dipercaya, pengendalian kelahiran
dilakukan dengan menggantungkan testis musang di paha perempuan atau memotong
kaki musang tersebut dan menggantungkannya di leher wanita. Wanita di
Canada meyakini bahwa dengan minum ramuan testis beaver kering dengan cairan
alkohol berkadar tinggi mampu mencegah pembuahan yang merupakan proses awal
dari kehamilan. Atau ada pula yang beranggapan bahwa dengan mengitari titik
kencing serigala hamil sebanyak tiga kali akan mampu mencegah kehamilan.
Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya
untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari
daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu
bali, sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara
untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya
sampai empat.
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953.
Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah
mulai membantu masyarakat memecahkan masalah-masalah penduduk. Pada tanggal 23
Desember 1957 mereka mendirikan wadah dengan nama perkumpulan Keluarga
berencana Indonesia (PKBI) dan bergerak secara silent operation membantu
masyarakat memerlukan bantuan secara sukarela. Jadi Indonesia PKBI adalah
pelopor pergerakan Keluarga Berencana Nasional.
Untuk menunjang dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan hasil
penandatanganan Deklarasi Kependudukan PBB 1967 oleh beberapa Kepala Negara
Indonesia, maka dibentuklah suatu lembaga program Keluarga Berencana dan
dimasukkan dalam program pemerintah sejak pelita I berdasarkan instruksi
presiden nomor 26 tahun 1968 yang di namai Lembaga Keluarga berencana nasional
(LKBN) sebagai lembaga semi pemerintah.
Pada tahun 1970 ditingkatkan menjadi Badan Pemerintah melalui Kepres No.
8 tahun 1970 dan diberi nama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang bertanggung jawab kepada presiden dan bertugas mengkoordinasikan
prencanaan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan program Keluarga Berencana.
Seiring berjalannya waktu, tuntutan kebutuhan
pengaturan kehamilan yang lebih rasional dan empiris terus memacu dan menantang
perkembangan teknologi kesehatan dalam penyediaan metode kontrasepsi yang
efektif.
2. Definisi Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang
diinginkan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan
dan perencanaan keluarga. Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma
laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur
yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim.
(Dinda, 2012)
3. Tujuan Keluarga Berencana (KB)
Tujuan keluarga berencana di Indonesia adalah:
a. Tujuan umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat
yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk.
b. Tujuan khusus
1) Meningkatkan jumlah
penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
2) Menurunnya jumlah
angka kelahiran bayi.
3) Meningkatnya
kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran
4. Program Keluarga Berencana di Indonesia
a. Definisi Program Keluarga Berencana (KB)
Pengertian program KB menurut UUD no 10 tahun 1991 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai banyak
keuntungan. Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat
mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan
kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting
dalam upaya menurunkan angka kematian maternal. Ini berarti program tersebut dapat
memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan.
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), Dr Sugiri Syarif, Keluarga Berencana memberikan
keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat,
Perencanaan ini harus dimiliki oleh setiap keluarga termasuk calon pengantin.
“Dan setiap individu harus memiliki pengetahuan
yang memadai tentang kesehatan reproduksi seperti misalnya kapan usia ideal
untuk melahirkan, berapa jumlah anak, dan jarak kelahiran yang ideal, bagaimana
perawatan kehamilan, serta tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Pengetahuan
mengurangi risiko langsung maupun tidak langsung dari risiko kematian
maternal.”
Selain pengetahuan, tambahnya, pasangan suami
istri harus memiliki akses seluas-luasnya terhadap pelayanan kontrasepsi yang
berkualitas. Sehingga mudah merencanakan kehamilan seperti yang diinginkan dan
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan demikian, program KB
menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan
kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak.
Pengaturan kelahiran memiliki benefit
(keuntungan) kesehatan yang nyata, salah satu contoh pil kontrasepsi dapat
mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium, penggunaan kondom dapat mencegah
penularan penyakit menular seksual, seperti HIV.
Meskipun penggunaan alat/obat kontrasepsi
mempunyai efek samping dan risiko yang kadang-kadang merugikan kesehatan, namun
demikian benefit penggunaan alat/ obat kontrasepsi tersebut akan lebih besar
dibanding tidak menggunakan kontrasepsi yang memberikan risiko kesakitan dan
kematian maternal.
Program KB menentukan kualitas keluarga, karena
program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status
kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan
jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan
ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu
remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan
merencanakan proses reproduksinya.
Program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut
bertanggung jawab dalam kesehatan reproduksi mereka dan keluarganya. Ini
merupakan keuntungan seseorang mengikuti program KB.
Kendala pelaksanaan program KB-KR (Keluarga
Berencana -Kesehatan Reproduksi), antara lain masih adanya pemahaman tentang KB
yang sempit, baik di kalangan masyarakat maupun para tokoh agama, dan tokoh
masyarakat. Demikian pula pelayanan kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan
pemeriksaan kehamilan dan pelayanan IUD yang masih dianggap tabu karena harus
membuka aurat.
Selain itu, masih ada persepsi bahwa kematian ibu
melahirkan adalah mati sahid dan banyak anak akan membawa rezeki. Kendala
lainnya, masih adanya anggapan atau pengetahuan dari para tokoh agama bahwa KB
hanya untuk membatasi jumlah anak atau kelahiran saja, dan belum memahami
manfaat KB dalam kesehatan.
b. Sasaran Program Keluarga Berencana (KB)
Adapun sasaran program KB nasional lima tahun ke depan seperti tercantum
dalam RPJM 2004-2009 adalah sebagai berikut :
1) Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional
menjadi 1, 14% per tahun.
2) Menurunkan angka kelahiran Total fertility rate (TFR) menjadi 2,2 per
perempuan
3) Meningkatnya peserta KB pria menjadi 4,5 %
4) Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efisien
5) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak
6) Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera yang aktif dalam usaha ekonomi produktif
7) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
KB dan kesehatan reproduksi.
Sehingga didapatkan hasil:
1) Tercapainya peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor
2) Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71.87% dari
pasangan Usia Subur sebanyak 7.093.654
3) Meningkatnya rata-rata usia kawin pertama wanita menjadi 18 tahun
4) Pengendalian perkembangan kependudukan, terutama tingkat pertumbuhan
migrasi dan persebaran penduduk.
c. Ruang Lingkup Program
Keluarga Berencana (KB)
1) Pemanfaatan PIK-KRR yang sudah ada
2) Pembentukan PIK-KRR yang baru terutama di kabupaten atau kota yang belum
memiliki PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan PIK-KRR
3) Pembinaan PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas PIK-KRR
4) Pelatihan bagi pendidik sebaya dan konselor sebaya
d. Program KIE dalam Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
1) Definisi KIE
Komunikasi adalah proses dimana seseorang mengirimkan pesan kepada orang
lain. Pengiriman pesan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan “kata” atau
“bahasa”.
Informasi adalah suatu hal pemberitahuan / pesan
yang diberikan kepada seseorang atau media kepada orang lain sesuai dengan
kebutuhannya.
Edukasi adalah Suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis ,terencana dan terarah dengan partisipasi aktif
dari individu ke kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah
masyarakat sosial , ekonomi dan budaya.
KIE adalah Suatu proses penyampaian pesan
,informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB baik menggunakan
media seperti: Radio, TV, Pers, Film, Mobil unit penerangan, penerbitan,
kegiatan promosi, pameran dengan tujuan utama adalah untuk memecahkan masalah
dalam lingkungan masyarakat dalam meningkatkan program KB atau sebagai
penunjang tercapainya program KB.
2) Tujuan KIE
Tujuan dilaksanakannya program KIE yaitu :
a) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai
penambahan peserta baru.
b) Membina kelestarian peserta KB.
c) Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio – kultural yang dapat menjamin
berlangsungnya proses penerimaan.
d) Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif,
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat (klien) secara wajar sehigga
masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan
bertanggung jawab.
