Makalah
Plasenta Previa
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian plasenta
previa
Plasenta
previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta berada pada bagian atas uterus (Prawirohardjo, 2006).
Plasenta previa adalah posisi plasenta
yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior (belakang) maupun anterior
(depan), sehingga perkembangan
plasenta yang sempurna menutupi os serviks (Varney, 2006).
Plasenta previa yaitu plasenta yang tumbuh
di tempat yang rendah di daerah penipisan-pembukaan pada segmen bawah rahim.
Karena itu, plasenta terletak lebih rendah dari janin (mendahului letak janin)
dan dapat menghalangi pelahiran pervaginam (Benson, 2008).
2.2 Klasifikasi plasenta
previa
Kasifikasi plasenta previa menurut Prawirohardjo (2006) didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu :
1. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta.
1. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
2. Plasenta previa letak rendah, apabila
plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum
sampai menutupi pembukaan jalan lahir, pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau
4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir .
Karena klasifikasi ini tidak
didasarkan pada keadaan anatomic melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu.
Umpamanya plasenta previa totalis
pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm (Prawirohardjo,
2006).
2.2 Patofisiologi
Perdarahan antepartum
yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih
mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan (Manuaba, 2008).
Menurut Manuaba
(2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :
1. Endometrium di fundus
uteri belum siap menerima implantasi
2. Endometrium yang tipis
sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi janin
3. Villi korealis pada korion leave (korion yang gundul) yang
persisten
Menurut Davood (2008) sebuah
penyebab utama perdarahan trimester ketiga, plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa
rasa sakit. Perdarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan
segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan
serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding
uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah
segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna
kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen
bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang
letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).
2.3 Etiologi
Plasenta
previa
merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester ketiga. Hal ini biasanya
terjadi pada wanita dengan kondisi sebagai berikut ( Varney, 2006) :
1. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang
menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008).
Sedangkan menurut Manuaba (2008),
paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Menurut Prawirohardjo
(2006), paritas dapat dibedakan menjadi primipara,
multipara dan grandemultipara. Primipara
adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup
di dunia luar (Varney, 2006). Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan
bayi viabel (hidup) beberapa kali (Manuaba, 2008). Grandemultipara adalah
wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami
penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering
pada wanita multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan
perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas
permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas tinggi
kejadian plasenta previa makin besar
karena keadaan endomentrium kurang subur (Prawirohardjo, 2006).
2. Usia ibu
Umur adalah lama waktu hidup atau
ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia < 20 dan > 35 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-35 tahun (Prawirohardjo, 2006).
Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada
umur ibu > 35 tahun. Plasenta
previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang
kurang subur, sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat (Manuaba, 2008). Plasenta previa
terjadi pada umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
3. Riwayat pembedahan rahim,
termasuk seksio sesarea (risiko meningkat seiring peningkatan jumlah seksio
sesarea).
Seksio sesarea yaitu pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
(Prawirohardjo, 2006). Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa seorang ibu yang
telah mengalami pembedahan itu merupakan seorang yang mempunyai parut dalam
uterus dan tiap kehamilan serta persalinan berikut memerlukan pengawasan yang
cermat berhubung dengan bahaya rupture uteri. Riwayat persalinan sesarea akan meningkatkan
risiko terjadinya plasenta previa
yaitu (3,9 %) lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka (1,9 %) untuk
keseluruhan populasi obstetric (Cunningham, 2008). Hasil penelitian M.J
Langgar, P Nugrahanti diperoleh 149 penderita plasenta previa yang dirawat di rumah sakit Dr.Saiful Anwar Malang
tahun 2005-2006, 49 % plasenta previa
terjadi pada ibu dengan bekas seksio sesarea sebelumya. Kejadian plasenta previa meningkat pada ibu
dengan riwayat seksio sesarea di sebabkan karena endometrium yang cacat akibat
bekas luka sayatan.
4. Kehamilan kembar (ukuran plasenta
lebih besar).
Kehamilan kembar yaitu Kehamilan dengan 2 janin atau lebih (Prawirohardjo,
2006). Pada kehamilan kembar ukuran plasenta lebih besar dari ukuran normal dan
tempat implantasinya membutuhkan ruang yang luas, untuk mendapatkan aliran
darah yang lebih kuat (Varney, 2006).
2.4 Gambaran klinik
Perdarahan tanpa alasan
dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat
terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan
pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi
perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya
sering dikatakan terjadi pada triwulan ke tiga, akan tetapi tidak jarang pula
dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila
plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta
dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya
berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio
plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahan ialah sinus uterus
yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta (Prawirohardjo, 2006).
Kay (2003) menyebutkan
bahwa gejala plasenta previa mencakup
satu atau kedua hal berikut :
1.
Tiba-tiba,
tanpa rasa sakit pendarahan vagina yang berkisar dari ringan sampai berat.
Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan dapat terjadi pada awal minggu
ke-20 kehamilan tetapi yang paling umum selama trimester
ketiga.
2.
Gejala persalinan prematur. Satu dari 5 wanita
dengan tanda-tanda plasenta previa
juga memiliki kontraksi rahim.
Perdarahan plasenta previa mungkin taper off dan bahkan berhenti
untuk sementara. Tapi itu hampir selalu dimulai lagi hari atau minggu kemudian.
Beberapa wanita dengan plasenta previa
tidak memiliki gejala apapun. Dalam kasus ini, plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG dilakukan untuk
alasan lain (Kay, 2003).
Apabila janin dalam
presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu-atas
panggul yang mungkin karena plasenta
previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar
ditentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang (Scearce, 2007).
2.5 Diagnosa
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir
tahun pertama atau trimester kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser
ketika rahim membesar. Ini dapat dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita
mungkin bahkan tetap tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam
kasus-kasus plasenta previa
sebagian (Faiz, 2003).
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah
ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta
banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida (Prawirohadjo, 2007).
2. Pemeriksaan luar
a.
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan
yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku dan sebagainya. Jika
telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemis (Prawirohardjo, 2006).
b.
Palpasi
Janin sering belum cukup
bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering dijumpai kesalahan letak janin,
bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih
goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul
(Sheiner, 2001).
c.
Ultrasonografi
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan
dengan pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya,
dan tidak rasa nyeri (Prawirohadjo, 2006). USG abdomen selama trimester
kedua menunjukkan penempatan plasenta
previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai
100% identifikasi plasenta previa. Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan
berkisar 95% (Johnson, 2003).
Dengan USG dapat
ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila
jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak
dijumpai plasenta previa, dilakukan
pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain (Oyelese, 2006).
d.
Pemeriksaan
inspekulo
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai
(Johnson, 2003).
2.6 Penatalaksanaan plasenta
previa
1. Terapi ekspektatif
(pasif)
Tujuan ekspektatif ialah
supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara
non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik (Prawirohardjo,
2006).
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
a.
Kehamilan
preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Penanganan pasif pada kasus
kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit kemudian berhenti di maksudkan
dapat memberikan kesempatan pada janin untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam
kandungan sampai janin matur. Dengan demikian angka kesakitan dan
kematian neonatal karena kasus preterm dapat ditekan (Prawirohardjo, 2006).
b.
Belum
ada tanda-tanda in partu.
Menunda tindakan
pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta
previa bila tidak terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk mempertahankan janin
dalam kandungan. Hal ini memberikan peluang janin untuk tetap berkembang dalam
kandungan lebih lama sampai aterm, dan dengan demikian pula kemungkinan janin
hidup di luar kandungan lebih besar lagi (Prawirohardjo, 2006).
c.
Keadaan
umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
Selama ibu tidak
memiliki riwayat anemia, terapi pasif dapat dilakukan karena kemungkinan
perdarahan berkelanjutan kecil terjadi karena kadar Hb normal bila sebelumnya
tidak dilakukan pemeriksan dalam (Prawirohardjo, 2006).
d.
Janin
masih hidup.
Bila janin masih hidup,
berarti besar kemungkinan janin masih dapat bertahan dalam
kandungan sampai janin matur. Sehingga tidak perlu mengakhiri kehamilan dengan
segera karena hanya akan memperkecil kesempatan hidup janin bila sudah berada
di luar kandungan (Prawirohardjo, 2006).
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22
minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera
ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan
persalinan dengan plasenta previa
(Prawirohardjo, 2006).
a.
Seksio
sesarea
Prinsip utama dalam
melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun
janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilakukan (Prawirohardjo, 2006).
b.