3) Jenis KIE
a) KIE Individu : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE
dengan individu sasaran program KB.
b) KIE Kelompok : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE
dengan kelompok (2-15 orang)
c) KIE Masa : tentang program KB yang
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam
jumlah besar.
4) Prinsip langkah KIE
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
KIE adalah:
a) Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah
b) Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu sebagaimana adanya
c) Memberi penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
d) Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan
sehari-hari
e) Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaaan dan resiko yang dimiliki
ibu
e. Konseling Keluarga Berencana
1) Definisi Konseling
Suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan
masalah melalui pemahaman tentang fakta- fakta dan perasaan- perasaan yang
terlibat didalamnya.
2) Tujuan Konseling KB
a) Meningkatkan penerimaan
Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara
mendengarkan, berbicara dan komunikasi non-verbal meningkatkan penerimaan
informasi mengenai KB oleh klien
b) Menjamin pilihan yang cocok
Menjamin petugas dan klien memilih cara terbaik
yang sesuai dengan keadaan kesehatan dan kondisi klien
c) Menjamin penggunaan yang efektif
Konseling efektif diperlukan agar klien
mengetahui bagaimana menggunakan KB dengan benar dan mengatasi informasi yang
keliru tentang cara tersebut
d) Menjamin kelangsungan yang lebih lama
Kelangsungan pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut memilih
cara tersebut, mengetahui cara kerjanya dan mengatasi efeksampingya
3) Jenis Konseling KB
Komponen penting dalam pelayanan KB dibagi 3
tahapan yaitu :
a) Konseling Awal
Bertujuan menentukan metode apa yg diambil
Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan
membantu klien untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya
Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini :
Menanyakan langkah yang disukai klien
Apa yang diketahui tentang cara kerjanya,
kelebihan dan kekurangannya
b) Konseling Khusus
Memberi kesempatan klien untuk bertanya tentang
cara KB dan membicarakan pengalamannya
Mendapatkan informasi lebih rinci tentang KB yang
diinginkannya
Mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang
cocok dan mendapatkan penerangan lebih jauh tentang penggunaannya
c) Konseling Tindak Lanjut
Konseling lebih bervariasi dari konseling awal
Pemberi pelayanan harus dapat membedakan masalah
yang serius yang memerlukan rujukan dan masalah yang ringan yang dapat diatasi
di tempat
4) Langkah Konseling
a) GATHER
G :
Greet
Berikan salam, kenalkan diri dan buka komunikasi
A :
Ask
Tanya keluhan/kebutuhan pasien dan menilai apakah
keluhan/ kebutuhan sesuai dengan kondisi yang dihadapi?
T :
Tell
Beritahukan persoalan pokok yang dihadapi pasien
dari hasil tukar informasi dan
carikan upaya penyelesaiannya
H : Help
Bantu klien memahami dan menyelesaikan masalahnya
E :
Explain
Jelaskan cara terpilih telah dianjurkan dan hasil
yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat/ diobservasi)
R :
Refer/Return visit
Rujuk bila fasilitas ini tidak dapat memberikan
pelayanan yang sesuai. (Buat jadwal kunjungan Ulang)
b) Langkah Konseling KB SATU TUJU
Langka SATU TUJU ini tidak perlu dilakukan
berurutan karena menyesuaikan dengan kebutuhan klien.
SA :
Sapa dan salam
Sapa klien secara terbuka dan sopan
Beri perhatian sepenuhnya, jaga privasi pasien
Bangun percaya diri pasien
Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan
pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
T :
Tanya
Tanyakan informasi tentang dirinya
Bantu klien untuk berbicara pengalaman tentang KB
dan kesehatan reproduksi
Tanyakan kontrasepsi yang ingin digunakan
U :
Uraiakan
Uraikan pada klien mengenai pilihannya
Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling
dia ingini serta jelaskan jenis yang lain
TU :
Bantu
Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan
keadaan dan kebutuhannya
Tanyakan apakah pasangan mendukung pilihannya
J :
Jelaskan
Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan
kontrasepsi pilihannya setelah klien memilih jenis kontrasepsinya.
Jelaskan bagaimana penggunaannya
Jelaskan manfaat ganda dari kontrasepsi
U :
Kunjungan Ulang
Perlu dilakukan kunjungan ulang untuk dilakukan
pemeriksaan atau permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan.
5) Tahapan konseling dalam pelayanan KB
• Tahapan Konseling dalam pelayanan KB dapat dirinci dalam tahapan sebagai
berikut : KIE Motivasi à Bimbingan à Rujukan à KIP/K à yan. Kontrasepsi à Tindak lanjut
a) Kegiatan KIE
Sumber informasi pertama tentang jenis alat/
metode KB dari petugas lapangan KB
Pesan yang disampaikan :
Pengertian dan manfaat KB bagi kesehatan dan
kesejahteraan keluarga
Proses terjadinya kehamilan pada wanita (yang
kaitannya dengan cara kerja dan metode kontrasepsi)
Jenis alat/metode kontrasepsi, cara pemakaian, cara
kerjanya serta lama pemakaian
b) Kegiatan Bimbingan
Tindak lanjut dari kegiatan KIE dengan menjaring
calon peserta KB
Tugas penjaringan : memberikan informasi tentang
jenis kontrasepsi lebih objektif, benar dan jujur sekaligus meneliti apakah
calon peserta memenuhi syarat
Bila iya à rujuk ke KIP/K
c) Kegiatan Rujukan
Rujukan calon peserta KB, untuk mendapatkan pelayanan
KB
Rujukan peserta KB, untuk menindaklanjuti
komplikasi
d) Kegiatan KIP/K
Tahapan dalam KIP/K
Menjajaki alasan pemilihan alat
Menjajaki apakah klien sudah mengetahui/ paham
tentang alat kontrasepsi tersebut
Menjajaki klien tahu/tidak alat kontrasepsi lain
Bila belum, berikan informasi
Beri klien kesempatan untuk mempertimbangkan
pilihannya kembali
Bantu klien mengambil keputusan
Beri klien informasi, apapun pilihannya, klien
akan diperiksa kesehatannya
Hasil pembicaraan akan dicatat pada lembar
konseling
e) Kegiatan Pelayanan Kontrasepsi
Pemeriksaan kesehatan : anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik
Bila tidak ada kontra indikasi à pelayanan kontrasepsi dapat diberikan
Untuk kontrasepsi jangka panjang perlu inform consent
f) Kegiatan Tindak Lanjut
Petugas melakukan pemantauan keadaan peserta KB
dan diserahkan kembali kepada PLKB
f. Informed Consent
1) Persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarga atas informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien.
2) Setiap tindakan medis yang beresiko harus persetujuan tertulisi
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan (klien) dalam keadaan
sadar dan sehat.
B. Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
Pembaruan
Kriteria Penggunaan Kontrasepsi (US MEC)
Berdasarkan CDC, 2010 Revisi Metode
Penggunaan Kontrasepsi Selama Masa Postpartum
Penggunaan kontrasepsi
selama masa postpartum penting dilakukan untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan dan memperpanjang interval kelahiran, yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan ibu dan anak. Pada tahun 2010, CDC telah
mempublikasikan U.S. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use (US
MEC) yang merupakan pedoman penggunaan kontrasepsi, yang dilengkapi dengan
evidence-based sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Dalam
pemilihan metode kontrasepsi ini, keamanan penggunaan menjadi hal utama yang
harus diperhatikan khususnya untuk wanita yang dengan karakteristik atau
kondisi kesehatan tertentu, termasuk wanita yang masih dalam masa postpartum.