Melahirkan
pervaginam
Perdarahan akan berhenti
jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut :
1)
Amniotomi
dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis
dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika
kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin (Prawirohardjo, 2006).
2)
Versi
Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi
Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan
pada janin yang masih hidup (Prawirohardjo, 2006).
3)
Traksi
dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
tidak aktif (Prawirohardjo, 2006).
Menurut Manuaba (2008) Plasenta previa dengan perdarahan
merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik.
Bentuk pertolongan pada plasenta previa
adalah :
1) Segera melakukan operasi
persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak untuk mengurangi kesakitan
dan kematian.
2) Memecahkan ketuban di
atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan
lebih lanjut.
3) Bidan yang menghadapi
perdarahan plasenta previa dapat
mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai
fasilitas yang cukup.
2.7 Komplikasi
Berikut ini adalah
kemungkinan komplikasi plasenta previa
oleh Usta (2005) :
1. Pertumbuhan
janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi. Adanya atrofi pada
desidua dan vaskularisasi yang berkurang menyebabkan suplai darah dari ibu ke
janin berkurang. Dalam darah terdapat oksigen dan zat-zat makanan yang
dibutuhkan tubuh janin untuk berkembang. Kekuranagan suplai darah
menyebabkan suplai makanan berkurang (Prawirohardjo, 2006).
2. Anemia janin. Tekanan
yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan mengurangi sirkulasi darah
antara uterus dan plasenta sehingga suplai darah ke janin berkurang
(Prawirohardjo, 2006).
3. Janin yang tertekan
akibat rendahnya pasokan oksigen. Berkurangnya suplai darah berarti suplai
oksigen dari ibu ke janin juga berkurang (Prawirohardjo, 2006).
4. Shock dan kematian ibu jika
pendarahan berlebihan. Pada kasus yang terbengkalai, bila ibu tidak mendapatkan
pertolongan transfuse darah akibat banyak kehilangan darah akibat perdarahan
hebat dapat menyebabkan shock bahkan kematian pada ibu (Prawirohardjo, 2006).
5.
Infeksi
dan pembentukan bekuan darah. Luka pada sisa robekan plasenta rentan
menimbulkan infeksi intrauterine.ibu dengan anemia berat karena
perdarahan dan infeksi intrauterine, baik seksio sesarea maupun persalinan
pervaginam sama-sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya (Prawirohardjo,
2006).
6.
Kehilangan
darah yang membutuhkan transfuse. Kehilangan banyak darah akibat perdaahan
hebat perlu mendapatkan pertolongan transfuse segera. Perdarahan merupakan
factor dominant penyebab kematian maternal khususnya di Negara Indonesia
(Prawirohardjo, 2006).
7.
Prematur,
pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya menimbulkan risiko
terbesar pada janin (Cunningham, 2006).
8.
Cacat
lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa
daripada kehamilan tidak terpengaruh. Penyebab saat ini tidak diketahui
(Cunningham, 2006).
2.8 Prognosis
Mortalitas
perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin disebabkan karena hipoksia.
Setelah lahir dapat terjadi perdarahan postpartum karena trofoblas menginvasi
segmen bawah uteri. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan maka dilakukan
histerektomi. Mortalitas ibu rendah dengan pelayanan obstetri yang baik dan
tidak dilakukan pemeriksan sebelum masuk rumah sakit (Cunningham, 2006 dan
Jones, 2002).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas izin-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas ASKEB IV (PATOLOGI II). Dalam makalah ini saya
memebahas tentang PLASENTA PREVIA.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saya menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik sangat saya harapkan terutama
dari Dosen Pengasuh.
Sekian
dan terima kasih.
Jogyakarta, 16 april
2013
Penyusun
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan
yang berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus
sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas
teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan
jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada
usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan
saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak
daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang
cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal
itu bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta
yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah
plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas
sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan
yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum
jelas penyebabnya
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan
tiga atau setelah usia kehamilan , namun beberapa penderita mengalami
perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk
mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan
biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan .
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang
lebih banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai
perdarahan anterpartum apapun penyebabnya , penderita harus segera dibawah ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi .
Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi
medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam
penyelamatan ibu dan janinnya.
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk
menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di
Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu
421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000
kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu
295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang
ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%)
dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain
yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat
darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara
lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
internum; kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang
termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari,
prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian
maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di RS
Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa
0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta.