Baru-Baru ini, CDC telah melakukan penilaian terhadap evidence yang memberikan
informasi mengenai keamanan penggunaan kontrasepsi hormonal pada masa
postpartum.
Laporan ini merupakan
ringkasan dari penilaian tersebut dan hasil dari revisi pedoman penggunaan
kontrasepsi. Revisi rekomendasi ini berisi bahwa wanita post partum tidak boleh
menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi selama masa 21 hari setelah
melahirkan oleh karena resiko tinggi untuk mendapatkan tromboemboli vena (TEV)
selama masa ini. Masa 21-42 hari postpartum, pada umumnya wanita tanpa faktor
resiko TEV dapat memulai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, tetapi
wanita yang memiliki resiko TEV (riwayat TEV sebelumnya atau post melahirkan
secara caesar), tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi ini. Nanti, setelah
masa 42 hari postpartum, barulah tidak ada pembatasan penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi yang berdasarkan pada keadaan pasien tersebut setelah
melahirkan.
Pentingnya penggunaan kontrasepsi selama Masa
postpartum
Sebagian dari kehamilan
di Amerika Serikat merupakan kehamilan yang tidak direncanakan, dan
kehamilan-kehamilan tersebut biasanya diikuti dengan perilaku kehamilan yang
merugikan dan memberikan beberapa dampak negatif, seperti terlambat melakukan
prenatal care, kebiasaan merokok, meningkatkan insidensi bayi berat rendah, dan
tidak menyusui asi secara ekslusif. Selain itu, interval kehamilan yang terlalu
dekat juga dapat menghasilkan dampak negatif seperti, kelahiran bayi berat
rendah dan bayi prematur. Masa postpartum merupakan masa yang cukup penting
untuk memulai penggunaan kontrasepsi karena sebagai salah satu cara untuk
menjaga kesehatan wanita dan juga dapat meningkatkan motivasi wanita untuk
menghindari kehamilan berikutnya. Masa ovulasi dapat terjadi secepatnya pada umur
25 hari postpartum pada wanita yang tidak menyusui, yang menjadi alasan kuat
buat wanita untuk menggunakan kontrasepsi secepat mungkin.
Meskipun demikian,
keamanan pengggunaan kontrasepsi postpartum tetap juga harus dipertimbangkan.
Perubahan hematologi secara normal akan terjadi selama kehamilan,
termasuk peningkatan faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan bahan
antikoagulan alami, yang menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli vena (TEV)
selama masa postpartum. Selain itu, banyak wanita postpartum memiliki faktor
resiko tambahan yang meningkatkan resiko tromboemboli, misalnya umur ≥ 35 tahun, merokok, atau melahirkan secara caesar. Hal-hal
tersebut merupakan perhatian utama yang harus dipertimbangkan dalam penentuan
penggunaan kontrasepsi oleh karena kontrasepsi hormonal kombinasi (estrogen dan
progestin) itu sendiri memiliki efek samping yang bisa meningkatkan resiko
tromboemboli pada wanita usia produktif.
Rasional dan Metode
Publikasi
kriteria penggunaan kontrasepsi (US MEC) dilakukan pertama kali pada tahun 2010
oleh CDC Amerika Serikat. Laporan ini diadaptasi dari Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use yang dipublikasikan oleh WHO, yang disebarluaskan
secara global sebagai pedoman penggunaan kontrasepsi berdasarkan evidence sejak
tahun 1996. Meskipun demikian pedoman yang dibuat oleh CDC ini mengadaptasi
sejumlah kecil rekomendasi WHO dan ditambahkan beberapa rekomendasi baru untuk
tenaga medis di Amerika Serikat. Namun, umumnya rekomendasi antara pedoman WHO
dan US MEC adalah sama. Rekomendasi yang diperoleh menggunakan kategori
1-4. Rekomendasi ini berdasarkan pada
pertimbangan keuntungan dan kerugian signifikan dari keamanan penggunaan
kontrasepsi itu sendiri bagi wanita dengan keadaan atau karakteristik kesehatan
tertentu. Kategori 1 mewakili kelompok pasien yang bisa menggunakan
kontrasepsi tanpa adanya pembatasan sedangkan kategori 4 merupakan kelompok
yang sama sekali tidak bisa menggunakan alat kontrasepsi apapun (Tabel1). CDC
merevisi pedoman penggunaan kontrasepsi ini untuk menjamin bahwa rekomendasi
tersebut berdasarkan pada bukti scientific terbaik yang tersedia berupa
indentifikasi bukti baru atau berdasarkan pada update evidence-based yang
dibuat sesuai dengan pedoman WHO.
Tabel 1.
Up-date rekomendasi
penggunaan kontrasepsi hormonal, termasuk kombinasi kontrasepsi, oral, tempel
dan cincin vagina, selama masa post partum pada ibu yang tidak menyusui.
Kondisi
|
Kategori
|
Klasifikasi/
bukti
|
Post
Partum (tidak menyusui)
|
||
a. < 21 hari
|
4
|
Bukti : Tidak terdapat bukti langsung yang berhubungan
dengan resiko tromboemboli vena diantara ibu yang tidak menyusui yang
menggunakan KHK. Resiko tromboemboli vena TEV meningkat selama kehamilan dan
postpartum ; resiko ini ditemukan pada minggu pertama setelah persalinan,
menurun setelah hari ke- 42 postpartum. Penggunaan KHK dapat meningkatkan
resiko tromboemboli vena pada wanita sehat dalam umur reproduktif, yang
menjadi resiko tambahan pada saat ini. Resiko kehamilan selama 21 hari
postpartum cukup rendah, namun meningkat setelahnya, ovulasi sebelum
menstruasi dapat terjadi.
|
b.
21-42 hari
i. Dengan faktor
resiko TEV lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TEV sebelumnya,
thrombofilia, immobilitas, transfusi saat persalinan, IMT ≥30. Perdarahan postpartum, post caesar,
pre-eklampsi, atau merokok).
ii. Tanpa Resiko TEV lainnya
|
3
2
|
Klasifikasi : pada ibu dengan
faktor resiko TEV lainnya, faktor resiko ini kemungkinan dan akan meningkat
ke kategori 4 contoh merokok, riwayat trombosis vena dalam/ emboli paru yang
diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan kardiomiopati peripartum.
Bukti :
Tidak
terdapat bukti langsung pemeriksaan resiko TEV diantara wanita postpartum
menggunakan KHK. Resiko TEV meningkat selama kehamilan dan postpartum; resiko
ini ditemukan pada minggu pertama setelah persalinan, menurun mendekati basal
pada 42 hari postpartum. Penggunaan KHK, meningkatkan resiko TEV untuk wanita
usia produktif yang sehat, yang dapat menambah resiko penggunaan pada masa ini.
|
42 hari
|
1
|
Keterangan:
TEV= Tromboemboli vena ; KHK = Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh
(Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ; KOK = Kontrasepsi Oral
kombinasi.
*Kategori: 1= kondisi dimana tidak
terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi dimana
keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan
yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan
lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat
menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
Di tahun 2010, berdasarkan bukti-bukti terbaru, WHO
merevisi panduan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada
wanita postpartum yang tidak menyusui, dimana tidak boleh menggunakan
kontrasepsi ini sampai masa 42 hari pertama postpartum, utamanya wanita-wanita
yang dengan faktor resiko TEV. Sedangkan untuk wanita yang menyusui tidak
mengalami perubahan. Oleh karena adanya revisi yang dilakukan oleh WHO ini, CDC
memulai proses penilaian apakah pedoman ini juga harus mengalami pembaruan.
Sebelum proses tersebut, US MEC merekomendasikan bahwa wanita yang melahirkan
kurang dari 21 hari umumnya tidak harus menggunakan KHK, nanti setelah waktu
tersebut, KHK dapat digunakan tanpa adanya pembatasan.
Berdasarkan dari review sistematik yang telah
dilakukan oleh WHO dan CDC yang telah digunakan sebagai konsultasi revisi
panduan WHO, didapatkan bukti dari 13 penelitian menunjukkan resiko TEV pada
wanita dalam 42 hari pertama masa postpartum adalah sebesar 22-84 kali lebih
banyak dibanding wanita usia subur yang tidak hamil dan tidak dalam masa
setelah melahirkan. Resiko ini paling tinggi ditemukan pada masa setelah baru
saja melahirkan, menurun secara cepat setelah 21 hari pertama, namun tidak
kembali ke kondisi normal sampai masa 42 hari postpartum. Penggunaan KHK dapat
meningkatkan resiko TEV pada wanita usia subur yang secara teoritis dapat
menjadi resiko tambahan untuk wanita yang menggunakannya pada masa postpartum.
Namun, tidak terdapat bukti yang ditemukan mengenai hal tersebut. Bukti-bukti
ini hanya terbatas pada penelitian yang berkaitan dengan interval waktu
postpartum yang bisa menimbulkan TEV dan resiko TEV pada populasi tertentu yang
dibandingkan dengan resiko TEV wanita postpartum. Bukti ini juga diperiksa pada
wanita produktif yang baru melahirkan dan tidak menyusui, dimana menunjukkan
bahwa masa ovulasi tercepat dapat terjadi pada hari ke-25 postpartum, namun
ovulasi subur kemungkinan tidak akan terjadi sampai paling tidak 42 hari
setelah melahirkan.
Sebagai bagian dalam penilaian ini, CDC mengambil 13
orang dari agensi luar untuk melayani tim reviewer khusus yang merevisi
rekomendasi WHO; mereka diseleksi berdasarkan keahlian mereka dalam penyakit
tromboemboli, hematologi, dan “family planning”. Reviewer diminta untuk berpartisipasi dalam telekonferensi dengan CDC pada
Januari 2011, selama telekonferensi berjalan, mereka mereview semua evidence
based dan menentukan apakah revisi pedoman penggunaan kontrasepsi yang dibuat
WHO cocok digunakan di Negara Amerika Serikat. Kunci persoalan yang perlu diingat
bahwa penggunaan KHK yang terlalu cepat pada masa postpartum memiliki resiko
yang cukup tinggi untuk TEV tanpa adanya keuntungan dalam pencegahan kehamilan
karena sebagian besar wanita yang tidak menyusui tidak akan mengalami ovulasi
paling tidak setelah 42 hari setelah melahirkan. Kemudian, harus diingat
kembali bahwa wanita dengan resiko TEV yang tinggi (contohnya: wanita dengan
obesitas atau yang baru saja melahirkan secara Caesar) penggunaan KHK secara
teoritis dapat meningkatkan resiko TEV. Itulah sebabnya, penggunaan metode
kontrasepsi harus memperhatikan kategori wanita tersebut ( berdasarkan grupnya
). Meskipun demikian, tidak seperti metode lainnya yang harus mengunjungi
dokter ( implants atau IUD ), KHK dapat dimulai oleh wanita itu sendiri sesuai
dengan waktu yang direncanakan berdasarkan pada resep obat yang telah diberikan
sebelumnya (saat proses persalinan terjadi di rumah sakit).
Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi Selama Masa Postpartum
CDC telah merekomendasikan revisi penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada wanita postpartum yang
tidak menyusui (tabel 1). Pada wanita
yang melahirkan < 21 hari, tidak dibolehkan menggunakan kontrasepsi hormonal
kombinasi apapun oleh karena resiko kesehatan pada masa ini (Kategori 4). Pada
wanita yang telah melahirkan antara 21-42 hari dan memiliki resiko tambahan
TEV, resiko penggunaan KHK lebih banyak dari keuntungannya dan oleh karena itu,
KHK tidak boleh digunakan (Kategori 3) ; namun, jika tidak ada resiko TEV
tambahan, keuntungan penggunaan KHK lebih banyak dibandingkan resikonya,KHK
dapat digunakan (Kategori 2). Pada wanita yang melahirkan > 42 hari, tidak
ada pembatasan penggunaan KHK oleh karena resiko TEV yang semakin berkurang
(Kategori 1). Meskipun demikian, keadaan medis lainnya dapat diambil sebagai
pertimbangan dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan.
Rekomendasi pengunaan kontrasepsi untuk wanita
menyusui tidak mengalami perubahan. Rekomendasi ini dibuat berdasarkan bukti
yang mengacu pada efek negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan
kontrasepsi hormonal pada ibu menyusui, misalnya meningkatnya waktu untuk
menyusui dan meningkatkan jumlah suplemen makanan tambahan. Pada wanita yang
menyusui dan melahirkan kurang dari 1 bulan, kontrasepsi hormonal kombinasi
dimasukkan dalam kategori 3 karena perhatian terhadap efek estrogen pada masa
menyusui.
Setelah
1 bulan, kontrasepsi hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 2 untuk ibu
menyusui. Meskipun demikian, beberapa revisi rekomendasi berdasarkan pada
resiko TEV telah menggantikan ketentuan penggunaan kontrasepsi untuk kriteria
ibu yang menyusui. Contohnya : kontrasepsi hormonal kombinasi diklasifikasikan
dalam kategori 4 untuk semua ibu postpartum, termasuk ibu menyusui yang melahirkan
< 21 hari.
Tabel 2.
Revisi rekomendasi
penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, termasukkontrasepsi oral, tempel,
cincin vagina, selama masa post-partum pada ibu yang menyusui
Kondisi
|
Kategori
|
Klasifikasi
/ Bukti
|
Postpartum
(Ibu
Menyusui†)
|
Klasifikasi
:
Berdasarkan
departemen pelayanan kesehatan dan manusia Amerika Serikat menetapkan bahwa
bayi harus mendapatkan ASI Eksklusif selama 4-6 bulan pertama kehidupan,
sebaiknya dalam masa 6 bulan. Idealnya, ASI harus dilanjutkan sampai bayi
berumur 1 tahun.
Bukti:
Penelitian
eksperimental memperlihatkan bahwa ditemukan efek penggunaan kontrasepsi
hormonal oral terhadap volume ASI. Namun tidak berefek negatif pada berat
badan bayi. Selain itu, penelitian juga tidak menemukan adanya efek
merugikan dari estrogen eksogen terhadap bayi yang terekspose dengan KHK
selama masa menyusui. Secara umum, penelitian-penelitian ini masih memiliki
kualitas yang rendah, kurangnya standar definisi dari menyusui itu sendiri
atau pengukuran hasil yang tidak akurat, serta tidak memasukkan bayi
prematur atau bayi yang sakit sebagai sampel percobaan. Secara teoritis,
perhatian terhadap efek penggunaan kontrasepsi terhadap produksi asi lebih
baik dilakukan pada masa awal postpartum disaat aliran asi sedang dalam masa permulaan.
|
|
Bukti:
Tidak
terdapat bukti langsung mengenai resikoTEV pada ibu postpartum yang
menggunakan KHK. Resiko TEV mengalami peningkatan selama kehamilan dan
postpartum; resiko ini utamanya ditemukan pada minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah normal setelah 42 hari postpartum. Penggunaan KHK
yang dapat meningkatkan resiko TEV pada wanita usia produktif yang sehat,
kemungkinan dapat menjadi resiko tambahan jika digunakan pada masa ini.
Resiko kehamilan dalam masa 21 hari setelah persalinan sangat rendah, namun
akan meningkat setelah itu, kemudian kemungkinan ovulasi sebelum menstruasi
pertama setelah persalinan dapat terjadi.
|
||
a.
<21 hari
|
4
|
|
b.