B. Tujuan Penulisan
1.
menjelaskan pengertian plasenta
previa
2.
menjelaskan klasifikasi plasenta
previa
3.
menjelaskan etiologi plasenta previa
4.
menegakkan diagnosa dan gambaran
klinis plasenta previa
5.
menjelaskan pengaruh plasenta previa
terhadap kehamilan
6.
menjelaskan pengaruh plasenta previa
terhadap partus
7.
menjelaskan komplikasi plasenta
previa
8.
menjelaskan penanganan plasenta
previa
BAB
II
PEMBAHASAN
PLASENTA PREVIA
1.
Pengertian
a.
Plasenta previa adalah keadaan letak
plasenta yang abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh jalan lahir ( pada keadaan normal, plasenta terletak
dibagian fundus atau segmen atas uterus).
b.
Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Rustam
Mochtar)
c.
Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum. (Sarwono)
2.
Klasifikasi Plasenta Previa
a.
Plasenta Previa
Totalis
: jika seluruh pembukaan jalan lahir tertutup
jaringan plasenta
b.
Plasenta Previa
Parsialis
: jika sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
jaringan plasenta
c.
Plasenta Previa
Marginalis :
jika tepi plasenta berada tepat pada tepi
pembukaan jalan lahir
d.
Plasenta Letak
Rendah
: jika plasenta terletak pada segmen bawah
uterus, tetapi tidak sampai menutupi
pembukaan jalan lahir
3.
Etiologi
a.
Umur dan paritas
· pada primigravida, umur >35 tahun
lebih sering dari pada umur <25 tahun
· lebih sering pada paritas tinggi
dari pada paritas rendah
b.
Hipoplasia endometrium: bila kawin
dan hamil pada umur muda
c.
Endometrium cacat pada bekas
persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan manual plasenta
d.
Korpus luteum bereaksi lambat,
dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
e.
Tumor-tumor seperti mioma uteri,
polip endometrium
f.
Kadang-kadang pada malnutrisi
4.
Tanda dan gejala plasenta previa
a.
Perdarahan per vaginam, warna merah
segar
b.
Bagian terbawah janin belum masuk
panggul
c.
Adanya kelainan letak janin
d.
Tidak disertai gejala nyeri (tanda
khas plasenta previa)
e.
Pada pemeriksaan jalan lahir teraba
jaringan plasenta (lunak)
f.
Dapat disertai gawat janin sampai
kematian janin, tergantung beratnya
5.
Diagnosa dan Gambaran Klinis
Plasenta Previa
a.
Anamnesis
§ perdarahan
setelah kehamilan 28 minggu
§ sifat
perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) dan berulang
(recurrent)
b.
Inspeksi
§ dapat
dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, darah beku, dsb.
§ kalau
sudah berdarah banyak, maka ibu kelihatan pucat/anemis
c.
Palpasi abdomen
§ janin
yang belum cukup bulan, fundus uteri masih rendah
§ sering
dijumpai kesalahan letak janin
§ bagian
terbawah janin belum turun
§ dapat
dirasakan suatu bantalan di SBR
d.
Pemeriksaan inspekulo
Dengan
memakai speculum secara hati-hati, dilihat dari mana asal perdarahan, apakah
dari uterus, kelainan serviks, vaginam, varices pecah, dll
e.
Pemeriksaan radioisotope
§ Plasentogravi
jaringan lunak (soft tissue placentografi) oleh Stevenson 1934 yaitu membuat
foto dengan sinar rotgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta
§ Citogravi
: mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu dimasukkan 40 cc larutan NaCl
12,5%, kepala janin ditekan kearah PAP lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan
kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, terdapat kemungkinan plasenta previa.
§ Plasentogravi
indirect, yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior yaitu ibu dalam
posisi berdiri atau duduk setengah berdiri
§ Arteiogravi:
dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat
kaya akan pembuluh darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras ini akan
terlihat dalam foto dan juga lokasinya.
§ Amniogravi:
dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu dilihat foto dan
dimana terdapat daerah kosong (di luar janin) di dalam rongga rahim
f.
Ultrasonogravi
g.
Pemeriksaan dalam
Ø Bahaya
pemeriksaan dalam:
§ dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat
§ Infeksi
§ Menimbulkan
his, dan kemudian terjadilah partus prematurus.