21 sampai <30 hari
|
||
i.
Dengan faktor resiko TEV lainnya ( seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya, thrombofilia, immobilitas,
transfuse saat persalinan, IMT ≥30. Perdarahan postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
Klasifikasi:
Untuk
wanita dengan faktor resiko TEV, akan meningkat menuju klasifikasi -4 ; contohnya, merokok, Trombosis Vena Dalam,
yang diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan kardiomiopati peripartum.
Bukti:
Tidak
terdapat bukti langsung
mengenai
resiko TEV pada wanita postpartum yang menggunakan KHK. Resiko TEV meningkat selama
kehamilan dan masa postpartum; resiko ini utamanya ditemukan pada minggu
pertama setelah persalinan, menurun ke arah normal setelah 42 hari
persalinan. Penggunaan KHK, yang meningkatkan resiko TEV pada wanita usia
reproduksi yang sehat dapat menimbulkan resiko tambahan jika digunakan pada
masa ini.
|
ii. Tanpa Resiko TEVlainnya
|
3
|
|
c. 30-42
hari
|
||
i. Dengan faktor resiko TEV
lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas, transfuse saat persalinan, IMT
≥30. Perdarahan postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau merokok)
ii. Tanpa Resiko TEV lainnya
|
3
2
|
Klasifikasi:
Untuk
wanita dengan faktor resiko TEV,
akan meningkat menuju klasifikasi ―4,
contohnya,
merokok,
Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan
kardiomiopati peripartum.
Bukti:
Tidak terdapat
bukti langsung mengenai resikoTEV pada wanita postpartum yang menggunakan
KHK.Resiko TEV meningkat selama kehamilan dan masa postpartum; resiko ini
utamanya ditemukan pada minggu pertama setelah persalinan, menurun ke arah
normal setelah 42 hari persalinan. Penggunaan KHK, yang meningkatkan resiko
TEV pada wanita usia reproduksi yang sehat dapat menimbulkan resiko tambahan
jika digunakan pada masa ini.
|
c.
> 42 hari
|
2
|
Keterangan:
TEV
= Tromboemboli vena; KHK = Kontrasepsi
Hormonal Kombinasi; IMT = Indeks Massa
Tubuh (Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ; KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.
*Kategori: 1 = kondisi dimana tidak terdapat
pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi dimanakeuntungan
penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan
lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat
menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
†Rekomendasi untuk ibu menyusui dibagi sesuai
bulan berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini dibagi berdasarkan hari untuk
tujuan penggabungan dengan rekomendasi postpartum.
Dalam
penilaian kesehatan resiko seorang wanita harus mempertimbangkan
karakteristik serta kondisi medis yang dimiliki wanita tersebut. Untuk
wanita postpartum, pemeriksaan ini meliputi penelusuran resiko TEV, misalnya
mutasi trombogenik (kategori 4) atau riwayat TEVdengan faktor resiko rekurensi
(kategori 4), yang keduanya merupakan resiko yang membatasi penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi, baik pada wanita postpartum ataupun tidak.
Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Lainnya Selama Masa Postpartum
Rekomendasi penggunaan kontrasepsi lainnya,
termasuk kontrasepsi hormonal progestin tunggal, tidak ada perubahan dan
terdapat banyak pilihan kontrasepsi lainnya yang baik untuk wanita
postpartum (tabel 3). Metode kontrasepsi tunggal (progestin), yang dalam bentuk
pil, injeksi depot medroxy progesterone asetat, dan implant, cukup aman untuk
wanita postpartum,termasuk wanita yang menyusui, dan dapat dimulai sesegera
mungkin setelah melahirkan (kategori 1 dan 2). AKDR, yang dalam bentuk
levonorgestrel dan copper-bearing, juga dapat diinsersi selama masa postpartum,
sesegera mungkin setelah persalinan (kategori 1 dan 2) dan tidak memiliki
komplikasi. Namun, laju ekspulsi AKDR lebih tinggi ketika insersi dilakukan
dalam 28 hari setelah persalinan, dimana lajunya akan menetap sampai masa 6
bulan postpartum sehingga hal ini mengharuskan adanya penundaan penggunaan
jenis kontrasepsi ini. Kondom dapat digunakan kapan saja (kategori 1), dan
cincin vagina dapat dimulai pada saat 6 minggu setelah persalinan (kategori 1
setelah 6 minggu). Selain itu, wanita yang telah memiliki jumlah anak yang
cukup dapat dipertimbangkan tindakan sterilisasi. Kontrasepsi setelah
persalinan cukup penting untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan edukasi yang
diberikan berfokus pada pilihan kontrasespsinya serta tingkat keamanan dalam
pemakaian metode ini selama masa postpartum.
Tabel 3.
Kesimpulan Pedoman
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Alat Kontrasepsi Intrauterin Selama Masa
Postpartum
Condition
|
KOK/P/R
|
PHP
|
DMPA
|
Implants
|
LNG-
AKDR
|
Cu- AKDR
|
Postpartum
(wanita tidak menyusui)
|
||||||
a.
<21 hari
|
4
|
1
|
1
|
1
|
||
b. 21
sampai 42 hari
|
||||||
i. Dengan faktor resikoTEV
lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas, transfuse saat persalinan, IMT
≥30. Perdarahan postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
1
|
1
|
1
|
||
ii.
Tanpa faktor resiko TEV
|
2
|
1
|
1
|
1
|
||
c. >
42 hari
|
1
|
1
|
1
|
1
|
||
Postpartum
(menyusui)
|
||||||
a.
<21 hari
|
4
|
2
|
2
|
2
|
||
b. 21
sampai 30 hari
|
||||||
i. Dengan faktor resikoTEV
lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas, transfuse saat persalinan, IMT
≥30. Perdarahan postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
2
|
2
|
2
|
||
ii.
Tanpa resiko TEV
|
3
|
2
|
2
|
2
|
||
c. 30-42
hari
|
||||||
i. Dengan faktor resikoTEV
lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas, transfuse saat persalinan, IMT
≥30. Perdarahan postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
1
|
1
|
1
|
||
ii.
Tanpa resiko TEV
|
2
|
1
|
1
|
1
|
||
d.
>42 hari
|
2
|
1
|
1
|
1
|
||
Postpartum
(menyusui ataupun tidak menyusui termasuk post persalinan secara caesar)
|
||||||
a. <10 menit persalinan plasenta
|
2
|
1
|
||||
b. 10
menit setelah persalinan plasenta sampai 4 minggu
|
2
|
2
|
||||
c. ≥4 minggu
|
1
|
1
|
||||
d.
Sepsis Puerpural
|
4
|
4
|
Keterangan
:
KOK
= Kontrasepsi Oral Kombinasi; P = Kombinasi Hormonal Tempel; R = Kombinasi
Cincin Vagina; PHP = Pil Hormon Progestin; DMPA = Depot medroxy progesteron
Asetat; AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim; LNG-AKDR = Levonogestrel- AKDR;
Cu-AKDR = Copper-AKDR; TEV = Tromboemboli Vena; KHK = Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh (Berat [kg]/ tinggi [m2]).
Kategori:
1
= kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 =
kondisi dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari
resiko teoritis dan yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan
kontrasepsi yang ditemukan lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi
dimana ibu tidak dapat menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
Klarifikasi:
Untuk
wanita dengan faktor resiko TEV, kategoriakan meningkat menuju klasifikasi “4”; contohnya, merokok, Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi
thrombogenik dan kardiomiopati peripartum. Rekomendasi untuk ibu menyusui
dibagi sesuai bulan berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini dibagi
berdasarkan hari untuk tujuan penggabungan dengan rekomendasi postpartum.
C.
Macam – macam Metode
Kontrasepsi
1. Kontrasepsi oral kombinasi.
2. Kontrasepsi oral progestin.
3. Kontrasepsi suntikan progestin.
4. Kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron.
5. Implant progestin.
6. Kontrasepsi Patch
Kontrasepsi barrier (penghalang)
Kondom (pria dan wanita)
7. Diafragma dan cervical cap.
8. Spermisida.
9. IUD (spiral).
10. Perencanaan keluarga
alami
11. Penarikan penis
sebelum terjadinya ejakulasi.
12. Metode amenorea
menyusui.
13. Kontrasepsi darurat
Kontrasepsi darurat hormonal
Kontrasepsi darurat IUD
14. Sterilisasi
Vasektomi
Ligasi tuba
D.
Jenis – jenis Alat
Kontrasepsi
Yang dibahas disini adalah jenis kontrasepsi yang
banyak digunakan di Indonesia, yaitu :
|
1. SPERMISIDA
Spermisida adalah alat
kontrasepsi yang mengandung bahan kimia (non oksinol-9) yang digunakan untuk
membunuh sperma.
Jenis spermisida terbagi menjadi:
1. Aerosol (busa).
2. Tablet vagina, suppositoria atau dissolvable
film.
3. Krim.
|
|
2. CERVICAL CAP
Merupakan kontrasepsi
wanita, terbuat dari bahan latex, yang dimasukkan ke dalam liang kemaluan dan
menutupi leher rahim (serviks). Efek sedotan menyebabkan cap tetap nempel di
leher rahim. Cervical cap berfungsi sebagai barier (penghalang) agar
sperma tidak masuk ke dalam rahim sehingga tidak terjadi kehamilan. Setelah
berhubungan (ML) cap tidak boleh dibuka minimal selama 8 jam. Agar efektif,
cap biasanya di campur pemakaiannya dengan jeli spermisidal (pembunuh
sperma).
|
|
3. SUNTIK
Suntikan kontrasepsi
diberikan setiap 3 bulan sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung hormon
progestogen yang menyerupai hormon progesterone yang diproduksi oleh wanita
selama 2 minggu pada setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut mencegah
wanita untuk melepaskan sel telur sehingga memberikan efek kontrasepsi.
Banyak klinik kesehatan yang menyarankan penggunaan kondom pada minggu
pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100 orang yang menggunakan kontrasepsi
suntik dapat mengalami kehamilan pada tahun pertama pemakaiannya.
|
|
4. KONTRASEPSI
DARURAT IUD
Alat kontrasepsi intrauterine device
(IUD) dinilai efektif 100% untuk kontrasepsi darurat. Hal itu tergambar dalam
sebuah studi yang melibatkan sekitar 2.000 wanita China yang memakai alat ini
5 hari setelah melakukan hubungan intim tanpa pelindung.
Alat yang disebut Copper T380A, atau
Copper T - bahkan terus efektif dalam mencegah kehamilan setahun setelah alat
ini ditanamkan dalam rahim.
|
|
5. IMPLAN
Implan atau susuk
kontrasepsi merupakan alat kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang
sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat hormon progestogen, implan ini
kemudian dimasukkan ke dalam kulit di bagian lengan atas. Hormon tersebut
kemudian akan dilepaskan secara perlahan dan implan ini dapat efektif sebagai
alat kontrasepsi selama 3 tahun. Sama seperti pada kontrasepsi suntik, maka
disarankan penggunaan kondom untuk minggu pertama sejak pemasangan implan
kontrasepsi tersebut.
|
|
Lactational Amenorrhea
Method (LAM) adalah metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan pemberian Air Susu
Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya. Metode Amenorea Laktasi (MAL) atau Lactational Amenorrhea Method
(LAM) dapat dikatakan sebagai metode keluarga berencana alamiah (KBA) atau natural family planning,
apabila tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
|
|
7. IUD & IUS
IUD (intra uterine
device) merupakan alat kecil berbentuk seperti huruf T yang lentur dan
diletakkan di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, efek kontrasepsi
didapatkan dari lilitan tembaga yang ada di badan IUD. IUD merupakan salah
satu kontrasepsi yang paling banyak digunakan di dunia. Efektivitas IUD
sangat tinggi sekitar 99,2-99,9 %, tetapi IUD tidak memberikan perlindungan
bagi penularan penyakit menular seksual (PMS). Saat ini sudah ada modifikasi
lain dari IUD yang disebut dengan IUS (intra uterine system), bila pada IUD
efek kontrasepsi berasal dari lilitan tembaga dan dapat efektif selama 12
tahun maka pada IUS efek kontrasepsi didapat melalui pelepasan hormon
progestogen dan efektif selama 5 tahun. Baik IUD dan IUS mempunyai benang
plastik yang menempel pada bagian bawah alat, benang tersebut dapat teraba
oleh jari didalam vagina tetapi tidak terlihat dari luar vagina. Disarankan
untuk memeriksa keberadaan benang tersebut setiap habis menstruasi supaya
posisi IUD dapat diketahui.
|
|
8. KONTRASEPSI DARURAT HORMONAL
Morning after pill adalah hormonal
tingkat tinggi yang di minum untuk mengontrol kehamilan sesaat setelah
melakukan hubungan seks yang beresiko. Pada prinsipnya pil tersebut bekerja
dengan cara menghalangi sperma berenang memasuki sel telur dan memperkecil terjadinya
pembuahan
|
|
9. KONTRASEPSI PATCH
Patch ini didesain untuk
melepaskan 20µg ethinyl estradiol dan 150 µg norelgestromin. Mencegah
kehamilan dengan cara yang sama seperti kontrasepsi oral (pil). Digunakan
selama 3 minggu, dan 1 minggu bebas patch untuk siklus menstruasi.
|
|
10. PIL KONTRASEPSI
Pil kontrasepsi dapat
berupa pil kombinasi (berisi hormon estrogen & progestogen) ataupun hanya
berisi progestogen saja. Pil kontrasepsi bekerja dengan cara mencegah
terjadinya ovulasi dan mencegah terjadinya penebalan dinding rahim. Apabila
pil kontrasepsi ini digunakan secara tepat maka angka kejadian kehamilannya
hanya 3 dari 1000 wanita. Disarankan penggunaan kontrasepsi lain (kondom)
pada minggu pertama pemakaian pil kontrasepsi.
|
|
11.
KONTRASEPSI STERILISASI
Kontrasepsi mantap pada
wanita atau MOW (Metoda Operasi Wanita) atau tubektomi, yaitu
tindakan pengikatan dan pemotongan saluran telur agar sel telur tidak dapat
dibuahi oleh sperma.
Kontrasepsi mantap pada pria atau MOP (Metoda Operasi Pria) atau vasektomi., yaitu tindakan pengikatan dan pemotongan saluran benih agar sperma tidak keluar dari buah zakar. |
|
12. KONDOM
Kondom merupakan jenis
kontrasepsi penghalang mekanik. Kondom mencegah kehamilan dan infeksi
penyakit kelamin dengan cara menghentikan sperma untuk masuk ke dalam vagina.
Kondom pria dapat terbuat dari bahan latex (karet), polyurethane (plastik),
sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane. Pasangan yang mempunyai
alergi terhadap latex dapat menggunakan kondom yang terbuat dari
polyurethane. Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan efektivitas
kondom wanita antara 79-95 %. Harap diperhatikan bahwa kondom pria dan wanita
sebaiknya jangan digunakan secara bersamaan.
|
E.
Keuntungan dan Kerugian Alat Kontrasepsi
Setiap metode kontrasepsi pasti memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, berikut kelebihan dan kekurangan
dari metode kontrasepsi yang telah disebutkan diatas :
No
|
Jenis
Kontrasepsi |
Keuntungan
|
Kerugian
|
1.
|
Spermisida
|
Efektif seketika (busa dan krim).