Ø Teknik
dan persiapan pemeriksaan dalam
§ pasang
infus dan persiapkan donor darah
§ PD
dilakukan di kamar bedah
§ Dilakukan
secara hati-hati dan lembut
§ Jangan
langsung masuk ke dalam canalis servikalis tapi raba dulu bantalan antara jari
dan kepala janin pada forniks (uji forniks)
§ Bila
ada darah beku, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan
Ø Kegunaan
PD dalam perdarahan antepartum
§ menegakan
diagnose
§ menentukan
jenis dan klasifikasi plasenta previa
Ø Indikasi
PD pada perdarahan antepartum
§ perdarahan
banyak, >500 cc
§ perdarahan
berulang (recurrent)
§ perdarahan
sekali, banyak, HB < 8 g%
§ his
ada dan janin viable
6.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap
Kehamilan
a.
bagian terbawah janin tidak
terfiksir ke dalam PAP
b.
terjadi kesalahan letak janin
c. partus prematurus karena adanya
rangsangan koagulum darah pada serviks
7.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap
Partus
a.
letak janin yang tidak normal
menyebabkan partus akan menjadi patologik
b.
bila pada plasenta previa lateralis,
ketuban pecah dapat terjadi prolaps funikulli
c.
sering dijumpai inersia primer
d.
perdarahan
8.
Komplikasi Plasenta Previa
a.
prolaps tali pusat
b.
prolaps plasenta
c.
plasenta melekat
d.
perdarahan postpartum
e.
infeksi karena perdaraha yang banyak
f.
bayi premature/lahir mati
9.
Penatalaksanaan
a.
Pada perdarahan pertama, prinsipnya,
jika usia kehamilan belum optimal, kehamilan masih dapat dipertahankan karena
perdarahan pertama umumnya tidak berat dan dapat berhenti dengan sendirinya.
Pasien harus dirawat dengan istirahat baring total dirumah sakit, dengan
persiapan transfuse darah dan operasi sewaktu-waktu. Akan tetapi jika pada
perdarahan pertama itu telah dilakukan pemeriksaan dalam/ vaginal touch, kemungkinan
besar akan terjadi perdarahan yang lebih berat sehingga harus diterminasi
b.
Cara persalinan
Factor-faktor
yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih:
§ jenis
plasenta previa
§ banyaknya
perdarahan
§ KU
ibu
§ Keadaan
janin
§ Pembukaan
jalan lahir
§ Paritas
§ Fasilitas
rumah sakit
Setelah memperhatikan factor-faktor tersebut, ada 2 pilihan
persalinan:
Ø persalinan
pervaginan
§ amniotomi
Indikasi
amniotomi pada plasenta previa:
-
plasenta previa
lateralis/marginalis/letak rendah, bila tidak ada pembukaan
-
pada primigravida dengan plasenta
previa lateralis/marginalis dengan pembukaan > 4 cm
-
plasenta previa lateralis/marginalis
dengan janin yang sudah meninggal
Keuntungan amniotomi
-
bagian terbawah janin yang berguna
sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah dan perdarahan akan
berkurang/berhenti
-
partus berlangsung lebih cepat
-
bagian plasenta yang berdarah dapat
bebas mengikuti cincin gerakan dan regangan SBR sehingga tidak ada lagi
plasenta yang lepas.
Ø persalinan
perabdominal dengan SC
Indikasi
SC pada plasenta previa
· semua plasenta previa sentralis,
janin hidup atau meninggal
· semua plasenta lateralis posterior,
karena perdarahan yang sulit dikontrol
·
semua plasenta previa dengan
perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dan plasenta previa dengan panggul
sempit, letak lintang
BAB
III
PENUTUP
Plasenta previa adalah plasenta yang terletak di depan jalan lahir,
implantasinya rendah sekali sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding anterior
atau dinding posterior fundus uteri.
Plasenta previa cukup sering dijumpai dan pada tiap perdarahan antepartum
kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan. Plasenta previa lebih sering terjadi
pada multigravida daripada primigravida dan juga pada usia lanjut.
Plasenta previa terbagi menjadi tiga tingkat:
·
Plasenta
previa totalis: seluruh ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
·
Plasenta
previa lateralis: hanya sebagian ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
·
Plasenta
previa marginalis: hanya pinggir ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
No comments:
Post a Comment