Sebagai pendukung metode lain.
Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
|
Tablet busa vaginal tidak larut dengan baik.
|
2.
|
Cervical Cap
|
|
|
3.
|
Suntik Kontrasepsi
|
Dapat digunakan oleh ibu
yang menyusui.
Tidak perlu dikonsumsi
setiap hari atau dipakai sebelum melakukan hubungan seksual.
Darah menstruasi menjadi
lebih sedikit dan membantu mengatasi kram saat menstruasi.
|
Dapat mempengaruhi siklus
mentruasi.
Kekurangan suntik
kontrasepsi /kb suntik dapat menyebabkan kenaikan berat badan pada beberapa
wanita.
Tidak melindungi terhadap
penyakit menular seksual.
Harus mengunjungi
dokter/klinik setiap 3 bulan sekali untuk mendapatkan suntikan berikutnya.
|
4.
|
Kontrasepsi Darurat IUD
|
IUD/ AKDR hanya perlu dipasang setiap 5-10 tahun
sekali, tergantung dari tipe alat yang digunakan. Alat tersebut harus
dipasang atau dilepas oleh dokter.
|
Perdarahan dan rasa nyeri. Kadangkala IUD / AKDR
dapat terlepas. Perforasi rahim (jarang sekali).
|
5.
|
Implan/Susuk Kontrasepsi
|
Dapat mencegah terjadinya
kehamilan dalam jangka waktu 3 tahun.
Sama seperti suntik, dapat
digunakan oleh wanita yang menyusui.
Tidak perlu dikonsumsi
setiap hari atau dipakai sebelum melakukan hubungan seksual.
|
Sama seperti kekurangan
kontrasepsi suntik, Implan/Susuk dapat mempengaruhi siklus mentruasi.
Tidak melindungi terhadap
penyakit menular seksual.
Dapat menyebabkan kenaikan
berat badan pada beberapa wanita.
|
6.
|
Metode Amenorea Laktasi
|
o Efektifitas tinggi (98 persen) apabila digunakan selama enam bulan
pertama setelah melahirkan, belum
mendapat haid dan menyusui eksklusif.
o Dapat segera dimulai setelah melahirkan.
o Tidak memerlukan prosedur khusus, alat maupun obat.
o Tidak memerlukan perawatan medis.
o Tidak mengganggu senggama.
o Mudah digunakan.
o Tidak perlu biaya.
o Tidak menimbulkan efek samping sistemik.
o Tidak bertentangan dengan budaya maupun agama.
|
Memerlukan persiapan dimulai
sejak kehamilan.
Metode ini hanya efektif digunakan
selama 6 bulan setelah melahirkan, belum
mendapat haid dan menyusui secara eksklusif.
Tidak melindungi dari penyakit menular
seksual termasuk HepatitisB ataupun HIV/AIDS
Tidak menjadi pilihan bagi wanita yang tidak
menyusui.
Kesulitan dalam mempertahankan
pola menyusui secara eksklusif.
|
7.
|
IUD/IUS
|
Merupakan metode
kontrasepsi yang sangat efektif.
Bagi wanita yang tidak
tahan terhadap hormon dapat menggunakan IUD dengan lilitan tembaga.
IUS dapat membuat
menstruasi menjadi lebih sedikit (sesuai untuk yang sering mengalami
menstruasi hebat).
|
Pada 4 bulan pertama
pemakaian dapat terjadi resiko infeksi.
Kekurangan IUD/IUS alatnya
dapat keluar tanpa disadari.
Tembaga pada IUD dapat
meningkatkan darah menstruasi dan kram menstruasi.
Walaupun jarang terjadi,
IUD/IUS dapat menancap ke dalam rahim.
|
8.
|
Kontrasepsi Darurat Hormonal
|
Mempengaruhi Hormon
Digunakan paling lama 72 jam setelah terjadi
hubungan seksual tanpa kontrasepsi
|
Mual dan Muntah
|
9.
|
Kontrasepsi Patch
|
Wanita menggunakan patch kontrasepsi (berbentuk
seperti koyo) untuk penggunaan selama 3 minggu. 1 minggu berikutnya tidak
perlu menggunakan koyo KB.
|
Efek samping sama dengan kontrasepsi oral, namun
jarang ditemukan adanya perdarahan tidak teratur.
|
10.
|
Pil Kontrasepsi/kb
|
Mengurangi resiko terkena kanker rahim dan
kanker endometrium.
Mengurangi darah menstruasi dan kram saat menstruasi.
Dapat mengontrol waktu untuk terjadinya
menstruasi.
Untuk pil tertentu dapat
mengurangi timbulnya jerawat ataupun hirsutism (rambut tumbuh menyerupai
pria).
|
Tidak melindungi terhadap
penyakit menular seksual.
Harus rutin diminum setiap
hari.
Saat pertama pemakaian
dapat timbul pusing dan spotting.
Efek samping yang mungkin
dirasakan adalah sakit kepala, depresi, letih, perubahan mood dan menurunnya
nafsu seksual.
Kekurangan Untuk pil kb
tertentu harganya bisa mahal dan memerlukan resep dokter untuk pembeliannya.
|
11.
|
Sterilisasi
|
Lebih aman, karena keluhan
lebih sedikit dibandingkan dengan cara kontrasepsi lain.
Lebih praktis, karena
hanya memerlukan satu kali tindakan saja.
Lebih efektif, karena
tingkat kegagalannya sangat kecil dan merupakan cara kontrasepsi yang
permanen.
Lebih ekonomis, karena
hanya memerlukan biaya untuk satu kali tindakan saja
|
Tubektomi (MOW)
Rasa sakit /ketidaknyamanan dalam jangka pendek
setelah tindakan.
Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan.
Vasektomi (MOP)
Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih
ingin memiliki anak.
Harus ada tindakan pembedahan minor.
|
12.
|
Kondom
|
Bila digunakan secara tepat maka kondom dapat
digunakan untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
(PMS)
Kondom tidak mempengaruhi kesuburan jika
digunakan dalam jangka panjang
Kondom mudah didapat dan
tersedia dengan harga yang terjangkau
|
Kekurangan penggunaan
kondom memerlukan latihan dan tidak efisien
Karena sangat tipis maka
kondom mudah robek bila tidak digunakan atau disimpan sesuai aturan
Beberapa pria tidak dapat
mempertahankan ereksinya saat menggunakan kondom.
Setelah terjadi ejakulasi,
pria harus menarik penisnya dari vagina, bila tidak, dapat terjadi resiko
kehamilan atau penularan penyakit menular seksual.
Kondom yang terbuat dari
latex dapat menimbulkan alergi bagi beberapa orang.
|
F.
Implementasi
Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)
Bagi perempuan di Indonesia,
masalah kesehatan dan pendidikan merupakan masalah penting dilihat dari urgensi
dan besarnya permasalahan. Dalam bidang kesehatan, misalnya, penerapan
program KB (keluarga berencana) dalam tiga puluh tahun terakhir
membuktikan fokus pemerintah pada alat reproduksi perempuan dalam mengendalikan
jumlah
penduduk.
penduduk.
Pada masa pemerintahan
Soeharto, KB yang dilarang pada masa Soekarno justru dijadikan program nasional
besar. Dalam
dua dasawarsa penerapan KB di Indonesia, tingkat fertilitas turun total dari 5,5 menjadi 3 kelahiran per perempuan, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 kelahiran per 1000 . Hal ini dicatat sebagai keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah kependudukan, bahkan Indonesia dijadikan model teladan negara berkembang.
dua dasawarsa penerapan KB di Indonesia, tingkat fertilitas turun total dari 5,5 menjadi 3 kelahiran per perempuan, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 kelahiran per 1000 . Hal ini dicatat sebagai keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah kependudukan, bahkan Indonesia dijadikan model teladan negara berkembang.
Angka- angka demografi di
atas sejalan dengan kebijakan penduduk yang berorientasi target. Namun
demikian, terdapat beberapa permasalahan yang tidak terwakili dalam angka-angka
tersebut, khususnya menyangkut hak reproduksi perempuan , seperti :
1. Pengabaian hubungan gender
KB berasumsi bahwa hasrat seks laki-laki selalu aktif dan harus selalu dipenuhi
perempuan, sedang perempuan sendiri dilihat sebagai penghasil anak yang
menghadapi kemungkinan mengandung.
2. Pembatasan hak perempuan
untuk memilih alat kontrasepsi
Tidak lengkapnya informasi yang tersedia mengakibatkan pilihan hanya terbatas pada beberapa metoda seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan intervensi panjang terhadap alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau bulan) sedangkan perempuan berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam setiap siklus haid. Beberapa resiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi, ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak banyak dibicarakan di Indonesia dan negara berkembang lain, berbeda dengan keadaan di negara Barat. Cara kontrasepsi berjangka-pendek (misalnya pantang sanggama, kondom) tidak dimasukkan dalam penyuluhan dan peralatan KB. Perempuan merupakan obyek utama program KB dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut, hal ini
terlihat dari penggunaan kontrasepsi di Indonesia tahun 1994/1995 sebagai berikut :
Tidak lengkapnya informasi yang tersedia mengakibatkan pilihan hanya terbatas pada beberapa metoda seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan intervensi panjang terhadap alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau bulan) sedangkan perempuan berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam setiap siklus haid. Beberapa resiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi, ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak banyak dibicarakan di Indonesia dan negara berkembang lain, berbeda dengan keadaan di negara Barat. Cara kontrasepsi berjangka-pendek (misalnya pantang sanggama, kondom) tidak dimasukkan dalam penyuluhan dan peralatan KB. Perempuan merupakan obyek utama program KB dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut, hal ini
terlihat dari penggunaan kontrasepsi di Indonesia tahun 1994/1995 sebagai berikut :
Alat Kontrasepsi Persentase
Pil 31,4%
Suntik 30,9%
IUD 22,2%
Implant/Norplant 8,0%
Tubektomi 4,5%
Kondom 1,6%
Vasektomi 1,4%
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan kepada laki-laki, sementara 97% ditujukan kepada perempuan.
Suntik 30,9%
IUD 22,2%
Implant/Norplant 8,0%
Tubektomi 4,5%
Kondom 1,6%
Vasektomi 1,4%
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan kepada laki-laki, sementara 97% ditujukan kepada perempuan.
3. Makin mahalnya harga alat
kontrasepsi. Sejak munculnya krisis ekonomi tahun 1997, maka harga alat
kontrasepsi meningkat pesat. Hal ini mengakibatkan banyaknya ibu hamil
yang melakukan cara-cara yang beresiko tinggi untuk menggagalkan kehamilannya
seperti : aborsi,
minum jamu, pijat, dan sebagainya.
minum jamu, pijat, dan sebagainya.
4. Pendekatan target dan
akibatnya. Pendekatan target mengakibatkan pemeriksaan medis yang sembrono,
informasi yang tidak memadai tentang efek samping cara kontrasepsi,
pelayanan kontrasepsi yang tidak memandang kebutuhan khusus perempuan,
penolakan untuk mencabut IUD, paksaan menjalankan aborsi.
Kebijakan dalam bidang kesehatan reproduksi
1. Peningkatan kondisi
kesehatan perempuan dan peningkatan kesempatan kerja. Hal ini dilakukan dalam
upaya untuk meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga resiko selama
kehamilan akan
menurun.
menurun.
2. Pendekatan target pada
program KB harus disertai dengan adanya tenaga dan peralatan medis yang cukup.
Hal ini untuk mencegah terjadinya malpraktek karena keinginan untuk mencapai
target.
3. Peningkatan partisipasi
laki-laki dalam menurunkan angka kelahiran
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
4. Penyadaran akan kesetaraan
dalam menentukan hubungan seksual dengan laki-laki. Penyadaran bahwa perempuan
berhak menolak berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun laki-laki
tersebut
suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS)
suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS)
5. Pencabutan sanksi sekolah
terhadap remaja perempuan yang hamil di luar nikah. Remaja tersebut cukup
dikenakan wajib cuti selama kehamilannya
6. Penyuluhan tentang jenis,
guna, dan resiko penggunaan alat kontrasepsi. Baik alat kontrasepsi modern
maupun tradisional perlu diperkenalkan guna dan resikonya kepada perempuan.
Dengan
demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
7. Penyuluhan tentang HIV/AIDS
dan PMS (penyakit menular seksual) kepada perempuan.
8. Pendidikan seks pada remaja
perempuan dan laki-laki.
Pengabaian hubungan gender mengakibatkan perempuan menjadi target utama dari kebijakan dalam bidang kesehatan
dan kependudukan yang selama ini dilakukan pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai instrumen perantara dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang dicanangkan pemerintah tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebijakan kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern.
Pengabaian hubungan gender mengakibatkan perempuan menjadi target utama dari kebijakan dalam bidang kesehatan
dan kependudukan yang selama ini dilakukan pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai instrumen perantara dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang dicanangkan pemerintah tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebijakan kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penggunaan metode kontrasepsi dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan KB,
kontra indikasi metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah
Dasar bioetik (KDB). Dilihat dari aspek etika, agama, dan hukum, penggunaan
kontrasepsi sebetulnya diperbolehkan, tergantung dari metode dan
pelaksanaannya.
B.
Saran
Berikut ini ada beberapa saran untuk menggunakan KB :
1. Pilihlah metode KB yang sesuai. konsultasikan dengan tenaga kesehatan
tentang bagaimana cara penggunaan, kemungkinan efek samping serta keefektifan
metode KB yang dipilih. Pasien perlu menjalani pemeriksaan penyarian sebelum
penggunaan kontrasepsi oral.
2. Sarankan dengan pasangan anda, metode KB yang manakah yang paling sesuai
dan nyaman bagi pasangan.
3. Waspadai efek samping yang mungkin akan timbul. Seperti siklus menstruasi
tidak teratur, gemuk/kurus dan kulit kering.
4. Patuhi penggunaan KB. Misalnya, Pada KB oral pil KB harus diminum setiap
hari sesuai jadwal, jika lupa meminum satu kali maka siklus pil KB harus
diulangi dari awal.
5. Selalu cermati tanggal kadaluarsa alat kontrasepsi yang digunakan.
6. Perhatikan masa-masa subur wanita. Untuk meningkatkan efek steril pada
metode KB modern yang digunakan maka perlu juga dikomperasikan dengan metoda KB
alami yaitu dengan memperhatikan waktu-waktu kesuburan seorang wanita. Pada
siklus menstruasi normal (28-35 hari), masa subur dimulai dari hari ke tujuh
setelah menstruasi berakhir. Masa subur ditandai dengan kenaikan suhu basal
sebesar 10C, kenaikan libido dan meningkatnya sekresi cairan vagina.
7. Jika hubungan seksual tanpa pelindung terlanjur dilakukan, atau
penggunaan kondom mengalami kegagalan, kontrasepsi darurat(Morning after pill)
dapat dipilih, tetapi harus digunakan dalam waktu 72 jam sesudah hubungan
seksual tanpa pelindung.
8. Adanya kemungkinan untuk terjadinya kehamilan masih dapat terjadi
walaupun sudah digunakan metode kontrasepsi.
9. Segera hubungi dokter atau apoteker jika metode kontrasepsi mengalami
kegagalan atau timbul gejala-gejala yang tidak diinginkan.
No comments:
Post a Comment